
Aksi demonstrasi mahasiswa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD( Jawa Timur (Jatim) berujung ricuh setelah tuntutan mereka tak kunjung mendapat respons yang memuaskan. Massa aksi yang telah menunggu selama lima jam akhirnya mendesak masuk ke dalam gedung, hingga pihak kepolisian menembakkan water cannon untuk membubarkan kerumunan.
Retorika.id - Senin (17/2/2025) telah berlangsung aksi menuntut 100 Hari Pemerintahan Prabowo Subianto yang digelar di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim). Aksi ini dimulai sekitar pukul 13.00 hingga 16.15 WIB. Massa aksi terdiri dari berbagai elemen mahasiswa dari Universitas Airlangga (Unair), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang diperkirakan berjumlah sekitar 1.500 orang.
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jatim Menggugat menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Prabowo selama seratus hari terakhir tidak berpihak pada rakyat. Mereka menyoroti berbagai kebijakan yang dianggap bermasalah, seperti efisiensi anggaran pendidikan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta revisi peraturan yang dinilai membatasi partisipasi publik.
Terdapat setidaknya sepuluh tuntutan dari massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Jatim Menggugat pada aksi hari ini, diantaranya:
-
Menolak efisiensi anggaran di sektor pendidikan karena mengancam investasi masa depan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
-
Memberikan hak-hak dosen yang mangkrak, seperti tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan memastikan kesejahteraan tenaga pendidik.
-
Menuntut peninjauan ulang terhadap program MBG dengan mempertimbangkan efektivitas, transparansi, serta dampak kebijakan terhadap kesejahteraan masyarakat luas.
-
Menolak penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lingkungan kampus yang berpotensi merusak lingkungan akademik, mencederai independensi perguruan tinggi, serta bertentangan dengan prinsip keberlanjutan.
-
dir="ltr">
Menolak revisi Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 2025, khususnya Pasal 288A ayat 1, karena berpotensi membatasi peran serta masyarakat dalam pengawasan terhadap kinerja legislatif serta melemahkan prinsip demokrasi.
-
Menolak Rencana Revisi Undang-undang (UU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kejaksaan agar tidak menciptakan tumpang tindih hukum dalam proses peradilan, serta mencegah terciptanya "absolute power" kejaksaan karena adanya pelebaran wewenang kejaksaan dalam peradilan perkara.
-
Menuntut kejelasan dan evaluasi keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
-
Wujudkan Reforma Agraria dengan mencabut Proyek Strategis Nasional (PSN) yang justru merugikan masyarakat, termasuk Surabaya Waterfront Land dan Cabut Hak Guna Bangunan (HGB) ilegal beberapa daerah di Jawa Timur.
-
Cabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
-
Hapuskan Multifungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam sektor sipil karena melenceng dari cita-cita Reformasi Indonesia.
Situasi mulai memanas ketika mahasiswa mengetahui bahwa Ketua DPRD Jatim tidak berada di kantor. Mereka merasa kecewa karena ketidakhadiran Ketua DPRD Jatim yang mereka anggap sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi rakyat.
Di antara tuntutan yang diajukan mahasiswa adalah perbaikan sistem pendidikan, transparansi kebijakan pemerintah, dan kritik terhadap kebijakan MBG yang dinilai hanya menguntungkan pihak tertentu.
"Baru sepuluh hari sudah ada sepuluh tuntutan. Bagaimana jika lima tahun? 100 tuntutan?” ujar salah satu perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unesa.
“Yang harus Bapak berikan adalah pendidikan yang layak. Kalau begini terus, hanya akan menghasilkan anak buruh, anak buruh, dan anak buruh. Sampai kapan, Pak?” keluh Anas, mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Setelah menunggu selama lima jam, Ketua DPRD akhirnya keluar menemui mahasiswa. Ia meminta maaf atas ketidakhadirannya dan menyatakan kesiapannya untuk menandatangani surat tuntutan yang diajukan mahasiswa.
Namun, mahasiswa tak hanya menginginkan tanda tangan. Atha, selaku Koordinator BEM Seluruh Indonesia (SI) Jatim, meminta Ketua DPRD Jatim untuk membaca dengan lantang sepuluh poin tuntutan guna memastikan kesepahaman antara kedua belah pihak. Selain itu, ia juga mendesak Ketua DPRD Jatim untuk segera menghubungi Ketua DPR RI atau presiden sebagai bukti komitmen untuk meneruskan tuntutan ke pemerintah pusat.
“Kami tidak hanya sebatas formalitas untuk ditandatangani. Kami memerlukan bukti konkret dengan menelepon langsung presiden atau ajudannya,” tegas Atha.
Namun, Ketua DPRD Jatim, Musyafak Rouf, berdalih bahwa ia tidak memiliki kontak langsung dengan presiden maupun Ketua DPR RI.
“Demi Allah gak nduwe! Kalau saya tidak punya (nomor), lalu dipaksa, ya bagaimana?” jawab Ketua DPRD Jatim.
Kericuhan makin terpacu setelah salah satu anggota DPRD Jatim mengaku memiliki kontak Mayor Teddy, Sekretaris Kabinet Merah Putih, dan massa mendesak untuk naik ke atas mobil yang sama dengan Ketua DPRD Jatim.
Dua kali panggilan dilakukan, tetapi tak satupun mendapatkan jawaban. Kekecewaan pun memuncak dengan sebagian besar massa menuding pemerintah pusat lamban dalam merespons situasi. Meskipun mendapat tekanan dari aparat, mahasiswa tetap menegaskan bahwa tuntutan mereka harus dikawal hingga pemerintah pusat.
"Kami tidak hanya ingin tuntutan ini di-posting di Instagram, tapi juga harus benar-benar diteruskan ke pemerintah pusat," ujar Atha.
Ketidaktegasan Musyafak ini membuat mahasiswa semakin marah. Pada pukul 15.13 WIB, massa aksi merangsek ke dalam gedung DPRD Jatim dengan menarik pagar berduri. Polisi yang berjaga segera memperketat barisan untuk menghadang mahasiswa.
Mahasiswa berhadapan langsung dengan aparat, menuntut Ketua DPRD kembali keluar dan memberikan kepastian terkait tuntutan mereka.
Pada pukul 15.44 WIB, pagar berduri berhasil dijebol. Polisi berperisai segera membentuk formasi pertahanan untuk mencegah mahasiswa masuk lebih jauh.
Pukul 16.01 WIB, polisi mulai menembakkan water cannon ke arah mahasiswa yang mencoba menerobos masuk. Tembakan air terus berlanjut dari dua sisi hingga 16.03 WIB untuk membubarkan massa.
Pukul 16.07 WIB, kepolisian mengerahkan batalyon tambahan untuk mengendalikan situasi. Massa terpencar, tetapi tetap mencoba bertahan di sekitar gedung DPRD Jatim.
Mobil water cannon kedua dikerahkan pada 16.11 WIB untuk mencegah mahasiswa kembali menyerang. Polisi juga memperingatkan mahasiswa agar tidak melakukan tindakan anarkis dan kriminal.
Hingga pukul 16.45 WIB, aksi mulai mereda dan massa perlahan membubarkan diri. Namun, mahasiswa menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal tuntutan mereka hingga benar-benar terealisasi.
Penulis: Aveny Raisa, Allyssa N.S., Putu Sridhani D.P.
Editor: Salwa Nurmedina P.
TAG: #aspirasi #bem #demokrasi #demonstrasi