 (1).jpg)
Populer sebagai gim jorok; begitu cara penikmat gim Love and Deepspace membayangkan pandangan orang awam terhadap permainan tersebut. Di saat yang bersamaan, terdapat anggapan bahwa gim tersebut adalah safe space bagi banyak orang, khususnya perempuan.
Retorika.id - Mari kita sedikit berandai-andai. Bayangkan kamu adalah seorang perempuan muda, berprofesi sebagai pemburu monster, siapakah yang akan kamu pilih untuk menjadi pacarmu? a) Seorang bos Mafia berwajah sangar namun berhati lembut—Sylus, atau b) Seorang dokter dingin yang dulunya adalah teman masa kecilmu—Zayne?
Inilah dinamika yang ada dalam gim bertitel “Love and Deepspace” . Menjawab pertanyaan di atas, Rhea (nama samaran)—seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi Unair—-dengan mantap memilih Sylus.
“Yang bikin aku doyan (dengan gimnya, -red) sih karena aku emang fokus ke Sylus,” ujar Rhea di suatu Rabu sore kepada tim Retorika. “Aku suka storyline-nya, dan karena aku suka Sylus, aku baca-bacain semua ceritanya. Menurutku, aku cocok banget sama ceritanya dia (Sylus), karena ceritanya itu comforting banget, lucu banget, gemas banget, jadi aku bertahan selama ini karena itu.”
Sylus, si Bos mafia yang menjadi kekasih virtual Rhea adalah salah satu dari lima karakter laki-laki yang menjadi Love Interest di dalam permainan Love and Deepspace. singkatnya, di gim tersebut, pemain bisa memilih salah satu dari beberapa karakter laki-laki untuk dijadikan pacar.
Sementara itu, Dinda (nama samaran), teman seangkatan Rhea, justru memilih Zayne—si dokter dingin.
“Visual dia aku banget,” ujar Dinda ketika mendeskripsikan Zayne. “Dia digambarkan sebagai orang yang settle—emotionally and financially. Soalnya, dia udah jadi dokter bedah di umur 27 tahun, bayangin aja! Jadi aku jatuh cinta sama dia.”
Zayne dan Sylus—sebagaimana dibicarakan oleh Rhea dan Dinda—adalah contoh Love Interest yang terdapat di dalam sebuah gim otome. Otome game (secara harfiah berarti "gim perawan") adalah genre gim yang dirancang untuk pemain perempuan yang memberi ruang bagi mereka untuk mengembangkan hubungan romantis dengan karakter laki-laki virtual.
Sebelum Love and Deepspace, beberapa gim otome paling populer adalah Mystic Messenger, Mr. Love, dan Tears of Themis. Namun, Love and Deepspace hadir sebagai inovasi baru dengan menjadi gim otome 3D pertama di dunia, menggantikan model 2D yang yang menjadi standar pada genre otome.
Dalam Love and Deepspace, pemain dapat bertemu lima tokoh laki-laki yang kelak menjadi love interest: Xavier—Hunter Legendaris, Rafayel—seorang pelukis terkenal, Zayne—teman masa kecil MC (Main Character atau karakter pemain) yang menjadi dokter, Sylus—pemimpin Onychinus (organisasi terlarang), dan Caleb—teman masa kecil pemain yang menjadi kolonel.
Bisa dibilang, Love and Deepspace sedang sangat naik daun saat ini. Setahun sejak dirilis pada Januari 2024, Love and Deepspace sudah berhasil meraih 50 juta pemain global. Selain itu, gim yang hanya memiliki 5 karakter utama ini berhasil merebut takhta sebagai gim gacha dengan pendapatan terbanyak di dunia; bahkan mengalahkan Genshin Impact yang memiliki lebih dari 100 karakter utama pada Desember 2024.
Semua itu datang dari kemampuan Love and Deepspace untuk memikat pemainnya. Contohnya pada Rhea, effort yang dia berikan Rhea untuk “mengencani” pacarnya itu pun bukan main-main.
“Kalau ditotal-total dari awal, (keluar uang) jutaan (rupiah) itu ada,” katanya. “Aku trauma dan nggak mau lagi, jadinya sekarang lebih ngorbanin ke effort. Tiap hari aku harus login, menyelesaikan misi harian.”
