» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Tajuk Rencana
Militer Masuk Kampus: Preseden Buruk Intervensi Kebebasan Akademik ala Orde Baru
04 Mei 2025 | Tajuk Rencana | Dibaca 197 kali
Foto: Arah Juang: Aksi Tolak Militer Masuk Kampus Foto: Arah Juang
Mulai dari surat perintah pendataan, intervensi dalam diskusi mahasiswa, kerja sama secara formal dengan kampus, hingga teror secara terang-terangan melalui pesan pribadi kepada awak lembaga pers mahasiswa. TNI lambat laun kembali “menjajah” ranah masyarakat sipil. Bayang-bayang militerisme dalam ruang akademik membangkitkan kembali memori kelam atas pelemahan intelektualitas melalui cara-cara koersif khas Orde Baru. Rentetan peristiwa di masa-masa awal pasca pengesahan revisi UU TNI 2025 membawa ancaman yang terlampau nyata bagi hak-hak masyarakat sipil, terutama kebebasan akademik.

Retorika.id - Sabtu (03/05/2025), akun Instagram @aksiprogresif milik Kemenpolstrat BEM FISIP Unair mengunggah video yang menampilkan intimidasi berupa kehadiran TNI yang bertugas menjaga kendaraan di Kampus B Universitas Airlangga. Kedatangan aparat ini terjadi pada Kamis (01/05/2025) bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia. Berdasarkan keterangan BEM FISIP Unair yang sempat berdialog langsung dengan aparat bersangkutan, diketahui bahwa personel TNI dari Koramil 0830/09 Gubeng tersebut secara terbuka mengaku melakukan pengawasan terhadap mahasiswa dan melaporkan aktivitas mereka kepada atasan. Aparat tersebut juga menyatakan menerima arahan dari atasannya serta mengklaim tindakan ini dilakukan demi "keamanan" mahasiswa itu sendiri.

Tim Retorika juga mendapati kedatangan TNI pada Rabu, (30/04/2025), sehari sebelum dilaksanakannya aksi May Day. Pembaca dapat mengakses videonya di tautan berikut ini: https://drive.google.com/file/d/11j_lfaHvfCsSkHzqXf_-SbACjx9_j8iy/view?usp=sharing

Dalam video tersebut, menurut kesaksian Tim Retorika, sebuah mobil dinas TNI terpantau memasuki kawasan FISIP Unair. Kendaraan tersebut berhenti di depan gedung A FISIP, kemudian diikuti seseorang berseragam lengkap turun dari mobil dan berjalan menuju gedung Soetandyo FISIP Unair. Selang beberapa menit, orang tersebut kembali ke mobil. Kendaraan lantas bergeser posisi dengan arah kaca sisi kanan menghadap ke gedung A dan berhenti selama kurang lebih lima menit. Setelahnya, mobil dinas tersebut meninggalkan area FISIP Unair. 

Sebelumnya, pada Sabtu (26/04/2025), beredar video bertitel “parjo terpantau jalan2 di Unair” di platform media sosial X yang diunggah oleh user @persekutuanjawa dalam Komunitas BarengWarga. Di dalam video tersebut, terlihat beberapa orang berseragam TNI sedang berjalan-jalan di kawasan FISIP menuju ke arah FIB Unair. Entah apa alasan mereka datang ke kampus pada saat itu.

Hal yang paling membuat gelisah sesungguhnya bukan hanya kehadiran aparatnya, tetapi bagaimana dalih yang digunakan untuk membenarkan praktik ini. “Demi keamanan,” katanya. Akan tetapi, keamanan versi siapa? Untuk siapa? Atas dasar apa?

Situasi ini diperparah dengan absennya sikap tegas dari pihak kampus. Hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi yang menolak atau bahkan menjelaskan dasar kehadiran TNI di kampus. Diamnya otoritas kampus menunjukkan adanya pembiaran, atau bahkan lebih buruk, sebuah bentuk sikap keterlibatan dalam normalisasi militerisme ini. Sebagai lembaga pers mahasiswa, kami memandang sikap pasif tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai pendidikan tinggi.

Kita telah melihat bersama bahwa


setelah revisi UU TNI resmi disahkan pada Selasa (25/03/2025) lalu, tensi politik dan pergerakan militer ke ranah sipil telah benar-benar diperluas. Fenomena militer masuk kampus yang didapati di Universitas Airlangga tempo hari bukanlah insiden tunggal. 

