"Kita Mati", sebuah aksi teatrikal untuk mengenang dua puluh tahun masa Reformasi dilaksanakan di Taman Demokrasi FISIP Universitas Airlangga, pada pukul pukul 12.30 (22/5). Cerita akan keganasan Orde Baru dan refleksi terhadap demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, disuguhkan dengan puisi dan gerak teater yang luwes, yang mampu menggugah warga FISIP yang melihatnya. Tidak lupa aksi ini juga mengingatkan kita bahwa kasus dua mahasiswa yang hilang pada saat Orde Baru, belum juga diusut hingga tuntas.
retorika.id (24/05) - Aksi teatrikal untuk mengenang dua puluh tahun masa Reformasi dilaksanakan di Taman Demokrasi FISIP Universitas Airlangga, pada pukul pukul 12.30 (22/5). Acara yang merupakan wujud realisasi program kerja Kementrian Sosial Politik BEM FISIP Unair ini dalam pelaksanaanya bekerja sama dengan Puska (Puisi Kamar), yaitu salah satu Badan Semi Otonom di FISIP yang bergerak di bidang teaterikal.
Acara ini menampilkan drama teatrikal untuk menggambarkan bagaimana keadaan Indonesia pada masa Reformasi, serta untuk merefleksikan demokrasi selama ini. Aksi ini menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia melalui puisi dan gerak teater yang
luwes. Keganasan Orde Baru secara gamblang disimbolikkan dengan seorang laki-laki yang semena-mena mengumumkan keotoriterannya sebagai pemimpin. Suasana menjadi mencekam ketika ia melakukan tindak kekerasan dengan cara menendang serta menyiramkan air berwarna merah kepada laki-laki yang berperan sebagai rakyat dan mahasiswa yang diikat dikursi sebagai simbol pertumpahan darah. Drama ini secara tersirat menyinggung peran mahasiswa yang kehilangan nyawanya pada masa Reformasi. Pada sebelah kanan panggung, tergeletak manusia yang dibalut kain kafan sebagai simbol nyawa yang melayang saat pergantian dari masa Orde Baru menjadi Reformasi. Drama ini diakhiri dengan dinyanyikannya lagu Darah Juang oleh semua pemain drama.
Teatrikal ini disaksikan oleh warga FISIP dengan antusias, terlihat dari riuh tepuk tangan yang ada ketika acara berdurasi sekitar 30 menit ini berakhir. “Acara ini sangat bermanfaat untuk menghadirkan kembali ingatan tentang masa Reformasi, serta peran mahasiswa di dalamnya,” ungkap salah satu penonton yang hadir ketika ditanyai mengenai manfaat diadakannya drama ini.
Menariknya pertunjukan ini hanya membutuhkan persiapan dalam satu hari dan tanpa naskah khusus secara detail. “Kami dari Kementrian Sosial Politik tidak memiliki basic dalam drama, jadi kita menyerahkan konsepnya kepada Puska lalu mereka mematangkan konsep dan baru kemaren kita latihan,” ungkap Huda Ismail H. selaku Menteri Sosial Politik. Menurutnya, pementasan ini diadakan ntuk mengenang dua orang mahasiswa dari FISIP sendiri yang hilang , dan hingga kini pemerintah masih bungkam dengan hal tersebut.
TAG: #bem #demokrasi #fisip-unair #humaniora