» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Tajuk Rencana
Makna Merdeka Bangsa Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19
22 Agustus 2021 | Tajuk Rencana | Dibaca 1904 kali
Makna Merdeka Bangsa Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19: - Foto: jakpusnews.pikiran-rakyat.com
Pandemi masih belum usai, berbagai kebijakan pun telah diinisiasi oleh pemerintah. Namun tidak mampu untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 yang berdampak pada turunnya kepercayaan publik. Sehingga dalam bulan kemerdekaan ini, makna merdeka bagi bangsa indonesia sangat mendalam artinya untuk segera terbebas dari ancaman Covid-19.

retorika.id- Terhitung sudah setahun lebih pandemi masih menghantui Indonesia, berbagai kebijakan pun diinisiasi oleh pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus dengan  memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PSBB Transisi, hingga PPKM.

Akibat dari pengimplementasian kebijakan tersebut tidak sedikit masyarakat yang terdampak secara perekonomian, utamanya para UMKM sebagai sektor terbesar karena dari adanya kebijakan tersebut pemerintah menghimbau untuk menghindari kerumunan, dan masyarakat diminta untuk melakukan work from home.

Situasi pandemi ini bahkan semakin meningkatkan angka kemiskinan, sebab banyak terjadi PHK karena perusahaan tidak mampu membayar gaji pegawai. Merespon permasalahan ekonomi yang membelenggu masyarakat,  pemerintah meningkatkan stimulus fiskal, memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), penurunan tingkat bunga dan pajak.

Mirisnya, berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memutus angka penyebaran virus corona tidak berjalan efektif. Meski Indonesia sempat mengalami penurunan, tidak lama kemudian naik kembali dengan varian baru yang semakin mengkhawatirkan. Hal ini, tentunya tidak bisa terlepas oleh adanya mobilitas yang tinggi dan kemerosotan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 3M.

Namun, dalam hal ini, tidak sepenuhnya salah masyarakat sebab pemerintah pun belum maksimal dalam menerapkan kebijakan. Narasi-narasi yang diusung kerap membingungkan publik. Setelah istilah PSBB digaungkan, pemerintah membuat istilah baru yakni PPKM Darurat atau mikro guna mengatasi penyebaran virus corona gelombang kedua. PPKM diberlakukan berdasarkan  tingkatan berjenjang mulai dari PPKM level 4 (paling ketat), 2 dan 3 (transisi), serta level 1 yang paling ringan (new normal).

Adanya inkonsistensi kebijakan pemerintah justru dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap penanganan virus corona, sebab masyarakat disuguhkan oleh berbagai kebijakan, tetapi virus corona masih belum terkendali. Hal ini terlihat dari masih banyaknya angka kasus orang yang terinfeksi Covid-19, hingga mengalami kematian. Dilansir dari detik.news tercatat pada 19 Juli 2021 indonesia mencatat rekor tertinggi kematian sebanyak 1.338 orang.

Akibat dari kenaikan kasus, pemerintah pun memperpanjang PPKM dengan membuat kebijakan secara mendetail seperti dine in dibatasi waktu selama 20 menit, sertifikat vaksinasi atau tes PCR sebagai syarat masuk pusat perbelanjaan dan berpergian jauh. Namun, keputusan yang diambil oleh pemerintah tidak diterima secara baik oleh masyarakat dan menimbulkan kegaduhan.

Berbagai kebijakan yang dilahirkan secara reaktif memiliki kelemahan karena tidak adanya standar yang jelas. Dalam hal ini, bahwa seharusnya pemerintah senantiasa melakukan pengkajian secara komprehensif agar dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih efektif dalam menekan penyebaran virus. Karena kebijakan yang diterapkan dengan pola yang sama tidak akan segera menemukan titik terang penyelesaian.

Pemerintah harus berupaya menerapkan strategi


yang jelas dalam menerapkan kebijakan. Hal ini karena di masa pandemi ini, juga dapat menjadi tolak ukur sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam menangani penyebaran virus corona, serta bagaimana kinerja para pejabat juga turut untuk disorot. Oleh karenanya, dibutuhkan pula sinergitas yang tepat.

Namun, realita yang terjadi bahwasanya di masa pandemi ini, para pejabat disibukkan dengan agenda yang melenceng jauh dari penanganan pandemi, seperti halnya pengecatan pesawat presiden yang menghabiskan banyak biaya. Meskipun telah direncanakan sebelumnya, alangkah baiknya melihat skala prioritas. Mirisnya lagi, saat ini terjadi korupsi dana bantuan di tubuh kementerian sosial. Dana yang seharusnya diberikan pemerintah untuk masyarakat, justru dikorupsi oleh Juliari Batubara selaku Menteri Sosial.

