» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Pop Culture
The Shape of Water : Romansa Tanpa Suara
10 April 2018 | Pop Culture | Dibaca 2381 kali
Review (Indonesia) The Shape of Water: - Foto: Facebook The Shape of Water
Karena bagi Si Bisu tidak perlu manusia untuk memahami dirinya. Inti dari komunikasi adalah saling memahami, bahkan walau tanpa bersuara. Jika kamu setuju dengan “cinta tak perlu kata-kata”, maka film ini bisa kamu masukkan ke dalam list film yang bisa kamu tonton minggu ini. Iya, cinta itu hanya perlu dirasa.

Judul film                    : The Shape of Water

Genre                          : Science-Fiction

Sutradara                     : Guillermo del Toro

Produksi                      : TSG Entertainment, Double Dare You Productions

Tayang Perdana          : 1 Desember 2017 (US), 29 Maret 2018 (Indonesia)

Durasi                          : 123 menit

Pemain                   : Sally Hawkins. Michael Shannon, Richard Jenkins  ,Octavia Spencer, Michael Stuhlbarg, dan Doug Jones.

 

retorika.id - Film The Shape of Water ini mengisahkan romansa yang terjalin oleh Elisa yang merupakan tunawicara dan Amphibian Manalias manusia amphibi. Memang sekilas film ini mengingatkan dengan Beauty and The Beast atau mungkin Twilight, dengan romansa yang terjalin antar makhluk yang sungguh berbeda.

 

Plot

Film ini mengambil suansa Amerika di tahun 1960-an ketika Perang Dingin terjadi. Pembukaan film ini menceritakan kisah Elisa yang merupakan cleaning service yang bekerja pada malam hari di Pusat Penelitan Rahasia milik Amerika Serikat. Kisahnya nyaris biasa saja, gadis bisu yang memiliki rutinitas bangun pagi – memasak telur rebus – mengunjungi tetangganya yang merupakan ilustrator – berangkat kerja dengan menggunakan bus – membersihkan Pusat Penelitan – pulang – tidur.

Hidupnya berubah semenjak kedatangan petugas keamanan yang baru di Pusat Penelitian Ruang Angkasa dengan membawa “aset baru” yaitu makhluk amphibi yang menyerupai manusia. Mahkluk itu berasal dari perairan Amazon, dan disana ia disembah sebagai dewa.

Setelah insiden jari-jari sang petugas keamanan digigit sampai putus oleh Si


Aset tersebut, Elisa ditugaskan untuk membersihkan bercak-bercak darah di ruangan tersebut. Selagi membersihkan ia menemukan potongan jari milik petugas keamanan bernama Stricklanditu. Lucunya, ia malah memasukkan jari-jari itu ke dalam kantong kertas.

Kemudian, ia tertegun melihat sang Amphibian Man, terborgol dengan dikelilingi larutan garam. Rupa makhluk tersebut memang merupakan kombinasi dari amphibi dan manusia. Ya, jadi dia berukuran seperti manusia normal dan berdiri dengan dua kaki. Elisa mencoba “menyapa” sang Amphibian Man dengan meletakkan telur rebus di samping kolam.  Sang Amphibian Man pun mendekatinya dan berdiri di hadapannya. Anehnya Elisa tidak terlihat ketakutan. Melihat respon seperti itu sang Amphibian Man bergegas mengambil telur itu dan menyelam ke dalam kolam.

Hari demi hari ia terus memberikan telur rebus pada Amphibian Man. Ia bisa masuk ke dalam ruangan itu dengan cara menyelinap. Tentu merupakan hal yang ilegal mengingat keberadaan “Aset” itu merupakan rahasia besar, dan sebenarnya Elisa hanya boleh masuk ketika dipersilahkan untuk membersihkan ruangan itu.

