» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Sastra & Seni
Malaikatmu Tak Sempurna
09 Januari 2021 | Sastra & Seni | Dibaca 1294 kali
Malaikatmu Tak Sempurna: – Foto: Pngtree
Karena aku yakin, rasa sayang yang engkau berikan akan abadi.

retorika.id– Bun, lama ku tak merasakan senja

Saat teriakmu muncul di kejauhan

Menyuruhku pulang dan bersiap bersih diri

Hingga seorang teman menjemput

Pergi bersama tuk belajar Alifbata

 

Bun, aku merindukan kumandang adzan

Saat kau ajariku, tugas dari sang guru

engan sabar kau pantau aku

Sambil melipat baju-baju

Memang tak banyak ilmu

Yang dapat kau bagi denganku

Tetapi akhlak yang kau tanamkan,

Adalah syukur yang ku banggakan

 

Betapapun ku ingat, 

Saat belajar pembagian

Aku yang tak sabar tapi ingin bisa

Menangis kencang sambil marah

Meski air mata terus mengalir

Jemariku tetap


bergerak

Keras kepalaku untuk bisa

Tak ingin menyerah walau susah

Rasanya, memang ada yang kutiru

 

Bun, maafkan aku...

Gadis kecil itu sungguh egois

Meski peranmu merangkap jadi pangeran

Tetapi iri menghiasi hatiku saat itu

Maklumlah, ku dijuluki gadis penyendiri

Aku yang murung melihat orang lain

Begitu ceria bersama ibu mereka

Dirias sebelum pentas

Disuapi bekal buatan dari rumah

Digandeng saat berjalan

Dipeluk saat turun dari panggung

Diajak jalan-jalan selepas lomba

Didengarkan segala cerita mereka

 

Padahal, gadis itu hanya ingin bercerita

"Aku menjatuhkan stick drumku saat itu Bun."

"Tarianku tak sebagus gerakan mereka Bun."

"Gambarku bagus, kan, Bun?"

"Bun, kenapa aku tak pernah mendapat juara?"

"Aku hanya ingin Bunda bersamaku."

Tetapi, semua itu hanya kata hati

Yang menjadikannya dewasa saat ini



Bun, tak ku ingat jelas memori pagi

Selain kau kecup kening ku 

saat aku tengah bermimpi

Sebenarnya aku bangun sebentar

Kemudian mendekap kepala dengan bantal

Saat setelah kau pergi

Gadis kecil itu amatlah cengeng 

 

Asap dari tungku membumbung tinggi kemudian

Tanda air hangat telah siap untuk ku mandi

Ya, Bun, yang kulihat pertama adalah ayah

Menyuruhku shalat dan bersiap-siap

Tanpa protes ketidakhadiran mu

Ku bawa bekal seadanya

Kerja keras masakan ayah

Meski dari segi penampilan...

Tak membuatku naik selera

 

Dan lama aku menunggu mu Bun

Sampai akhirnya kau kembali pulang

Meski responku tak pernah heboh

Atau menyembutmu dengan riang

Sejujurnya, aku teramat senang

 

Aku percaya, satu halaman

Tak akan cukup merekam kenanganku bersamamu

Percayalah Bun,

aku teramat bangga

Kini gadis kecil itu tumbuh dewasa

 

Dan kulitmu kian berkerut

Atau untuk mereka,

Yang kehilanganmu lebih cepat

Aku percaya, rasa sayang itu

Akan selalu abadi

Sejak gadis kecil itu, terlahir ke dunia.



Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Dien Mutia Nurul Fata


TAG#keluarga  #puisi  #  #