Namun, popularitas yang datang tidak lepas dari kontroversi. Rhea pun mengatakan bahwa visual yang disuguhkan oleh Love and Deepspace akan langsung dikenali khalayak awam, tapi dengan konotasi yang cenderung negatif.
“Populer, cuma mereka ngecapnya sebagai gim jorok, ini gim bokep,” ujarnya.
dir="ltr">Gim Bokep?
Prasangka bahwa Love and Deepspace adalah gim porno (bokep) mungkin berawal dari fakta bahwa gim tersebut berbeda dengan gim otome lain yang kebanyakan masih menggunakan model 2D. Sebagai gim otome pertama di dunia yang mengusung model 3D, interaktivitas yang dipicu di dalam Love and Deepspace jadi seolah-olah sangat nyata.
Ketika Windah Basudara, salah seorang Youtuber sekaligus game streamer terkenal, menayangkan gameplay Love and Deepspace di kanal Youtube-nya, interaktivitas yang sama menimbulkan banyaknya komentar negatif yang dilontarkan oleh fans Windah yang sebagian besar adalah laki-laki.
“Aduhai jomok (homoseksual-red) nyee, gim khusus ceue birahi smua,” tulis akun Youtube @axsee.
“....TAKUT KETAUAN KOMINFO KALO gim MEREKA gim LACUR AOWKWKWKWKW MAMPUSSSSS MAINKAN BANG WINDAH BIAR NANTI KITA SPAM BINTANG 1 RAME2” ketik akun Youtube @ARIF RACHMAN
Gim Love and Deepspace memang menyediakan fitur-fitur yang menyimulasikan kencan di dunia nyata. Pemain dapat berinteraksi layaknya kekasih sungguhan dengan para karakternya, seperti berciuman intens dan melakukan hubungan seksual (meski secara implisit).
Maka dari itu, tidak mengherankan apabila fans Windah Basudara—yang mayoritas laki-laki—merasa geli ketika memainkan gim tersebut. Namun, perlu digarisbawahi bahwa Love and Deepspace adalah sebuah dating simulator dengan target pasar perempuan dewasa; gim yang perkembangannya tidak lepas dari perkembangan dating simulator yang diperuntukkan untuk laki-laki.
Love and Deepspace sebagai Gim Otome
“Otome ini bukan fase yang pertama,” ujar Angga Prawadika Aji selaku Dosen prodi Ilmu Komunikasi FISIP Unair dengan fokus di bidang gim. Ia lanjut menerangkan bahwa dulunya, mayoritas dari dating simulator dibuat di Jepang, bersifat seksual, dan ditargetkan untuk laki-laki. Gim-gim tersebut tentunya tidak mampu menarik perhatian pemain perempuan.
“Sampai kemudian berkembang dengan media sosial. Nah, sekarang dengan adanya media HP, berkaitan juga popularitas dari idols, terutama K-Pop dan lain-lain sebagainya, itu kemudian memberikan ruang, dan trend juga, di mana kemudian dating simulator itu dapat mengisi fantasi seksual gadis muda,” kata Angga lagi, yang sekaligus menjelaskan fitur-fitur bernuansa seksual yang terdapat di dalam Love and Deepspace. Ia justru berpendapat bahwa hal tersebut harusnya tidak jadi satu hal yang tabu untuk dibicarakan.
“Itu adalah kebutuhan yang kemudian dilihat oleh banyak developer; developer Cina yang kemudian akhirnya untuk memenuhi ‘imajinasi’ itu,” ujarnya ketika diwawancarai pada Jumat (14/03/2025).
Lebih lanjut, Angga mengatakan bahwa fantasi dipicu oleh outlet seperti gim otome dapat menyebabkan obsesi atau perilaku halusinasi, terutama jika pengguna tidak memiliki kontrol emosional dan psikologis yang kuat. Fenomena yang sama juga sering terjadi pada gim otome dan fandom, termasuk fandom Korea, yang menunjukkan keterikatan emosional yang mendalam terhadap karakter imajiner.
Lantas, apakah hal tersebut terjadi? Mari kita kembali ke Rhea dan Dinda.