Singkat cerita pertemuan antara kedua makhluk itu diketahui oleh seorang ahli di Pusat Penelitian itu, ia bernama Dr. Robert Hoffstetler. Sang ahli ternyata merupakan double agent yang juga bekerja untuk pemerintah Soviet, dan memiliki nama asliDimitri Mosenkov.Ia menyatakan bahwa Amphibian Man memiliki intelegensi yang tinggi, sebab ia bisa merespon perasaan manusia dan dapat berkomunikasi dengan si bisu yang menggunakan bahasa isyarat.

Tak lama setelah itu Stricklandberniat mengotopsi Amphibian Man. Langkahnya sempat dicegah oleh Hoffstetler, namun karena ia memiliki relasi yang baik dengan seorang Jenderal maka upaya itu terus berlanjut.

Dalam kurun waktu beberapa hari perempuan itu harus bisa membantu menyelematkan Amphibian Man. Usahanya dilakukan dengan meminta bantuan tetangganya yang bernama Giles. Walaupun awalnya enggan, tapi kemudian ia setuju untuk membantunya. Aksi Elisa dibantu oleh Hoffstetler, Zelda –temannya sesama cleaning service, Giles, dan takdir berhasil membantu usaha tersebut.

Setelah itu sang Amphibian Man diletakkan di bathtub milik Elisa, tidak lupa garam dapur ditaburkan di sekelilingnya untuk menjaganya tetap hidup.

Setelahnya hubungan Amphibian Man dan Elisa makin dekat. Bermula dari sang Amphibian Man yang menyingkap baju Elisa sekilas. Perempuan itu merasa kaget dan aneh karena tidak mungkin makhluk lain memiliki ketertarikan seksual dengan manusia. Namun karena merasa makhluk itu bisa memahami dirinya maka kemudian ia membuka bajunya dan berhubungan lebih dalam dengan makhluk itu. Tak lupa ia menyalakan air sehingga memenuhi ruangan itu. Iya, banjir memang, bahkan sampai menetes ke bioskop yang terletak di bawah kamar perempuan itu.

Stricklandmenjadi kesal karena sang jenderal mengutusnya untuk segera menemukan dan membunuh Amphibian Man. Jika itu tidak terlaksana, maka  Strickland-lah yang akan dibunuh.Ketakutan membuncah pada diri Strickland. Apalagi jarinya yang barusan dioperasi ternyata membusuk akibat gigitan Amphibian Man. Ia melacak keberadaan Hoffstetlerdan akhirnya menemukan fakta bahwa ia adalah orang Soviet. Hoffstetler yang berada dalam kondisi sekarat akibat ditembaki rekannya yang berasal dari Soviet, ditambah dengan siksaan dari Stricklanditu akhirnya mengaku bahwa cleaning service itulah yang menyimpan keberadaan Amphibian Man itu.

Hari rabu, derasnya hujan memenuhi kanal. Berbekal kesedihan akan adanya perpisahan membuat proses pemindahan Amphibian Man ke kanal menjadi diulur-ulur. Namun toh tetap terlaksana karena sang Amphibian Man terlihat sekarat.

Sebelum sang Amphibian Man menjatuhkan diri ke kanal, ternyata Stricklanddatang dan kemudian menembak Elisa. Amphibian Man yang tidak terima itu kemudian membunuh Strickland.

Kemudian ia menarik mayat Elisa agar turut tercebur bersamanya ke dalam kanal. Kemudian ia mencium perempuan itu dan Elisa hidup kembali.

 

Review

Hal yang menarik dari film ini adalah bagaimana film ini mengisahkan hubungan percintaan manusia dengan makhluk lain. Tentunya hal ini akan memberikan sensasi jijik pada beberapa orang. Hanya saja pesan dari film ini bahwa cinta bisa terjalin asal bisa saling memahami, bahkan tanpa bicara, tanpa memandang rupa, membuat film ini menjadi related dengan kehidupan nyata. Apalagi sang perempuan memiliki bekas luka yang jelas sekali di lehernya dan itu didapatnya sejak kecil. Oh iya, anehnya di akhir film ini bekas luka itu berubah menjadi insang. Jadi apakah perempuan itu sebenernya juga merupakan keturunan dari Amphibian Man?

