» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Pop Culture
“Barbie”: Merenungi Makna Feminisme, Patriarki, Hingga Toxic Masculinity dalam Kehidupan
26 Juli 2023 | Pop Culture | Dibaca 898 kali
“Barbie”: Merenungi Makna Feminisme, Patriarki, Hingga Toxic Masculinity dalam Kehidupan: - Foto: Pinterest
ilm Barbie yang baru saja rilis di bioskop memberikan kesan yang baik dan cukup memukau. Film ini bagaikan nostalgia bagi orang-orang yang pernah memainkan boneka barbie sewaktu kecil, karena dapat terlihat dari setting film yang bernuansa serba pink sehingga dapat membawa seseorang benar-benar masuk ke dalam dunianya.

Retorika.id - Salah satu momen yang mengguncang dunia industri perfilman dunia adalah rilisnya film “Barbie” yang menuai gebrakan. “Barbie” sendiri merupakan film drama komedi yang disutradarai oleh Greta Gerwig dengan mengangkat dari sebuah merek mainan. Film tersebut berkisah tentang Barbie (diperankan oleh Margot Robbie), sosok boneka yang hidup dalam negeri fantasi bernama Barbie Land (sebuah negeri dimana para Barbie merasa aman tanpa rasisme dan diskriminasi bagi mereka yang merupakan perempuan). 

Barbie Land adalah tempat di mana seluruh Barbie tinggal dengan aktivitas harian yang membahagiakan dan ideal. Dalam dunia tersebut, para Barbie dapat menjadi profesi apapun yang mereka inginkan, seperti dokter, model, peraih nobel, dan presiden. Mereka juga meyakini bahwa para Barbie dapat mempengaruhi perilaku kehidupan manusia di dunia nyata. Selain Barbie, di Barbie Land juga terdapat Ken (Ryan Gosling) dan Allan (Michael Cera), sosok boneka laki-laki yang mendampingi atau tokoh sampingan dari


Barbie. 

Semua kebahagian dan kesempurnaan itu perlahan terasa mengambang ketika Barbie menjalani aktivitasnya dengan normal dan mulai mempertanyakan konsep kematian, hal ini membuat dia menjadi malfungsi dan cacat bagi sebuah boneka barbie yang stereotipikal. Untuk memperbaiki kondisinya, dia harus pergi berkelana ke dunia nyata untuk mencari anak yang memainkannya. Harapannya dia bisa memperbaiki kondisi emosi anak tersebut dan kembali normal. 

Barbie memulai sebuah perjalanan yang sangat panjang diikuti oleh Ken yang memang terkesan sangat bucin kepadanya.Ketika mereka sampai di dunia nyata, ternyata kehidupan di dunia nyata sangat berbanding terbalik pada kehidupan mereka sebelumnya. Banyak hal-hal yang membuat mereka bertanya-tanya mengenai jati diri mereka sendiri.

Saat pertama kali menonton film tersebut, mungkin banyak orang yang mengira bahwa ini hanyalah sebuah film hiburan bagi anak-anak yang berisi komedi konyol dan hal sentimentil bagi perempuan. Namun film “Barbie” berhasil memberi ruang bagi penonton untuk berpikir, dan mengamati dunia sekelilingnya. Penonton diajak untuk merenungi akan makna hidup, hakikat untuk apa kita diciptakan hingga ketimpangan gender yang terjadi saat ini. Mengingat di awal film menampilkan glamornya dunia fantasi serta kehidupan para boneka yang begitu glamor dan rutinitas sederhana, bagian tersebut memang di set untuk membagikan keceriaan. Memasuki pertengahan film, penonton diajak untuk membahas hal-hal yang serius berkaitan dengan dunia yang sebenarnya.

Film “Barbie” secara tersirat memberikan sebuah pesan moral bahwa terdapat poin dari Sustainable Development Goals yang harus dipenuhi yakni kesetaraan gender dan poin tersebut digambarkan dalam Barbie Land. Barbie Land dianggap sebagai kondisi ideal bagi perempuan di dunia ini. Barbie Land merupakan tempat paling aman bagi perempuan dimana dalam dunia itu perempuan berhak menjadi apa saja dan memilih keputusan apapun dalam hidupnya termasuk menjadi seorang pemimpin. Selain itu, Barbie Land juga memberikan rasa aman dan nyaman melakukan aktivitas tanpa kejahatan, bahkan para Barbie bebas akan budaya patriarki.

Pada segi plot, film Barbie memberikan kritik terhadap penggambaran kondisi sosial dan ruang lingkup global dengan sarkastik. Chemistry akting Margot Robbie yang memikat dan Ryan Gosling yang kekanak-kanakan dapat memicu gelak tawa sepanjang film. Jajaran cast lainnya yang tak kalah menarik adalah America Ferrera yang berperan sebagai Gloria dan  McKinnon berperan sebagai Weird Barbie. Banyak momen lucu, seru, penuh emosi hingga renungan yang dapat penonton rasakan sepanjang film. 

Dengan ending film yang tak terduga, "Barbie" mampu memuaskan hati penonton secara personal. Selebihnya, film ini memiliki cara unik untuk mengkolaborasikan elemen fantasi, imajinasi, masalah sosial, kehumoran dan perenungan hingga membuat penonton tersenyum saat keluar dari bioskop.

 

Penulis : Nofiyah Maulidah

Editor : Ariati Putri M.

 


TAG#film  #gender  #humaniora  #seni