Mengenal Eropa tak perlu dengan menginjakkan kaki disana, melalui filmya kita dapat melihat citra dan imaji yang terbentuk dari benua tersebut. Europe On Screen merupakan salah satu media yang tepat dalam membingkai Eropa dengan perhelatan festival filmnya di Indonesia. Acara yang juga menyambangi Surabaya dalam perhelatannya ini dilakukan selama dua hari, mulai tanggal 8-9 Mei 2018.
retorika.id (10/05) Langit cerah saat senja, ketika festival film Europe On Screen diputar pertama kali di Surabaya. Animo para pengunjung tidak begitu ramai, terhitung hanya terdapat sekitar 20 orang saja yang datang dan menghadiri acara ini dari 100 tiket yang disediakan, terlepas tidak adanya biaya tiket yang disertakan. Bertempat di Qubicle Center, Jalan Untung Suropati, Dr. Soetomo, Tegalsari festival film diadakan selama dua hari mulai tanggal 8-9 Mei 2018. Di tempat ini juga disediakan berbagai snack dan minuman yang diberikan cuma-cuma kepada para pengunjung
Institut dari Uni Eropa seperti Erasmus Huis, Goethe-Institut, Institut Français, dan British Council menjadi partner utama dari festival film ini dengan 93 Film Eropa yang ditayangkan dalam 250 kali pemutaran, bertempat di 6 Kota (Jakarta, Medan, Denpasar, Surabaya, Bandung, Denpasar, dan Yogyakarta) dan 20 lokasi dalam 10 hari festival.
Menyaksikan Eropa dalam Medium Film
Penayangan film dilakukan selama dua kali yakni pada jam 16.30 dan 19.00 dalam dua hari festival. Hari pertama festival film (08/05) menayangkan dua film yakni Hurricanedan A Serious Game. Film pertama yang ditayangkan yakni Hurricane (2015) merupakan film dokumenter dari Belanda yang menyorot mengenai fenomena badai yang terjadi dan bagaimana bencana alam ini mempengaruhi dunia. Melakukan visualisasi terhadap badai Lucy dari luar angkasa, memperlihatkan penilitian yang dilakukan, serta menunjukkan apa yang dilakukan oleh Badan Darurat Bencana saat terjadi badai.
Film kedua dalam penayangan hari pertama adalah film A Serious Game (2016) , film drama dari Swedia yang mengisahkan romansa
dua sejoli dengan latar belakang abad 19 di Eropa. Perselingkuhan, hasrat akan cinta dan harta, dan keadaan depresi dari dua sejoli, menjadi tema utama yang diangkat dalam film ini. Memiliki berbagai kesamaan dengan novel klasik Rusia, Anna Karenina dari segi plot dan penuturan cerita. Film ini memenangkan penghargaan pemeran pembantu pria terbaik dan desain pakaian terbaik di Penghargaan Guldbagge 2017 yang merupakan ajang penghargaan tertinggi perfilman di Swedia, layaknya Oscar / Academy Award di Amerika Serikta, atau Piala Citra di Indonesia.
Penayangan hari kedua juga berlangsung dengan jadwal sama dengan hari pertama dengan dua film yang dipertontonkan yakni, Freightened dan Land of Mine. Namun pengunjung menjadi lebih ramai di hari kedua ini. Film Freightened (2016) adalah film dokumenter dari Spanyol yang mengungkap investigasi mengenai mekanisme dan bahaya dari perkapalan kargo, sebagai sebuah industri besar yang memegang kunci ekonomi, lingkungan, dan peradaban manusia di era modern. Film ini lebih lanjut juga menyorot kehidupan para kru kapal yang harus tinggal dan menetap di kapal selama berbulan-bulan tanpa bisa mengakses internet dan berkomunikasi dengan orang terdekatnya. Kehidupan kru yang monoton dan dirundung sepi, dan istilah penjara besi menjadi nama yang diberikan oleh kru dalam kehidupan di kapal tanpa adanya hari libur yang diberikan oleh para pemilik industri perkapalan. Film ini dikemas dengan baik dengan berbagai fokus sorotan yang diambil, dengan pandangan dari segi pencemaran lingkungan, ekonomi, mekanisme industri, kehidupan pemilik korporasi yang jarang tersorot oleh media dengan segala kelicikan dan dengan mudahnya mereka lolos dari jeratan hukum dan sistem yang ada, serta wawancara dengan jurnalis yang melakukan investigasi dan penilitiaan tentang industri perkapalan di dunia.