Kemudian dapat dilihat juga dalam film ini fakta bahwa Amerika pada saat itu masih menganggap gay sebagai hal yang tabu. Terbukti ketika sang pelukis menggenggam tangan pegawai toko pie – yang juga laki-laki–ia segera diusir. Bahkan sang pegawai menolak kedatangan pembeli yang baru datang. Alasan yang dilontarkannya pada sang pelukis cukup sederhana, “Jangan macam-macam, Bung. Ini restoran keluarga.”

Masih ada hal yang menarik dari toko pie tadi. Jadi walaupun toko pie itu merupakan cabang dari franchise, ditambah rasa pie-nya yang tidak enak, tapi sang pelukis betah untuk terus datang dan membeli pie disana. Sang pegawai toko menebaknya karena sang pelukis kesepian. Ia tidak butuh pie, yang dibutuhkannya hanyalah “diajak ngobrol” oleh orang lain. Jelas sekali ia agak kesepian karena sehari-harinya ia habiskan di kamar, dengan kucingnya dan sang perempuan bisu yang tetangganya.

Selain itu hubungan antara Amerika Serikat dan Soviet disuguhkan dengan menarik di film ini. Mengingat kondisi dua negara tersebut sebagai negara adidaya dan tengah dilanda Perang Dingin, banyak langkah dilakukan untuk saling “menghebatkan diri” hingga menjegal satu sama lain secara tidak langsung. Double agent memang sudah biasa ditempatkan di masing-masing negara, namun hal yang menarik adalah bagaimana seorang intelektual asal Soviet mengalami kerisauan antara melanjutkan penelitian beserta kesediannya untuk merawat Aset tersebut, ataukah mengikuti titah “negara” untuk menyudahi penelitian tersebut?  Alasan pembunuhan aset itu juga cukup logis, “Jangan sampai aset kita jatuh ke tangan musuh. Ah, karena sepertinya Si Aset ini tidak ada gunanya lebih baik kita otopsi saja agar penelitian ini lebih ber-progress. Lagipula lebih baik dia mati daripada jatuh di tangan musuh”. Atau bahkan untuk saling menghancurkan satu sama lain –Amerika Serikat dan Soviet –penggunaan makhluk-makhluk yang tidak normal beserta eksperimen penelitian yang tidak lazim membuat penulis berpikir bahwa cukup makhluk eksotis nan kuat untuk mengagetkan lawan.

Oh iya, jika tidak suka dengan hal-hal vulgar seperti potongan jari, kucing tanpa kepala, kemudian hal vulgar seperti hubungan seks dan nudity sekilas, maka pertimbangkan kembali untuk menonton film ini. Apalagi karena inti ceritanya yang sepertinya sangat kontroversial. Ehm, berhubungan seks dengan makhluk lain memang sangat wajar jika dibenci oleh masyarakat. Penulispun walau awalnya menyukai cerita yang disuguhkan film ini, namun pada akhirnya juga merasa risih akan fakta hubungan seks antar makhluk yang berbeda.

Namun tetap saja film ini cukup menarik untuk ditonton karena pesan-pesan moral yang ada. Bahkan film ini mendapatkan pengakuannya lewat kemenangaannya di perhelatan Academy Awards yang lebih dikenal dengan Oscar. Film ini mengantongi kejayaannya dengan memborong 4 awards sekaligus, seperti film terbaik, sutradara terbaik, desain produksi terbaik, dan skoring musik orisinal terbaik. Selain itu film ini juga merupakan film dengan nominasi terbanyak di Oscar yaitu sejumlah 11 nominasi.

 

Penulis : Anita Fitriyani


TAG#film  #kisah  #review  #romansa