Sebelumnya, telah terjadi hal serupa di Merauke, Papua. Tepat pada tanggal disahkannya revisi UU TNI, beredar surat dari Kodim 1707/Merauke kepada Sekretariat Daerah Merauke yang meminta data mahasiswa Papua yang sedang menempuh studi di kota lain besrta organisasi daerah yang mereka ikuti. Kodim menyebut permintaan itu sebagai bagian dari kerja intelijen dan pertimbangan komando. Mahasiswa dan pegiat HAM Papua mencurigai hal ini sebagai bentuk profiling dan upaya pembungkaman suara kritis mereka terhadap pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Tidak hanya itu, lebih jauh lagi, fenomena militer masuk kampus bahkan telah masuk dalam ranah formal pendidikan tinggi. Salah satunya adalah perjanjian kerja sama (MoU)  antara Universitas Udayana dengan Kodam IX/Udayana, yang ditandatangani pada Rabu (26/03/2025). Perjanjian tersebut mencakup pelatihan bela negara, pembinaan teritorial di dalam kampus, bahkan pemberian akses kepada prajurit aktif dan keluarganya untuk mengenyam pendidikan hingga jenjang S-3. Tidak berhenti di situ, kerja sama itu juga membuka peluang pertukaran data penerimaan mahasiswa baru, sebuah hal yang patut dipertanyakan urgensinya. Rektor Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana mengklaim kerja sama ini bersifat edukatif dan partisipatif. Namun, mahasiswa Udayana dengan tegas menolak kerja sama tersebut. Menurut mereka, perjanjian itu membuka peluang yang jauh lebih besar masuknya militer ke dalam ranah pendidikan sipil.

Keberadaan militer di dalam kampus juga mengancam kebebasan bersuara dan menyatakan pendapat, termasuk yang dilakukan melalui kerja-kerja jurnalistik oleh lembaga pers mahasiswa. Ancaman nyata ini tercermin dalam peristiwa yang dialami lembaga pers mahasiswa di UIN Walisongo. Kala itu, tepatnya pada Selasa (15/04/2025), sejumlah mahasiswa UIN Walisongo, Semarang, menggelar diskusi bertajuk “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-bayang Militer bagi Kebebasan Akademik.” Namun, diskusi itu tak berlangsung tenang, karena seorang anggota Babinsa dari Koramil Ngaliyan, Sersan Satu Rokiman, muncul di lokasi kegiatan. 

Beberapa hari berselang, lembaga pers mahasiswa di UIN Walisongo, Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat, menerbitkan berita tentang insiden tersebut. Tak ada kejanggalan atas informasi yaang dimuat dalam tulisan berita tersebut. Tulisan mereka memuat kronologi, kutipan saksi, dan dokumentasi. Bahkan, foto aparat yang disertakan sudah diburamkan. Namun, justru yang mereka dapatkan adalah tekanan dari Rokiman, personel TNI yang melakukan pengawasan saat berlangsungnya diskusi di hari sebelumnya. Melalui pesan pribadi, ia meminta agar berita diturunkan. Namun, pihak redaksi sepakat untuk tidak menurunkan berita tersebut walaupun mendapat tekanan. Merasa keberatannya tidak digubris, Rokiman mengancam akan menuntut menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika nama dan fotonya tetap dimuat. Alih-alih menjawab substansi laporan, Rokiman justru menyoal privasi. Sebuah ironi, mengingat ia hadir sebagai aparat negara dalam ruang publik sebuah kampus.

Tidak berhenti di situ, dua hari setelahnya, Rabu (16/04/2025), Universitas Indonesia turut didatangi prajurit TNI di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI saat berlangsung konsolidasi nasional mahasiswa. Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi menyebut bahwa kehadiran tersebut merupakan bentuk pemenuhan undangan dari seorang mahasiswa berinisial F dan bagian pengamanan kampus untuk "berdiskusi". Dandim 0508/Depok Kolonel Inf Iman Widhiarto menyatakan ia tiba di kampus pada pukul 21.00 WIB dan hanya berbincang santai mengenai pengalaman dinasnya di kantin kampus. Ia menyebut tak ada niatan intervensi maupun intimidasi. Namun, sejumlah mahasiswa merasa kehadiran militer di tengah forum konsolidasi mempertegas adanya upaya pemantauan terhadap kegiatan mahasiswa.

Sepekan sebelum peristiwa yang terjadi di Unair, pada Selasa (22/04/2025), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) sebelumnya juga mengalami hal yang sama. Rektor Unsoed kala itu bahkan memanggil BEM ke rektorat untuk menemui Kodim 0701/Banyumas. BEM Unsoed menolak panggilan tersebut. Namun, dua hari setelahnya mereka akhirnya memenuhi panggilan resmi itu. Pertemuan ini diklaim sebagai upaya “sosialisasi”, tetapi realitanya justru momen tersebut dijadikan kesempatan untuk menuntut klarifikasi pihak BEM sekaligus menagih permintaan maaf atas aksi penolakan mahasiswa terhadap UU TNI. 

