
Kesaksian dari salah seorang ABK (Anak Buah Kapal) Indonesia bahwa tempat kerjanya cukup buruk dan terjadi eksploitasi manusia. Sejumlah ABK digaji setara Rp135.000 per bulan, dengan durasi kerja selama 30 jam. Setiap 6 jam adalah waktu makan dan juga digunakan untuk istirahat.
retorika.id- Sebuah video viral di media massa memperlihatkan jenasah ABK (Anak Buah Kapal) Indonesia yang dilarung di laut dari kapal nelayan milik Cina. Video tersebut pertama kali diberitakan oleh Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada 5 Mei 2020. Berita dari MBC yang diunggah berjudul “[Eksklusif] Kerja Satu Hari 18 Jam… Jika Sakit dan Meninggal Dibuang ke Laut” (telah diterjemahkan). Berita tersebut menyampaikan tentang eksploitasi pekerja dan ABK Indonesia yang mendapat perlakuan tidak layak di kapal. Saat kapal mendarat di Busan, Korea Selatan, beberapa orang Indonesia yang menjadi ABK kapal tersebut melaporkan kasus ini dan meminta bantuan pemerintah Korea Selatan. Setelah kasus ini diberitakan oleh MBC, warganet Indonesia meminta tolong youtubers Korea, Hansol Jang, untuk menyampaikan berita ini karena saat itu berita ini belum sampai ke Indonesia.
Kronologi
Para ABK berasal dari Kapal bernama Long Xing 629, Long Xin 605, dan Tian Yu 8 (Semua berbendera Cina). Kapal tersebut awalnya bertugas menangkap ikan tuna, tetapi dalam praktiknya mereka juga menangkap ikan hiu. Kapal tersebut tidak dapat bertepi di pelabuhan karena memuat ikan hiu, sehingga saat itu mereka harus memakai kapal lain untuk berlabuh di Busan, Korea Selatan.
ABK pertama yang sakit berinisial S. Gejala awal yang ditunjukkan adalah kaki membengkak. Pembengkakan itu lalu menjalar ke betis, paha, badan hingga wajah. Meskipun telah diberi obat-obatan dan infus, kondisinya tetap tidak membaik. Organ terakhir yang diserang adalah paru-paru, ia mengalami sesak napas dan kemudian meninggal pada 22 Desember 2019. Lalu, jenazahnya dilarung ke laut pada hari yang sama.
ABK Indonesia di kapal Long Xing 629 berpikir penyakit yang mereka alami sangat misterius. Mereka merasa khawatir dan takut apabila penyakit tersebut dapat menular. Sebab, ketiga rekannya meninggal dengan gejala yang sama. Setelah semakin lama banyak ABK yang jatuh sakit, pencarian ikan dihentikan. ABK memaksa untuk dipulangkan, sehingga kapten memutuskan untuk memindahkan mereka ke kapal pencari ikan Tian Yu 8 yang akan mendarat di Busan, Korea Selatan pada tanggal 14 April 2020.
Kondisi tersebut dialami oleh dua ABK lain, yaitu AF dan A, yang kemudian meninggal pada tanggal 27 Desember 2019 dan 30 Maret 2020. Mereka dilarungkan pada hari yang sama saat mereka meninggal. Awalnya ABK lain meminta kapten untuk menyimpan jenazah di peti dan kemudian disemayamkan saat mereka mendarat. Tetapi, usul tersebut ditolak oleh kapten karena takut jenazah yang meninggal akibat penyakit yang menular.
Menurut laporan, terdapat 14 ABK yang mendarat di Busan. Sesampainya di Busan, para ABK tersebut dikarantina selama dua minggu. Mereka sempat terheran dengan selebaran, poster, dan spanduk yang mengkampanyekan Covid-19. Mereka tidak mengetahui sama sekali bahwa dunia sedang dilanda pandemic. Sebab, semenjak berlayar mereka tidak pernah berlabuh dari lautan, padahal solar kapal sudah menipis.
Saat menunggu keberangkatan kapal selanjutnya, salah satu dari ABK Indonesia, berinisial EP, merasa sesak napas dan kemudian dilarikan ke rumah sakit. Setelahnya ia meninggal, dan dipulangkan ke Indonesia oleh KBRI Seoul. Menurut pengakuan ABK yang menjadi saksi, rekan kerjanya telah sakit selama satu bulan sebelum
meninggal. Gejala awal penyakitnya adalah keram, kemudian kakinya membengkak dan menjalar ke badan dan langsung sesak.