Rhea sendiri mengakui bahwa ia memandang avatar yang ia mainkan sebagai semacam alter ego. “Aku gabisa naruh mukaku di LADS (singkatan dari Love and Deepspace) dan aku punya kesadaran kalau Sylus yang ketemu aku dia paling kek ‘siapa luh’ makanya aku mendesain MC (karakter pemain) ku agar tidak mirip dengan aku dan aku cantik-cantikin sebagai bentuk sadar realitaku aja,” ujarnya. “Jadi I see myself as MC, tapi kontradiktifnya, aku gabisa menggambarkan diriku sepenuhnya as MC.”
Sementara itu, Dinda justru tidak melihat avatar yang dia buat sebagai dirinya sama sekali.
“Jujur enggak. Kalau rupa wujud MC-nya itu ada di gim, jadi kalau tidak pakai sudut pandang orang pertama, aku nggak melihat diriku sebagai MC. Tapi, kalau sudut pandangnya orang pertama, aku melihat diriku sebagai MC.”
Love and Deepspace sebagai Safe Space
Kembali pada konflik antara penggemar Windah Basudara dengan pemain Love and Deepspace. Pada 15 Januari 2025, seorang pemain LADS bercuit di X: “Bang Windah lu jadi sexist, misogyny enabler bgt parah. Cewe disuruh main gim otome aja. Giliran main otome, cowo cowo nih pd invade safe space cewe. Mmg cowo patriarki ini g bisa ya liat cewe seneng dikit.”
Hal ini memunculkan satu pertanyaan: bisakah gim otome, sebuah dating simulator, menjadi safe space; sebuah julukan yang biasanya diperuntukkan untuk forum atau komunitas online?
Rhea menjawab iya, berdasarkan dua hal: komunitas gim LADS yang didominasi oleh perempuan dan pemain yang bebas untuk memilih Love Interest mana yang diingini.
“Di situ cowoknya ada 5 dan kita bisa fit in personality yang mana. There are times yang aku lebih suka Rafayel, pingin dirawat sama Zayne, dan there are times yang aku lebih nyaman sama Sylus,” ujar Rhea sembari menyebutkan nama-nama karakter Love Interest yang pernah ia kencani di LADS. “Jadi kita bisa milik cowok yang mana aja. Yang bikin aku safe adalah menemukan personality yang cocok sama aku lewat karakter di gim. Karena aku cocok sama Sylus, aku jadi nyaman buat berekspresi.”
Intan Fitranisa, selaku anggota Unsur Dosen Satuan Tugas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unair, menemukan kesamaan fenomena Love and Deepspace sebagai safe space dengan aplikasi kencan Bumble yang acapkali dipakai oleh teman-temannya.
“Dan mereka cerita bahwa memang itu disettingnya untuk perempuan. Perempuan yang punya hak untuk memilih, menentukan siapa yang mau diajak dating dan sebagainya. Dan aku lihat di gim ini kan juga seperti itu; main karakternya itu perempuan yang di mana dia bisa memodifikasi identitasnya.”
Sayangnya, Intan menyebutkan bahwa ruang yang diberikan oleh aplikasi semacam Love and Deepspace dan Bumble kepada perempuan—yaitu ruang untuk bebas mengekspresikan seksualitas mereka—justru sering dipandang negatif oleh budaya patriarki. Padahal, keberadaan ruang aman (safe space) tersebut bisa dilihat dari perspektif feminis sebagai sarana bagi perempuan untuk mengekspresikan sesuatu yang selama ini sulit dilakukan secara lugas.
“Human-nya, perempuannya, punya kebebasan mutlak untuk ngapain-ngapain di situ (Love and Deepspace). Sebagai perempuan bisa memilih, dalam artian perempuan itu tidak langsung memainkan pilihannya secara sadar dan sendiri. Karena pada faktanya tidak semua perempuan itu kalem ketika dalam relationship. Namun, karena sistem sosial masyarakat kita itu yang tidak menerima hal-hal itu.”
Sehingga, Intan pun lanjut menjelaskan bahwa gim semacam Love and Deepspace memang cenderung memberikan ruang bagi perempuan untuk mengeksplorasi seksualitasnya, sesuatu yang cenderung tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya ketimuran yang dianut oleh Indonesia.
“Jadi tergantung bagaimana cara melihat POV-nya. Tapi tapi kalau melihat dari itu tadi memang ini bisa dibilang memang kalau menurutku sih itu memang alternative space memang bagi perempuan untuk mengeksplorasi seksualitas perempuan dan bagaimana dia pengen menciptakan dunia seksualitas yang dia mau gitu.”