Tentunya ini tidaklah etis. Di saat banyak masyarakat yang menjerit kelaparan butuh bantuan karena krisis ekonomi. Namun di sisi lain, dana bantuan dikorupsi tanpa menengok keadaan masyarakat yang sedang dilanda hidup susah. Mirisnya, Juliari Batubara dengan mudahnya mengucap agar dibebaskan dari dakwaan kepada majelis hakim, padahal tindakannya sudah jelas tidak terpuji. Hukuman yang dilayangkan 11 tahun penjara pun tidaklah pantas untuk membuat pelaku korupsi jera, sehingga hakim harus melakukan peninjauan kembali dan memberikan hukuman yang berat.

Selain itu, seharusnya pemerintah berperan aktif dalam mengawasi kinerja para menteri-menterinya  secara ketat agar tidak  kecolongan terjadi tindak pidana korupsi di tubuh kabinet. Lain halnya bahwa di tengah pandemi ini juga banyak baliho politisi terpasang dimana-mana, tanpa adanya urgensitas.  Wajah politisi Puan Maharani, Airlangga Hartanto, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono terpampang menghiasi ruas jalan.

Tanpa rasa malu, mereka tampil terbuka di ruang publik dengan pose dan gaya untuk mencari simpati publik yang saat ini dilanda musibah. Alhasil baliho tersebut menjadi bulan-bulanan masyarakat karena ketidakpekaan elit politik dalam kondisi pandemi.

Jika ditujukan untuk kampanye pemilihan presiden (pilpres), ini bukanlah waktu yang tepat. Hal ini melihat pelaksanaan pilpres masih terbilang cukup lama, yakni beberapa tahun lagi. Adanya pemasangan baliho ini mengindikasikan bahwa kualitas demokrasi pasca-reformasi memang mulai terdistorsi. Sungguh memprihatinkan melihat elit-elit politik di negeri ini karena syahwat politiknya mengalahkan pandemi. Idealnya, para elit politik mengedepankan rasa kemanusiannya untuk ikut serta bekerja secara aktif menekan laju penyebaran virus corona.

Di bulan lahirnya kemerdekaan ini, bahwa sejatinya eksistensi negara tidak terlepas dari pahlawan. Meninjau kembali era terdahulu, masa dimana para pahlawan masih berdiri tegak membangun Indonesia dan mempertahankan kemerdekaan dengan melakukan pertempuran fisik maupun perjuangan diplomasi. Semangat juangnya  pernah dinilai sepele hanya karena banyaknya oknum yang berusaha memuaskan kepentingan pribadi, di luar kepentingan masyarakatnya. Entah bagaimana, para oknum tersebut rela melakukan hal tidak terpuji demi memuaskan kenikmatan sesaat di bangku kekuasaannya.

Namun dengan gigih dan berani, para pahlawan tidak mengenal pantang mundur untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman dan aman. Dari hal tersebut mungkin mereka akan lebih pilu dan prihatin melihat kondisi Indonesia saat ini, sebab setiap hari tersiar kabar banyaknya orang yang meninggal akibat terinfeksi Covid-19. Belum lagi membludaknya rumah sakit karena tidak mampu menampung banyaknya pasien hingga krisis oksigen.

Melihat perjuangan pahlawan era terdahulu, jika diulur dengan melihat kondisi saat ini bahwasanya sama halnya, banyak oknum  yang rakus akan kekuasaan sehingga politik dikotori oleh para oknum bak sosok manusia setengah dewa yang sungguh keji menikmati euforia duniawi, menginjak hak masyarakat apalagi di tengah situasi pandemi. Yang patut dipertanyakan adalah apakah etika dan moral mereka sudah mati?

Namun, kita tidak perlu terlalu risau, sebab masih ada pahlawan “akar rumput” yang berjasa di masa ini. Mungkin peran pahlawan “akar rumput” tidak sebesar kekuatan orang penting di Indonesia, tetapi jasa mereka tetap harus diapresiasi lebih besar dalam hal kemanusiaan di masa pandemi Covid-19.

Dilansir dalam kanal YouTube CNN Indonesia yang bertajuk “Heroes Among Us,” menunjukkan banyak sekali sosok pahlawan baru yang berjuang di masa sulit pandemi ini untuk saling gotong royong membantu sesama manusia. Pahlawan “akar rumput” bertransformasi dalam berbagai peran kemanusiaan, ada yang bertindak sebagai relawan, nakes, guru, penyintas Covid-19, dan banyak lainnya.

Makna "merdeka" sangat mendalam artinya, apalagi saat ini semua berjuang dalam menghadapi masa-masa sulit. Gotong royong dinilai sangat esensial bagi para pahlawan “akar rumput” yang berupaya sedemikian rupa mengerahkan semangat juang di masa pandemi Covid-19 dengan melakukan kegiatan sosial, seperti menginisiasi gerakan kemanusiaan, donasi, dan sebagainya. Sehingga merdeka yang diharapkan adalah Indonesia segera  pulih dari kondisi sakit.

