“Youth in Politics, Voice Up!” Begitulah tajuk acara yang diselenggarakan oleh XL Axiata yang bekerjasama dengan BEM FISIP Unair (14/05). Acara yang dibawakan dengan setting suasana Town Hall (Balai Kota) ini merupakan lanjutan dari program XL Future Leaders Batch 7, dengan harapan mahasiswa berani untuk bermimpi dan menjadi pemimpin.

retorika.id - (16/05) XL Axiata sebagai salah satu perusahaan provider telekomonikasi terkemuka di Indonesia, mengadakan seminar yang bekerjasama dengan BEM FISIP Unair (13/05). Bertempat di Aula Soetandyo gedung C FISIP Unair, acara ini dibawakan dengan setting suasana Town Hall (Balai Kota). Acara yang mengusung tema “Youth in Politics, Voice Up!” ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Surabaya. Acara tersebut dibuka dengan sambutan oleh Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, dan kemudian dilanjutkan oleh sambutan oleh Mochamad Imam Mualim, Creator VP East Region PT Axiata Tbk. Dalam acara ini, Pihak PT. XL Axiata ingin melanjutkan program XL Future Leaders Batch 7, dengan harapan mahasiswa berani untuk bermimpi dan menjadi pemimpin.

Selanjutnya acara dibuka oleh moderator, Vania Santoso, Program

Facilitator XL Future Leaders. Kemudian acara berlanjut pada  open statement oleh Agus Imam Sonhaji, yang merupakan Kepala dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintahan Kota Surabaya. Menurutnya saat ini, pemuda sangat memegang peranan penting dalam kepemimpinan dan politik. Acara selanjutnya dilanjutkan oleh pemateri-pemateri lainnya. Hingga pada puncak acara, diskusi yang intens terjadi antara peserta dan pemateri

Sesi selanjutnya adalah sesi tanya jawab, moderator mengajukan pertanyaan mengenai kenetralan media dalam menyampaikan berita. Firzan Syahroni, Redaktur Politik PT Jawa Pos Koran, meresponnya sebagai berikut, “Jadi pada prinsipnya, kalau mengacu pada Undang-Undang Pers, media harus netral ini bla-bla. Tapi pada kenyataannya, media tidak harus netral, Mbak. Media harus berpihak malah. Pada apa? Pada substansi tertentu, Ada list-nya.” Lalu ia memberi contoh pada kasus ketidaksengajaan seorang perempuan yang menusuk kekasihnya. Pada kasus tersebut penusukan merupakan bentuk self defend-nya karena dianiaya sang kekasih. Media menyajikan berita dengan melihat lebih dalam dari sudut pandang perempuan tersebut.

Setelah tanya jawab antara moderator dan pemateri, peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan pada pemateri. Pertanyaan pertama datang dari seorang mahasiswa FISIP Unair, ia menanyakan mengenai bagaimana jika rumah ibadah dijadikan tempat untuk diskusi politik? Pertanyaan tersebut pertama dijawab oleh Dr. Suko Widodo, selaku Ketua Pusat Informasi dan Humas Universitas Airlangga, yang juga seorang pengamat politik.“Jadi sebetulnya, politik itu adalah cara warga untuk mencapai kesejahteraan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.” Menurutnya, sebagai negara dengan basis demokrasi itu kurang tepat, mungkin akan berbeda lagi jika Indonesia berbentuk kerajaan.

Kemudian sesi berlanjut pada pembicara yaitu Kevin Tan, Founder Indonesia, yang mengungkapkan inti dari programnya. Program tersebut bermula dari keberagaman yang ia rasakan dengan teman-temannya. Dalam mengelola programnya ia belajar bersama teman-temannya untuk menciptakan toleransi `dari keberagaman Indonesia. Menurutnya, sudah lama disepakati bahwa agama adalah konteks privasi, dengan begitu akan lebih tercipta toleransi. Pemuda tidak seharusnya takut untuk terjun ke dunia politik. Politik yang selama ini terlihat buruk, akan berubah jika pemuda-pemuda dengan integritas tinggi, mau maju dan memimpin perubahan politik. Politik akan terus kotor, jika orang-orang baik enggan masuk ke dalam dan mengubahnya.

Reporter : Lenny Raficha F. 

Share: 

BACA JUGA