» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Jurnalis Gaza Gugur: Suara Kebenaran yang Dibungkam Peluru
04 April 2025 | Mild Report | Dibaca 118 kali
Jurnalis Gaza Gugur: Suara Kebenaran yang Dibungkam Peluru: Jurnalis Gaza Gugur: Suara Kebenaran yang Dibungkam Peluru Foto: The Guardian
Dunia jurnalisme kembali berduka. Mohammad Mansour, seorang jurnalis Palestina, tewas dalam serangan tentara Israel di rumahnya. Sang ayah tak kuasa menahan tangis melihat anaknya yang tak lagi bernyawa. Sementara itu, Hossam Shabat turut gugur saat kendaraannya dihantam tembakan IDF. Dua kematian tersebut memperjelas panjangnya daftar jurnalis yang tumbang di Gaza.

Retorika.id - Duka mendalam menyelimuti keluarga Mohammad Mansour. Sang ayah, dengan air mata yang tak terbendung, mendekap tubuh anaknya yang kini tak bernyawa. Mansour, seorang jurnalis yang selama ini bertahan melaporkan kondisi di Gaza, akhirnya tumbang di rumahnya sendiri, sebuah tempat yang seharusnya menjadi perlindungan bagi dirinya dan keluarganya.

Tak hanya Mansour, dunia jurnalisme kembali kehilangan seorang rekan wartawan lainnya. Hossam Shabat, jurnalis untuk Al Jazeera Mubasher, tewas dalam serangan yang menargetkan kendaraannya di Beit Lahiya. Sebelumnya, Shabat sempat mengalami luka akibat serangan Israel, tetapi tetap bertekad untuk terus melaporkan kondisi di Gaza. “Militer Israel menargetkan kendaraannya tanpa peringatan apa pun,” ungkap Al Jazeera melalui korespondennya, Tareq Abu Azzoum.

Israel sendiri membantah melakukan serangan terhadap jurnalis. Namun, dalam kasus Mansour dan Shabat, mereka mengklaim bahwa keduanya adalah bagian dari kelompok teroris. Pernyataan tersebut telah dibantah oleh Shabat yang melihatnya sebagai bentuk justifikasi Israel untuk membungkam jurnalis di Gaza.

Menurut data dari Government Media Office (GMO) di Gaza, sejak Oktober 2023, sebanyak 208 jurnalis telah tewas akibat serangan Israel. Di tengah keterbatasan akses bagi jurnalis asing, para jurnalis lokal menjadi satu-satunya sumber informasi yang menyuarakan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Mereka tidak hanya bertaruh nyawa, tetapi juga mengorbankan martabat demi


menyampaikan realitas konflik yang terjadi di Gaza saat media arus utama enggan meliputnya.

Sejak pecahnya konflik, Israel dituduh menargetkan jurnalis dan keluarga mereka secara spesifik. Tuduhan ini semakin kuat dengan meningkatnya jumlah wartawan yang gugur, baik dalam tugas maupun di rumah mereka sendiri. Human Rights Watch bahkan menyatakan bahwa Israel telah melakukan berbagai langkah untuk membungkam kebebasan pers dan menutupi realitas konflik.

“Ada kedekatan emosional dalam liputan Shabat. Ia mendokumentasikan rumahnya, lingkungan sekitarnya, dan itu membuat dunia luar mengenalnya lebih dekat,” jelas Ruth Michaelson, seorang wartawan The Guardian yang kerap meliput berita tentang Gaza. “Namun, sebelum kematiannya, ia pernah mengatakan bahwa ia merasa sedang diburu. Hal ini bukan pertama kali kami mendengar cerita seperti itu dari para jurnalis di Gaza.”

Pemerintah Israel berulang kali membantah menargetkan jurnalis, tetapi mereka juga sering kali melabeli wartawan yang terbunuh sebagai bagian dari kelompok bersenjata. Tahun lalu, enam jurnalis Al Jazeera yang berbasis di Gaza dituduh sebagai anggota Hamas dan Palestinian Islamic Jihad (PIJ), sebuah klaim yang secara tegas dibantah oleh Al Jazeera. Komite Perlindungan Jurnalis pun mengecam Israel atas upaya mencoreng nama baik jurnalis yang telah terbunuh dengan tuduhan tanpa bukti.

Di tengah kebungkaman dunia internasional, para jurnalis Palestina tetap berdiri tegak, meskipun di bawah bayang-bayang ancaman yang semakin nyata. Dengan pena dan kamera, mereka terus menyuarakan kenyataan yang berusaha disingkirkan. Namun, berapa lama lagi suara mereka bisa bertahan di tengah desingan peluru dan runtuhnya bangunan-bangunan kota mereka?

Dalam kondisi seperti ini, jurnalis bukan hanya sekadar menyampaikan berita, tetapi juga berjuang untuk bertahan hidup. Banyak dari mereka yang harus berpindah-pindah demi menghindari serangan, sementara yang lain tetap berada di tempat kejadian dengan risiko nyawa yang semakin tinggi. Kebebasan pers yang seharusnya menjadi pilar demokrasi kini berubah menjadi perjuangan bertahan di tengah medan perang.

Sementara itu, tekanan dari berbagai organisasi hak asasi manusia terus meningkat agar dunia internasional tidak menutup mata terhadap apa yang terjadi. Human Rights Watch, Reporters Without Borders, dan berbagai organisasi lainnya menyerukan perlindungan bagi jurnalis yang bekerja di zona konflik. Namun, hingga saat ini, perlindungan tersebut masih sebatas seruan yang sulit diterapkan di lapangan.

Di tengah situasi yang semakin mencekam, para jurnalis di Gaza terus menjalankan tugas mereka, meskipun ancaman datang dari segala arah. Mereka bukan hanya sekadar meliput berita, tetapi juga menjadi saksi dari realitas yang kerap berusaha ditutupi. Pertanyaannya, sampai kapan dunia akan membiarkan kebebasan pers diabaikan begitu saja?

Meski nyawa menjadi taruhannya, masih ada mereka yang tetap memilih untuk bertahan dan menyampaikan kebenaran. Karena pada akhirnya, selama masih ada suara yang berani berbicara, harapan untuk keadilan akan terus hidup, meskipun jalannya penuh dengan risiko dan pengorbanan.

Referensi:

Al-Jazeera. (2025, March 25). Al Jazeera journalist Hossam Shabat killed in Israeli attack on Gaza. Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/news/2025/3/24/al-jazeera-journalist-killed-in-israeli-strikes-in-northern-gaza 

Omer, N. (2025, March 28). Friday briefing: How Gaza is becoming the deadliest conflict zone for journalists. The Guardian. https://www.theguardian.com/world/2025/mar/28/friday-briefing-how-gaza-is-becoming-the-deadliest-conflict-zone-for-journalists 

Staff, C. (2025, March 24). CPJ denounces Israel’s killing of 2 more Gaza journalists in return to war. Committee to Protect Journalists. https://cpj.org/2025/03/cpj-denounces-israels-killing-of-2-more-gaza-journalists-in-return-to-war/ 

Penulis: Vanyadhita Iglian

Editor: Istiana Wahyu 


TAG#humaniora  #politik  #sosial  #