Fenomena militer masuk kampus sebenarnya bukan suatu hal yang baru, pun juga tidak mengejutkan. Di era Orde Baru, praktik ini justru dilembagakan melalui Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang secara sistematis menyingkirkan aktivisme mahasiswa dan menggantikannya dengan kontrol struktural negara dengan cara-cara yang koersif. Masuknya aparat ke kampus hari ini adalah peringatan darurat bahwa pola-pola lama tersebut nyatanya belum sepenuhnya dihapuskan. Lebih buruk, hal ini menunjukkan upaya restorasi kekuasaan koersif di ruang-ruang yang seharusnya otonom dan steril dari militerisme.

LPM Retorika menilai bahwa hal ini bukanlah sekadar insiden biasa. Kita telah menyaksikan sendiri bagaimana upaya militerisasi tersebut mulai kembali menggerogoti ranah akademik. Praktik ini tentu sangat menodai prinsip-prinsip dasar pendidikan tinggi yang seharusnya menjunjung tinggi kebebasan akademik, otonomi kampus, dan ruang merdeka untuk bersuara. Pihak BEM menyebut peristiwa ini sebagai bentuk intervensi yang mengancam independensi kampus.

Sebagai lembaga pers mahasiswa, kami memandang rentetan kejadian ini sebagai preseden buruk dalam kehidupan demokrasi sekaligus ancaman serius terhadap kebebasan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Intimidasi terhadap mahasiswa saat menggelar diskusi, pemantauan terhadap aktivitas organisasi, hingga tekanan langsung kepada pihak redaksi lembaga pers mahasiswa. Semuanya menunjukkan bagaimana pola-pola tersebut secara sistematis diupayakan untuk membungkam suara kritis mahasiswa. Ketika pers mahasiswa turut diintervensi, maka yang sedang dilucuti tidak hanya kebebasan berekspresi saja, tetapi juga hak publik terhadap akses keterbukaan informasi yang faktual.

Kehadiran militer di dalam kampus sejatinya akan perlahan melemahkan hingga mematikan intelektualitas. Mahasiswa akan enggan bersuara, dosen akan takut mengajar dengan kritis, dan organisasi mahasiswa akan kehilangan fungsinya sebagai ruang alternatif berdemokrasi. Dari sinilah, pendidikan hanya akan menjadi instrumen pelestarian status quo.

Kampus bukan barak. Demokrasi tidak akan tumbuh di bawah bayang-bayang senjata. 

Bebaskan kampus dari militerisme! Lawan normalisasi kekuasaan koersif! Jaga marwah pendidikan!

Referensi

BBC. (2025, April 24). UU TNI: Mahasiswa UIN Walisongo Semarang 'diteror' anggota TNI buntut pemberitaan kehadiran militer di kampus. BBC. Retrieved May 4, 2025, from https://www.bbc.com/indonesia/articles/crld4ezpnejo

Girsang, V. I. (2025, April 2). Kontroversi Kerja Sama Universitas Udayana dengan TNI AD | tempo.co. Tempo.co. Retrieved May 4, 2025, from https://www.tempo.co/politik/kontroversi-kerja-sama-universitas-udayana-dengan-tni-ad-1226894

Nugroho, N. P. (2025, April 18). Penjelasan UI soal TNI Datangi Acara Konsolidasi Mahasiswa Nasional. Tempo.co. Retrieved May 04, 2025, from https://www.tempo.co/politik/penjelasan-ui-soal-tni-datangi-acara-konsolidasi-mahasiswa-nasional--1232915

Samosir, H. (2025, April 2). TNI masuk ranah perguruan tinggi di Bali hingga Papua, apa tujuannya? BBC. Retrieved May 4, 2025, from https://www.bbc.com/indonesia/articles/cq674npr2npo

Utami, K. D. (2025, April 25). Beritakan Soal TNI Masuk Kampus, Anggota Pers Mahasiswa UIN Walisongo Diintimidasi. Kompas.id. Retrieved May 4, 2025, from https://www.kompas.id/artikel/beritakan-soal-tni-masuk-kampus-anggota-pers-mahasiswa-uin-walisongo-diintimidasi

Penulis: Aveny Raisa, Afi Khoirunnisa, Naara Nava A.L., Fitri Jayitri I.S.

Editor: Salwa Nurmedina


TAG#aspirasi  #demokrasi  #pemerintahan  #politik