Hal ini terlihat pada pengalaman Rhea dan Dinda. Dinda mengagumi fakta bahwa karakter Love and Deepspace tidak menghakimi dan mendukung karakter pemain dalam gimnya.
“Nggak ada yang nge-judge gitu loh di dalam gim tersebut, walaupun orang-orang di luar nge-judge kita kenapa main gim tersebut, tapi karakter-karakter di dalam gim itu nggak nge-judge kita sama sekali. Jadi itu alasanku kenapa gim disebut safe space buat cewe.”
Sejalan dengan Dinda, menurut survei yang dilakukan di forum Reddit r/LoveandDeepspace, sebanyak 680 pemain gim Love and Deepspace mengaku bermain karena merasa dipilih dan disayangi. Sementara itu, 539 pemain tertarik karena karakter love interest yang penuh gairah dan setia, sedangkan 527 pemain memilih alasan bahwa karakter tersebut lucu dan playful.
Sementara itu, Rhea memiliki sudut pandang lain. Ia mengungkapkan bahwa ia justru mengagumi gim Love and Deep Space karena fitur-fiturnya yang seolah-olah didesain khusus untuk perempuan. “Aku suka fakta kalau gimnya itu woman-gazed banget, dia itu sangat adjusting ke perempuan, mulai dari POV—kindled POV kita jadi cewek alias protagonis—sampai ada period tracker, daily tracker, kayak woah gila banget! Aku terharu banget, jadi mereka benar-benar bikin gim yg sangat untuk perempuan dan aku bisa main dengan tenang jadi aku merasa happy banget,” ungkapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Angga berpendapat bahwa kepopuleran dating sims, seperti Love and Deepspace justru merupakan bagian dari fenomena yang lebih besar, di mana kebutuhan manusia akan relasi bisa terus dipenuhi oleh media. Sehingga, fenomena ini akan terus berlanjut.
“Saya pernah membaca sebuah artikel menarik di The Atlantic yang mengatakan bahwa semakin ke depan, manusia itu akan semakin enggan untuk memiliki relasi, relationship dengan lawan jenis atau nikah atau sexual intercourse. Bukan karena apa-apa, karena kemudian outlet keinginan-keinginan ini bisa dipenuhi oleh alat atau media. Mungkin ini juga salah satunya,” ujarnya.
Namun, menurut Intan, yang perlu digaris bawahi adalah Love and Deepspace merupakan sebuah simulasi, bukan gim yang bisa menjadi standar bagi dunia nyata.
“Too good to be true,” ujarnya dalam menanggapi interaksi yang ditawarkan oleh karakter di dalam LADS. “Ya kita cukup sebagai orang yang menikmati media-media itu ya anggap aja itu seperti tadi ya, sebagai ruang simulasi aja dan tidak menjadikan itu sebagai patokan yang sampai mempengaruhi kita in real life,” kata Intan.
Pada akhirnya, seperti yang diungkapkan oleh Intan, penting untuk tetap memandang gim sebagai simulasi belaka—bukan pengganti hubungan di dunia nyata. Namun, fenomena safe space yang tercipta berkat kehadiran gim otome tidak hanya membuktikan bahwa kebutuhan emosional manusia semakin dapat dipenuhi oleh teknologi, tetapi juga merepresentasikan bagaimana teknologi membantu perempuan mereklamasi sesuatu yang sebelumnya direnggut oleh budaya ketimuran: ruang aman untuk mengekspresikan seksualitas dan mengeksplorasi fantasi dalam bentuk yang tidak selalu dapat ditemukan di dunia nyata.
“Mungkin orang lain mandangnya kita kaya orang gila, kenapa pacaran sama karakter di gim?” ucap Dinda pelan. “Namun, aku harap mereka tidak terlalu menghakimi sebagai orang awam. We never know what others been through, dan kita nggak tau apa yang mereka rasain selama main gim tersebut,” pungkasnya malam itu kepada saya.
Referensi:
Reddit. (2025) Survey results. Retrieved March 29, 2025, from https://www.reddit.com/r/LoveAndDeepspace_/comments/1j11a3t/survey_results/
Penulis: Naara Nava Athalia Lande
Editor: Aveny Raisa
TAG: #gender #humaniora # #