» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Politik Praktis Masuk Kampus, Memang Boleh?
13 Agustus 2023 | Opini | Dibaca 3701 kali
Politik Praktis Masuk Kampus, Memang Boleh?: - Foto: CNN Indonesia
Di tengah sorotan intens pada peran politik di lingkungan pendidikan, perguruan tinggi menjadi panggung sentral perdebatan sebagai saksi dari konflik keterlibatan politik praktis dalam kampus. Dalam konteks ini, penolakan beberapa universitas terhadap kehadiran Rocky Gerung, seorang tokoh publik dengan pandangan politik tajam, menyoroti pertanyaan terkait: Sejauh mana politik praktis boleh masuk kampus? Dengan kontroversi yang mengelilingi isu ini, kita menjelajahi dinamika politik di perguruan tinggi dengan perspektif yang beragam tentang dampaknya pada pembelajaran, kebebasan akademik, dan tujuan utama dari pendidikan tinggi.

Retorika.id - Diskusi tentang politik dalam lingkungan kampus bukanlah suatu fenomena baru. Namun dengan adanya polarisasi politik dan munculnya gerakan mahasiswa yang aktif, perdebatan mengenai keterlibatan politik praktis di lingkungan kampus semakin kompleks. Secara tidak langsung, struktur dan upaya politik praktis mengajak pihak lain untuk berpartisipasi dalam bidang politik (Nardeak, 2015). Biasanya kegiatan yang akan ditunggangi adalah seminar-seminar, dengan cara mengundang tokoh-tokoh politik. Menurut Nardeak (2015) politik praktis merupakan “politik kotor” yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik dengan baik dan benar, secara taktis politik praktis berusaha untuk memperjuangkan kekuasaan. 

Keputusan beberapa kampus untuk menolak kehadiran Rocky Gerung sebagai pembicara atau pengajar mengundang perdebatan sejauh mana politik praktis boleh masuk ke dalam lingkungan perguruan tinggi.  Keputusan untuk menolak atau mengundang individu tertentu sebagai pembicara maupun pengajar adalah keputusan yang harus dipertimbangkan dengan cermat, termasuk dari segi dampaknya terhadap tujuan utama perguruan tinggi. 

Beberapa kampus mungkin mengambil sikap untuk menjaga netralitas lingkungan belajar mereka. Kampus sebagai lembaga yang netral terhadap praktik politik sudah pernah disampaikan oleh Pelaksana tugas Direktur Jenderal


Tinggi, Riset, dan Teknologi (DIRJEN DIKTI), Prof. Nizam pada DetikNews (25/04/2022). Prof Nizam mengatakan bahwa kampus sebagai lembaga akademik harus menjaga kebenaran ilmiah, bahkan tidak terdapat larangan untuk mahasiswa yang ingin terjun ke dunia politik. Beliau juga mengatakan bahwa menjaga kampus dari politik praktis merupakan tugas bersama agar marwah kampus sebagai lembaga ilmiah pencari kebenaran tidak terganggu. 

Di sisi lain, ada pandangan bahwa kampus harus menjadi tempat berbagai pandangan politik dapat dibahas dan diperdebatkan. Keterlibatan tokoh-tokoh publik dalam dunia politik dapat memberikan wawasan yang berharga kepada mahasiswa dan mendorong pemahaman mendalam tentang proses politik. Diskusi dan debat harus didorong dalam kerangka etika dan penghargaan terhadap hak-hak semua individu.  Namun, pertanyaannya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara pendidikan politik yang seimbang dan netralis? 

Perlu digarisbawahi bahwa setiap keputusan yang diambil oleh kampus memiliki latar belakang dan konteks masing-masing. Keputusan untuk menolak atau mengundang tokoh publik dalam dunia politik sebagai pembicara atau pengajar adalah keputusan yang harus dipertimbangkan dengan cermat, juga dari segi dampaknya terhadap tujuan utama perguruan tinggi. 

Keterlibatan politik praktis di kampus dapat menimbulkan tantangan tertentu. Misalnya, muncul ketidakseimbangan dalam representasi pandangan politik tertentu, yang dapat mempengaruhi lingkungan belajar yang inklusif. Selain itu, jika politik praktis terlalu dominan, dapat mengganggu tujuan utama perguruan tinggi dalam memberikan pendidikan berkualitas. Perguruan tinggi perlu terus menjaga keseimbangan antara memberikan ruang untuk berpendapat dan menjaga lingkungan belajar yang inklusif serta objektif.  

Menjawab pertanyaan terkait dengan sejauh mana politik praktis boleh masuk lingkungan kampus adalah suatu permasalahan yang kompleks, yang membutuhkan keseimbangan antara kebebasan akademik, netralitas, dan pendidikan politik. Politik praktis boleh masuk ke dalam perguruan tinggi selama hal itu tidak mengorbankan integritas akademik dan nilai-nilai inklusivitas. Dalam hal ini, perguruan tinggi harus berfungsi sebagai tempat yang mana mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman mendalam tentang isu-isu politik tanpa mengorbankan tujuan utama pendidikan. 

 

Referensi:

Beritasatu. (2018, September 21). Menristekdikti Kembali Tegaskan Larangan Politik Praktis di Kampus [Video]. https://youtu.be/aYIe1xMQoNk 

 

Damarjati, D. (2022, April 25). Soal Partai Mahasiswa, Kemdikbud Ingatkan Jaga Kampus dari Politik.https://news.detik.com/berita/d-6049700/soal-partai-mahasiswa-kemdikbud-ingatkan-jaga-kampus-dari-politik-praktis. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2023 pukul 19.20. 

 

KompasTV Pontianak. (2023, Agustus 02). Rocky Gerung Ditolak Jadi Pembicara di UNAIR, Kampus Khawatir Seminar Bermuatan Politik [Video]. https://youtu.be/JuJk9owSTm4

 

Nadeak, L. (2015). KLERIKUS DILARANG BERPOLITIK PRAKTIS Promosi Agar Klerikus Aktif Berpolitik Kepedulian Sosial. Logos, 12(2), 90-101.

 

Official iNews. (2022, Juli 07). Polemik Kampanye di Kampus, KPU Menilai Pemilu Kampus Sah-sah Saja #iNewsPrime [Video]. https://youtu.be/YaVxq2pzWiY 



Penulis: Tim Riset Litbang (Nur Hidayah & Nadifa Anindya)

Editor: Marshanda Lintang

 


TAG#akademik  #aspirasi  #demokrasi  #dinamika-kampus