Saat berlabuh di Busan tersebut, dua ABK asal Indonesia melaporkan kasus eksploitasi manusia ini kepada pemerintah Korea Selatan dan MBC. Awalnya pemerintah Korea Selatan tidak mempercayai bukti video yang ditunjukkan oleh ABK Kapal yang melapor. Video yang diambil pada tanggal 30 April 2020 tersebut memperlihatkan jenazah ABK berinisial A (24) yang sudah dibungkus kantong jenazah dan tengah diberikan penghormatan terakhir oleh rekannya. Setelah itu jenazah dilarungkan ke laut yang tidak diketahui kedalamannya. Sebelum A meninggal, terdapat AF (19) dan S (24) yang pada hari kematiannya, jenazah diperlakukan sama. Namun, sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, perahu yang mereka pakai sudah berangkat kembali.
Eksploitasi Manusia
Mereka memiliki surat pernyataan kontrak kerja yang berbunyi, “dengan ini saya menyatakan setelah berangkat bekerja ke luar negeri sebagai ABK (nelayan) segala resiko akan saya tanggung sendiri bila terjadi musibah sampai meninggal, maka jenazah saya akan dikremasikan di tempat di mana kapal akan menyandar dengan catatan abu jenazah akan dipulangkan ke Indonesia. Untuk itu, akan diasuransikan terlebih dahulu sebelum berangkat ke luar negeri dengan uang pertanggungan sebesar USD 10.000 yang akan diserahkan kepada ahli waris jika meninggal.”
Kesaksian dari salah seorang ABK Indonesia bahwa tempat kerjanya cukup buruk dan terjadi eksploitasi manusia. Sejumlah ABK yang digaji setara Rp135.000 per bulan, dengan durasi kerja selama 30 jam. Setiap 6 jam adalah waktu makan dan juga digunakan untuk istirahat. Mereka mengaku membawa air minum mineral, tetapi air mineral tersebut diminum oleh ABK Cina, sedangkan ABK Indonesia meminum air laut yang disuling. Kondisi badan ABK Indonesia akhirnya memburuk setelah meminum air laut karena menimbulkan dehidrasi.
“Ini kasus eksploitasi yang sangat sering terjadi. Penahanan dokumen yang membuat mereka terjebak. Selain itu, juga soal ongkos pulang,” ujar Jong Chul, pengacara asal Korea dikutip dari MBC News. Dikutip dari Gatra, menurut catatan BP2MI, sudah lebih dari 6000 ABK mengalami pemutusan hubungan kerja. Dalam Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016 juga menempatkan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan (terutama ABK di kapal pencari ikan) sebagai praktik perbudakan modern yang buruk.
Buruknya instrumen perlindungan pekerja migran juga masih lemah, UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran Di sektor Kelautan dan Perikanan. Namun, hingga saat ini aturan turunan tersebut belum terbit. “Politik luar negeri dan diplomasi juga belum maksimal dalam memperjuangkan penegakan hak asasi pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan, terkait dengan implementasi dan komitmen antar negara dalam pelindungan pekerja di sektor kelautan,” ujar Wahyu Susilo Direktur Eksekutif Migrant CARE, dikutip dari Gatra.
Tanggapan Pemerintah
Kementrian Luar Negeri mengkritik pernyataan MBC yang memakai istilah ‘membuang’ pada pada jenasah ABK, karena proses tersebut dinamakan ‘larung’ atau menghanyutkan jenasah ke laut. Dikutip dari Tempo, menurut Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, pelarungan ABK di kapal Cina ini sudah melalui persetujuan keluarga dan diberikan kompensasi. Pihaknya memastikan akan tetap meminta bantuan Beijing agar dilakukan penyelidikan lebih lanjut pada kapal-kapal yang terlibat dan bagaimana kondisi perlakuan kerja. Jika ditemui pelanggaran, maka akan dimintai persetujuan Beijing untuk penegakan hukum secara adil bagi ABK Indonesia. Menlu berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
Kendati demikian, pernyataan Menlu megenai persetujuan keluarga dibantah oleh ABK yang memberi kesaksian. “Kata keluarganya sih enggak”, ujar salah satu ABK dikutip dari Tempo. Menteri Perikanan dan Kelautan, Edhy Prabowo, dilansir dari suara.com menyampaikan bahwa proses pelarungan yang dilakukan di kapal tidak sembarangan. Pelarungan jenazah diatur dalam Pasal 30 peraturan ILO “Seafarer Service Regulation”. Pasal tersebut menjelaskan apabila ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarganya. Aturan tersebut juga memuat beberapa syarat, antara lain:
- Kapal berlayar di perairan internasional.
- ABK yang meninggal dunia lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan oleh penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
- Kapal tidak mampu menyimpan jenazah dengan alasan higienitas atau pelahan melarang kapal menyimpan jenazah, dan alasan sah lainnya.
- Sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal, itupun jika ada.