Tidak dapat dipungkiri bahwa selama pandemi Covid-19 melanda, perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia selama dua tahun belakangan ini tampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Euforia kemerdekaan tidak dapat dirasakan secara nyata, sebab Indonesia sedang berduka. Biasanya kita melihat begitu banyak pelaksanaan acara guna memeriahkan hari kemerdekaan, tetapi kini tidak ada akibat dari pandemi yang meminimalisasi pertemuan orang secara langsung. 

Lalu, apakah dengan cara yang berbeda ini akan mengurangi rasa nasionalisme dan semangat kemerdekaan? Jawabannya tentu tidak. Meskipun acara-acara konvensional hari kemerdekaan akan dikurangi bahkan ditiadakan, tetapi hal tersebut seharusnya tidak membatasi masyarakat untuk membuat cara-cara baru dalam menjaga rasa nasionalisme yang ada untuk tetap mempertahankan nilai-nilai hari kemerdekaan. Terbukti bahwa walaupun Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu, berbagai kreativitas dan inovasi mewarnai perayaan hari kemerdekaan meski dilakukan secara virtual.

Kemudian, dalam memaknai setiap perayaan 17 Agustus, kita tahu bahwa ada nilai-nilai yang secara tersirat hadir dalam berbagai macam wujud perayaannya. Nilai-nilai tersebut sebagaimana terkandung dalam kelima sila Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yakni segala nilai-nilai yang ada saling berkaitan satu sama lain dan sangat kental kaitannya dengan perayaan 17 Agustus.

Kita tahu bahwa sejatinya upaya mempertahankan kemerdekaan saat ini adalah melalui perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang terus bahu membahu bersatu melawan pandemi Covid-19. Memang benar Indonesia sudah merdeka, tetapi ada hal lain yang harus kita lawan bersama dengan merefleksikan semangat juang pahlawan era terdahulu. Kita semua harus berjuang melawan virus corona agar tidak menjajah tubuh kita dan berjuang melawan keadaan sulit di tengah pandemi. Semua menginginkan kemerdekaan untuk terbebas dari ancaman virus dan menyudahi kelangsungan pandemi ini.

Rasa nasionalisme bangsa Indonesia yang perlu kita junjung saat ini adalah rasa kemanusiaan yang tinggi, saling bersinergi membantu satu sama lain. Karena pandemi bukan masalah mudah yang bisa ditangani sendirian. Semua pihak dan seluruh rakyat memiliki peran sekecil apa pun untuk membantu meringankan beban sesama dalam perjuangan melawan pandemi. Kini, wujud perayaan hari kemerdekaan lebih banyak diisi oleh gerakan-gerakan sosial termasuk gerakan berbagi. Hal ini patut dibanggakan karena nyatanya jiwa sosial masyarakat Indonesia masih begitu kuat dirasakan. Memang seharusnya begitu, kesulitan negeri saat ini tidak membuat rakyat menjadi antipati, justru melahirkan jiwa penuh simpati. Rakyat bergerak dengan cara mereka sendiri, tak pandang usia dan latar belakang ekonomi.

Atas nama kemanusiaan, siapapun bisa datang memberikan pertolongan serta mengulurkan bantuan. Naluri kemanusiaan hadir dalam berbagai wujud dan bentuk. Ada segudang cara dan begitu banyak jalan untuk mewujudkannya. Sekecil apapun itu, sangat berarti dalam penanganan pandemi. Seperti dilansir dari merdeka.com, Sigit Rochadi selaku Sosiolog dari Universitas Nasional mengatakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki modal sosial yang kuat. Energi kebaikan bangkit dan naluri gotong royong membesar beriringan dengan beratnya beban masyarakat.

Aksi kemanusiaan semakin tinggi ketika negara terlihat mulai kewalahan, warga yang saling bantu untuk sedikit meringankan beban pemerintah. Itulah nilai-nilai kemerdekaan yang harusnya kita perjuangkan, kita perlu merawat jiwa-jiwa yang penuh empati agar tidak mati, karena melalui rasa kemanusiaan dan empati yang tinggi kita bisa perlahan-lahan dan bersama-sama bertahan dan berjuang melawan pandemi.

 

Penulis : Tim Redaksi (Adhiesty Anjali, Dina Marga dan Sindhie Ananda)

 

Referensi:

Damarjati, danu.(2021, 19 Juli). 1338 Orang Meninggal, Angka Kematian Covid-19 Hari Ini Pecah Rekor. Diperoleh dari:https://news.detik.com/berita/d-5649120/1338-orang-meninggal-angka-kematian-covid-19-hari-ini-pecah-rekor.(diakses 15 Agustus 2021).

 


TAG#aspirasi  #gagasan  #humaniora  #pemerintahan