Webinar dengan tema meningkatnya tren perkawinan anak saat pandemi, mendapat antusias yang luar biasa. Hal ini terbukti dengan akumulasi total pendaftar hingga 803 partisipan. Webinar ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru serta membangun responsibiltas dari generasi muda dan stakeholder terkait untuk mengurangi angka pernikahan anak. Mengingat terdapat banyak sekali risiko dan dampak yang ditimbulkan, maka diperlukan banyak orang yang terlibat, khususnya mahasiswa dengan orientasi tujuan yang sama.
Sabtu (19/12) BEM FISIP Unair melalui Kementrian Sosial dan Kemasyarakatan mengadakan webinar dengan mengangkat tema “Tren Perkawinan Anak di Tengah Pandemi, Jadi Solusi?” Webinar ini dilaksanakan melalui platform Zoom dan live di akun YouTube FISIP TV.
Webinar dimulai pukul 13.00 dengan mengundang empat pembicara, yakni Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd (Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur), Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., MDE. (Anggota DPR Komisi XI 2014-2019), Dr. Pingky Saptandari, Dra.,M.A. (Dosen Departemen Antropologi FISIP Unair) dan Fadhil Muhammad Pradana, S.IP (Direktur Bentalangit Institute).
Acara dibuka dengan sajian film pendek dari Koalisi Perempuan Indonesia mengenai pernikahan dini. Melalui film ini, terdapat sebuah data yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki angka perkawinan anak perempuan tertinggi ke-10 di dunia. Kemudian acara resmi dibuka oleh MC, Rebecca (Mahasiswa Ilmu Politik 2020) dan dilanjutkan dengan beberapa kata sambutan dari ketua pelaksana, Belva Mutiara (Dirjen Sosial Kemasyarakatan) dan Manuel Agri Laksana (Presiden Bem FISIP).
Belva menyampaikan bahwa webinar kali ini mendapatkan antusias dan perhatian yang
luar biasa dengan akumulasi total responden pendaftar mencapai 803 orang. Belva juga mengharapkan agar webinar ini dapat memberi pengetahuan baru serta responsibilitas dari para peserta dan stakeholder terkait, untuk bersama mencegah perkawinan anak. Webinar disampaikan dengan komunikasi satu arah dari pemateri dengan model presentasi, yang kemudian diakhir acara terdapat sesi tanya jawab.
Memasuki sesi penyampaian materi, acara dipandu oleh moderator, Budi Santoso dari Rumah Cerdas Anak Perempuan. Pemateri pertama dari sektor pemerintahan dalam hal ini BKKBN yang diwakili oleh Teguh, secara garis besar memaparkan mengenai tren perkawinan usia dini khususnya di Jawa Timur yang sebagian besar didominasi pada daerah tapal kuda.
Perlu diketahui, bahwa angka perkawinan dibawah usia 20 tahun per Oktober 2020 sebesar 13,07% di Jawa Timur. Teguh juga menyampaikan beberapa faktor penyebab, baik dari segi eksternal dan internal. Di ujung materi, Teguh berpesan bahwa program dan upaya yang dilakukan oleh BKKBN dalam mengurangi angka perkawinan dini memiliki tiga arah dan tujuan.
”Semua program ini memiliki tiga pesan, yang pertama hindari nikah pada usia muda, kedua hindari seks bebas (di luar pernikahan) dan yang terakhir hindari narkoba. Ketiga hal ini sering dikenal dengan Triad Remaja yang harus diketahui dan juga dihindari.” tegasnya.
Menindaklanjuti dari pembahasan yang disampaikan Teguh, Eva membenarkan bahwa memang banyak faktor yang menjadi penyebab perkawinan anak. Salah satunya masih adanya pola pikir yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan harus segera dinikahkan. Eva menyebutkan bahwa untuk mengurangi hal ini, diperlukan upaya masif baik dari pendekatan struktural dan kultural.
Melalui sektor pendidikan pelibatan peranan guru utamanya guru BP sangat penting untuk meberikan edukasi tidak hanya kepada siswa tetapi juga orang tua. Riset menunjukkan bahwa Perda juga mampu berkontribusi dalam penurunan angka perkawinan dini. Eva berpesan agar webinar ini tidak hanya berhenti pada pengayaan kognitif saja dan berharap kepada BEM untuk bisa menindaklanjuti terkait diskusi ini.
“Perlunya upaya masif dari mahasiswa untuk ikut terlibat dalam rangka praktik baik pencegahan di wilayah masing-masing, karena saat pandemi banyak mahasiswa rantau yang pulang ke daerah-daerah masing-masing dan berkunjung ke almamaternya." Pungkasnya.
Pembicara ketiga yaitu Pingky menyampaikan bahwa perkawinan anak di masa pandemi memiliki dampak yang berantai. Dari 13 juta angka perkawinan saat pandemi, lingkaran kemiskinan akan semakin besar yang tentu kemudian dapat memengaruhi aspek psiko sosial. Hal ini menjadi kesempatan bagi BEM dan BKKBN untuk memberikan pemahan tidak hanya kepada anak tetapi juga orang tua. Akan lebih baik jika hal ini bisa berlanjut dalam bentuk pengabdian dan penelitian.
Pada sesi materi terakhir, Fadhil yang merupakan perwakilan anak muda dalam webinar kali ini menyampaikan melalui sudut pandang pemenuhan hak anak yang tertunda akibat perkawinan anak. Perkawinan anak berisiko tinggi terhadap kematian saat proses persalinan, depresi dan adanya tindakan kekerasan baik fisik, psikis dan sosial. Tentu dampak yang ditimbulkan akan semakin kompleks mengingat masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang risiko perkawinan anak.
Dalam sesi webinar yang berlangsung kurang lebih 3 jam ini, terdapat salah satu kalimat menarik yang disampaikan oleh Budi selaku moderator. Budi menyampaikan bahwa perkawinan anak bukan solusi, anak diberi ijazah bukan buku nikah.
Penulis : Almira Nuril Shabrina
Editor: Aisyah Amira Wakang
TAG: #bem #fisip-unair #gagasan #humaniora