Pelarungan dilaksanakan dengan upacara kematian dan harus didokumentasikan berupa foto/video secara detail. Menanggapi kasus ABK ini, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pundjiastuti, me-retweet video Jang Hansol pada akun twitter pribadinya, setelah sebelumnya ia membagikan berita ini dari kompas.com. Susi pada akun twitternya banyak membahas mengenai Kasus Benjina dan Ilegal Unreported Unregulated Fishing dan dikaitkan dengan kasus ini.
Dibutuhkan investigasi internasional untuk kasus ini. Selain kerjasama Kemenlu dengan Duta Besar Cina, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan juga tengah menginvestigasi bersama dengan aparat penegak hukum Korea Selatan. Pihaknya sudah memiliki data perusahaan yang menaungi kapal-kapal tersebut.
KBRI Seoul saat diwawancarai Jang Hansol dalam videonya, mengatakan bahwa pihaknya dan pemerintah Indonesia telah menerima kabar ini sebelum MBC menyampaikan berita. Pihaknya juga telah mengetahui keadaan ABK Indonesia mulai dari kapal menuju Busan, sampai di Busan, dan terus memantau saat mereka dikarantina. KBRI memang sengaja melakukan siaran pers setelah kasus ini tertangani. Dubes KBRI Seoul juga menyampaikan perhatiannya terhadap ribuan anak Indonesia yang bekerja di kapal harus mendapatkan perlindungan yang lebih baik.
KBRI Seoul memfasilitasi ABK Indonesia tersebut selama di Korea. KBRI terus memantau kesehatan mereka, dan menampung pengaduan tentang kasus di kapal. Menurut KBRI, kasus yang berada di tengah laut memang lebih susah, sehingga pengakuan dari saksi sangat penting sebagai data untuk ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. KBRI telah memulangkan 14 ABK ke Indonesia pada tanggal 8 Mei 2020.
Penulis: Frilian Ariani Permadi
Referensi:
Agung Lesmana. Ria Sari. 7 Mei 2020. Soal WNI ABK China Menteri KKP: Pelarungan Jasad ke Laut Tidak Sembarangan. Suara.com. https://www.suara.com/news/2020/05/07/153943/soal-wni-abk-china-menteri-kkp-pelarungan-jasad-ke-laut-tidak-sembarang. Diakses: 7 Mei 2020.
BBC News. 7 Mei 2020. ABK Indonesia di Kapal China: KBRI dan Polisi Korea Selatan selidiki dugaan penyiksaan belasan WNI di Kapal China. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52568849. Diakses: 7 Mei 2020.
Gatra.com. 7 Mei 2020. Migrant CARE Soroti Perbudakan ABK Indonesia di Kapal Cina. https://www.gatra.com/detail/news/478144/hukum/migrant-care-soroti-perbudakan-abk-indonesia-di-kapal-cina. Diakses: 7 Mei 2020.
Tempo.co. 7 Mei 2020. Viral Jenazah ABK Indonesia di Kapal Nelayan Cina Dibuang ke Laut. https://dunia.tempo.co/read/1339566/viral-jenazah-abk-indonesia-di-kapal-nelayan-cina-dibuang-ke-laut. Diakses: 7 Mei 2020.
Tempo.co. 7 Mei 2020. ABK Indonesia Dilarung ke Laut Sudah Persejutujuan Keluarga. https://dunia.tempo.co/read/1339803/abk-indonesia-dilarung-ke-laut-sudah-persetujuan-keluarga. Diakses: 7 Mei 2020.
Tribun News Banjarmasin. 7 Mei 2020. Reaksi Keras Susi Pudjiastuti Soal Penyiksaan ABK Indonesia di Kapal Nelayan China https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/05/07/reaksi-keras-susi-pudjiastuti-soal-penyiksaan-abk-indonesia-di-kapal-nelayan-china. Diakses: 7 Mei 2020.
MBC News. 5 Mei 2020. [단ë…] " 하루 18시간 ë…¸ì—... 병들어 숨지면 ë°”ë‹¤ì— ë²„ë ¤ (2020.05.05/ 뉴스테스í¬/MBC). MBC News Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=3QIEmJ1mCZY. Diakses: 7 Mei 2020.
Jang Hansol. 6 Mei 2020. Berita Trending di Korea yang Bakal Bikin Orang Indonesia Ngamuk. Korea Reomit Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=YALDZmX-W0I&t=240s. Diakses: 7 Mei 2020.
Jang Hansol. 11 Mei 2020. Jangan Khawatir!! ABK Sudah Ditangani Pemerintah Indonesia!!. Korea Reomit Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=nnpJRcFa8bc. Diakses 12 Mei 2020.
M, Roseno Aji. 11 Mei 2020. Cerita ABK Indonesia Soal Penyakit Misterius di Kapal Cina. Tempo.co. https://nasional.tempo.co/read/1340862/cerita-abk-indonesia-soal-penyakit-misterius-di-kapal-cina. Diakses 12 Mei 2020.
TAG: #hukum #pemerintahan # #