Film kedua yang ditayangkan adalah film Land of Mine (2015) yaitu film drama perang dari Denmark. Film ini berlatar belakang di akhir Perang Dunia II dengan kekalahan Jerman oleh Sekutu. Sekelompok tentara muda Jerman yang merupakan tahanan perang memiliki tugas untuk membersihkan ranjau yang ditanam sebelumnya oleh prajurit Jerman di sebuah pantai Denmark pada Perang Dunia II. Sentimen yang tinggi dan persekusi yang terjadi kepada kelompok prajurit ini oleh masyarakat sekitar dialami oleh kelompok prajurit ini, namun harapan untuk tetap kembali ke kampung halaman tetap besar setelah tugas membersihkan ranjau mereka selesaikan. Mengangkat tema kemanusiaan dalam keadaan perang, keberanian untuk terus memiliki harapan terlepas dalam keadaan sulit yang dialami, dan keterbukaan untuk percaya dan mengenal terlebih dahulu, sebelum membenci dan terlalu dalam untuk curiga, menjadi tema yang diangkat dalam film ini. Penyajian film yang unggul serta kisah yang menarik para penonton menyebabkan film mendapatkan nominasi di piala Oscar 2017 dalam kategori film berbahasa asing terbaik. Film ini juga memenangkan sinematografi terbaik, desain kostum, terbaik, dan tata rambut dan make up terbaik dalam European Film Awards pada 2016 lalu.
Mengenal Eropa melalui Filmnya
Mengenal suatu budaya sejatinya dapat menggunakan berbagai cara, salah satu media yang paling populer adalah melalui film.
Direktur Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya, Benoit Bavouset yang turut hadir di festival film ini mengungkapkan bahwa, “Masyarakat Eropa mengenal bahasa dan budaya negara Eropa lain dari film-filmnya. Menayangkan film-film Eropa yang cukup sulit untuk diketahui peredarannya menjadi tujuan dari festival fim ini, dari begitu banyak film Hollywood yang beredar.”
Maya, yang mewakili Qublicle Centertempat diselenggarakannya festival film Europe on Screen di Surabaya berujar, “Qubicle Center yang baru muncul di Surabaya menjadi wadah bagi kegiatan kreatif bagi semua komunitas. Bekerja sama dengan IFI yang menjadi penyelengara festival film ini di Surabaya, kami berharap dapat menjaring dan memfasilitasi kegiatan komunitas yang ada di Surabaya, dan mempromosikan peran Qubicle melalui festival film ini menjadi salah satunya cara.”
Festival film Europe on Screen menjadi sebuah ajang promosi dari berbagai institut kebudayaan negara Eropa yang ada untuk menayangkan film-film negaranya kepada masyarakat Indonesia. Film-film yang ditayangkan juga telah memenangkan banyak penghargaan di negara asalnya. Sayangnya, film yang ditampilkan di Surabaya sejatinya tidak memperlihatkan wajah dan keadaan negara Eropa yang ada saat ini secara eksplisit. Namun pemutaran film yang dilakukan oleh negara-negara eropa ini memperlihatkan bagaimana kualitas perindustrian film mereka yang tidak kalah dari industri film Amerika Serikat yang lebih booming dan mainstream di Indonesia. Betapa Eropa bisa dijadikan standar kualitas perfilman yang dapat dicontoh oleh perindustrian film Indonesia. Melalui fragmen film yang ditayangkan secara implisit pengunjung dapat melihat bagaimana film Eropa bekerja melalui kualitas, bahasa dan perindustrian filmnya, dan melalui festival film ini pengunjung seolah menyaksikan Eropa di Surabaya.
Reporter : Septyawan Akbar
TAG: #event #film #review #