Édouard Manet barangkali adalah salah satu pelukis paling berpengaruh dalam transisi periode realisme ke impresionisme. Lahir di Paris, ia mengabadikan lanskap sudut-sudut kota yang kerap diromantisasi itu dalam wujud lukisan-lukisan bernuansa gelap dan kontras, modern dan tak konvensional.
Retorika-id. Mendengar lukisan beraliran impresionisme, Manet adalah salah satu nama yang tercetus di benak banyak orang. Tak hanya bakat dan ketekunannya, Manet terlebih dipandang sebab ia tak lekang pada gaya-gaya lukisan yang terbatas kala itu, yang diwarnai oleh mitologi dan romantisme, Manet membuka diri dan membuka gerbang bagi para banyak seniman untuk memulai era baru, era yang saat ini kita sebut Era Modern.
Édouard Manet yang kini dikenang sebagai salah satu pelukis paling masyhur, lahir di Paris, Prancis pada 23 Januari 1832 dari pasangan terpandang; ayahnya adalah hakim pengadilan dengan kekayaan yang melimpah. Ketertarikan Manet pada seni bermula ketika sang paman yang juga seorang seniman, Fournier mengajaknya berkunjung ke galeri-galeri seni di Paris.
Manet kemudian memasuki sekolah seni yang dibina oleh Thomas Couture (1815-1879) pada tahun 1850. Dalam perjalanan seninya, Manet menaruh
ketertarikan pada gaya lukisan seniman terdahulu, Diego Velázquez (1599-1660), Manet juga menyukai gaya lukisan yang banyak menggunakan latar belakang gelap, dan kontras tajam di antara cahaya dan bayangan. Selain itu, Manet juga terpukau dengan kebebasan yang dimiliki seniman-seniman kontemporer dari Belanda dan Italia yang objeknya terpusat pada kehidupan sehari-hari.
Karena ia mendobrak rigid-nya lukisan-lukisan pada masa itu, Manet pun tak lepas dari kontroversi, mulai dari tingkahnya yang menghindari goresan kuas serba hati-hati (indikasi aliran realisme), ataupun pergantian warna yang gradual dan teratur (Manet memilih warna kontras dan cenderung ‘kasar’) sampai salah satu lukisannya yang menuai kritik. Adalah Lunch on the Grass, lukisan yang ditampilkan dalam Salon des Refusés (semacam pameran), menggambarkan seorang wanita muda tanpa busana dan dua orang lelaki dewasa berbusana formal.
Lukisan ini menuai kritik di kalangan seniman sebab ia menabrak aturan-aturan kesopanan dan vulgar, bahkan Napoleon III (1852-1870) mengungkapkan ketidaksukaannya pada lukisan Manet dan berkata bahwa lukisan tersebut adalah “pelanggaran terhadap kesopanan”. Namun, suatu ketika Salon (pameran) justru menggantung lukisan Manet di dinding setinggi-tingginya, dengan harapan lukisan itu dilihat dan menarik perhatian lebih sedikit orang.
Tahun pasca perang (1870) adalah tahun kejayaan Manet. Lebih dari 30 karyanya dibeli oleh dealer seni terkenal, Paul Durand-Ruel (1831-1922), peristiwa ini amat berpengaruh pada perkembangan Manet sebagai seniman, sekaligus menambah eksposur yang selama ini terkekang oleh kritik terhadapnya. Keadaan berbanding ketika Salon pada tahun 1872 menampilkan dua karya Manet yakni The Battle of Kearsage and the Alabama (kali ini tidak digantung setinggi plafon agar tersembunyi dari pandangan orang banyak).
Manet meninggal pada 30 April 1883, di umur 51. Manet dikuburkan di Passy Cemetery, Paris. Lukisannya kini dipamerkan di Louvre, pameran-pameran seni di Amerika Serikat, dan negara-negara lain. Keberaniannya mengeksplor suasana yang tertuang dalam lukisan-lukisan ikoniknya, serta pilihannya dalan memilih subjek lukisan serta kehidupan yang sederhana (terlepas dari fakta bahwa ia memiliki privilese dalam hal finansial kala itu) menjadi inspirasi bagi para seniman-seniman muda. Manet, dikenang, dipuja, dikritik, dan pada akhirnya, diakui.
Penulis: Jingga Ramadhintya
Editor: Edsa Putri Ayu
Referensi:
Cartwright, Mark (2022). Edouard Manet. https://www.worldhistory.org/Edouard_Manet, diakses pada 31 Mei 2022
Bataille, Georges. (1955). Manet (Biographical and Critical Study). Skira.
TAG: #karya-sastra #kisah #sejarah #seni