» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Info Kampus
Aksi Solidaritas dan Doa Bersama Ala Universitas Airlangga
16 Mei 2018 | Info Kampus | Dibaca 1917 kali
Aksi Solidaritas dan Doa Bersama Ala Universitas Airlangga: - Foto: Maulani Shayrozad
"Kita ini banyak kesamaan tapi mengapa kok mencari perbedaan." Kutipan tersebut sepertinya mampu membingkai integrasi yang memunculkan solidaritas di kalangan mahasiswa Unair, terkait sikap mereka terhadap aksi teror bom yang belakangan ini terjadi di Surabaya. Bertempat di Kampus C Unair, BEM Unair mengajak partisipan yang hadir untuk merefleksikan diri, menunjukkan sikap yang tak gentar pada para teroris, serta berdoa dan menyalakan lilin sebagai wujud keprihatian pada korban bom.

retorika.id (16/05) - Pekan ini Surabaya dikejutkan oleh peristiwa bom yang meledak di 3 gereja di Surabaya. Di antaranya adalah Gereja Katholik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekostan di Jalan Arjuno. Kejadian tersebut memakan korban, baik yang meninggal maupun yang luka-luka.  Adanya peristiwa bom di Surabaya ini memancing reaksi arek Suroboyo untuk menggalakkan jargon “kami tidak takut”. Terlihat dari banyaknya aksi solidaritas dan doa bersama yang dilakukan berbagai kalangan. Demikan pula dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga ini juga menggelar aksi solidaritas dan doa bersama (15/05) atas korban akibat pengeboman di Surabaya.

BEM Universitas Airlangga mengajak para mahasiswa dan masyarakat Surabaya untuk datang pada acara tersebut dengan menggunakan baju serba putih. Acara baru dimulai pada jam 18.30 WIB di area Danau Cinta di Kampus C Unair dan diikuti oleh puluhan partisipan. Acara diawali dengan sambutan oleh MC, dan dilanjutkan sambutan oleh Teja, selaku ketua BEM Unair. Dengan jargon-jargon “Kami tidak takut teroris! Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia,” Tejo membakar semangat para mahasiswa yang hadir.

Setelah sambutan dari ketua BEM, MC


mempesilahkan kepada peserta yang hadir bisa berkenan menyampaikan gagasannya, bisa melalui pepatah atau sebuah puisi. Tak lama, ada seorang pria paruh baya yang mengenakan sarung maju ke tengah-tengah mahasiswa dan berniat ingin menyampaikan gagasannya. Ia tinggal di dekat kampus C. Ia merasa salut dan terharu melihat aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga. Di akhir penyampaian ia juga memberikan semangat kepada arek-arek Suroboyo, “Kami tidak takut, Janc*k teroris, wani kon nang kene!” Aksi tersebut pun mengundang tawa peserta lainnya.

Masih dalam mimbar bebas, sambutan lainnya dari seorang mahasiswa Universitas Airlangga yang beragama Katholik dan biasanya beribadah di Gereja Santa Maria, Ngagel. Ia berujar bahwa di Universitas Airlangga terdapat kumpulan mahasiswa yang beribadah di gereja tersebut dan bertugas gantian menjaga parkirannya. Dan pada minggu, 13 Mei yang lalu, kebetulan ia tidak bertugas untuk menjaga parkiran. “Seandainya saja saya dan kumpulan mahasiswa UNAIR ada disitu bagaimana? Kita ini banyak kesamaan tapi mengapa kok mencari perbedaan.” Maksud yang ia tekankan adalah supaya bisa lebih menghargai perbedaan dan menanamkan kasih pada sesama. Selain itu ia merasa peran mahasiswa sebagai ujung tombak pendidikan harusnya membuat mereka dapat menegakkan kebenaran dari adanya kesalahan dalam pendidikan seperti ajaran radikal yang dianut teroris ini.

Setelah dilaksanakan mimbar bebas, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan puisi. Puisi yang dibacakan, mengajak peserta untuk merefleksikan kembali arti Indonesia bagi peserta sebagai warga negara. Hal ini bisa dilihat setelah beberapa bait awal puisi dibacakan, penyair sekonyong-konyong menyanyikan lagi Indonesia Pusaka. Aksi penyair tersebut kemudian diikuti oleh puluhan peserta yang melingkar di depan Gedung Rektorat Universitas Airlangga.

Setelah menyanyikan lagu Indonesia pusaka, penyair membaca bait-bait lirik syairnya. Tiba-tiba pada akhir pembacaan puisi, penyair kembali menyanyikan lagu Indonesia Pusaka tetapi dengan mengubah lirik lagu tersebut. Lagu yang liriknya memuji Indonesia tersebut, diubah menjadi lagu yang menyesali berbagai kondisi keburukan yang menimpa Indonesia. Seperti pada lirik di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda , diubah menjadi di sana banyak orang lupa, dibuai kenikmatan dunia.

Selepas pembacaan puisi tersebut, kegiatan semestinya dilanjutkan dengan mengheningkan cipta. Tetapi seakan menyimpang dengan baik dari jadwal, kegiatan selanjutnya adalah aksi teatrikal. Pada aksi tersebut para peserta yang semula berdiri kemudian memposisikan dirinya masing-masing untuk duduk melingkari panggung aksi. Saat aksi teatrikal dimulai, para peserta mulai menyalakan lilin masing-masing.

Aksi teatrikal tersebut berlakon seorang ibu pemilik bom. Aksi ini dimainkan olah dua orang, satu sebagai aktor dan yang lain sebagai pemain musik. Sepanjang aksi teatrikal tersebut para peserta dijejali solilokui si ibu pemiliki bom. Solilokui sendiri, adalah wacana seorang tokoh terhadap dirinya sendiri dalam drama untuk mengungkapkan perasaan. Dalam solilokuinya, si tokoh begitu reflektif terhadap makna bom yang terikat di dadanya.

Segera setelah aksi teatrikal, peserta diajak merenungi beberapa kejadian bom bunuh diri di Kota Surabaya dengan mengheningkan cipta. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Fairuz, wakil ketua BEM Unair. Rangkaian kegiatan diakhiri pada pukul 20.00 WIB dengan sesi foto bersama para peserta dengan ketua dan wakil ketua BEM Unair di depan Gedung Rektorat Unair.

 

Reporter : Maulani Syahrozad, Shania Amalia, dan Moch. Khoirudin

 


TAG#agama  #bem  #dinamika-kampus  #surabaya