» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Cuci Darah di Usia Belia: Harga Mahal dari ‘Kepraktisan’ Makanan dan Minuman Siap Saji
08 Agustus 2024 | Opini | Dibaca 172 kali
Cuci Darah di Usia Belia: Harga Mahal dari ‘Kepraktisan’ Makanan dan Minuman Siap Saji: Cuci Darah di Usia Belia: Harga Mahal dari ‘Kepraktisan’ Makanan dan Minuman Siap Saji Foto: Ciputra Hospital
Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada fenomena yang memprihatinkan, yakni munculnya kasus anak-anak kecil menjalani cuci darah akibat gagal ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) (Tristiawati, 2024). Penyakit gagal ginjal yang biasanya diasosiasikan dengan orang dewasa atau lansia kini telah menyerang generasi penerus bangsa kita. Penyakit ini menyerang siapapun tanpa pandang bulu. Para pakar kesehatan menduga pemberian makanan siap saji dan minuman berperisa yang berlebihan menjadi penyebab utamanya.

Retorika.id - Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada fenomena yang memprihatinkan, yakni munculnya kasus anak-anak kecil menjalani cuci darah akibat gagal ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) (Tristiawati, 2024). Penyakit gagal ginjal yang biasanya diasosiasikan dengan orang dewasa atau lansia kini telah menyerang generasi penerus bangsa kita. Penyakit ini menyerang siapapun tanpa pandang bulu. Para pakar kesehatan menduga pemberian makanan siap saji dan minuman berperisa yang berlebihan menjadi penyebab utamanya.

Fenomena ini bukan hanya mencerminkan perubahan pola makan manusia, tetapi juga menggambarkan transformasi sosial yang lebih luas. Di tengah kemajuan teknologi, makanan instan sering kali diandalkan oleh orang tua karena penyajiannya yang sangat praktis. Namun, di lain sisi, makanan siap saji juga mengandung bahan pengawet, gula, dan sodium yang berbahaya apabila dikonsumsi berlebihan. Tanpa disadari, pemilihan makanan yang tampaknya sepele ini membawa konsekuensi serius bagi kesehatan anak-anak, khususnya fungsi ginjal mereka.

Fakta Mencengangkan Dibalik Kasus Pasien Anak Cuci Darah

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, membeberkan sebanyak 13 persen penduduk Indonesia terkena penyakit diabetes (Maharani, 2024). Tingginya persentase pengidap diabetes


di Indonesia ini diduga karena kebiasaan masyarakat yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis tanpa memerhatikan kadar gulanya yang tinggi. Kebiasaan ini juga dapat mengundang berbagai penyakit kronis lainnya, seperti stroke dan penyakit jantung. 

“Masalahnya, dari anak-anak sekarang minumannya kan gula semua, apa tuh, manis-manis, boba-boba, es krim segala macam. Itu harus dikurangi, kalau bisa minumnya tanpa gula,” imbuhnya.

Pada tahun 2024, tercatat sejumlah 77 pasien anak tengah menjalani prosedur hemodialisis atau cuci darah secara rutin di Jawa Barat. Fakta yang mengejutkan lagi, rupanya kasus cuci darah memprihatinkan tersebut bukanlah suatu hal yang baru. Mirisnya, jumlah kasus yang terbilang cukup banyak ini masih tergolong lebih rendah dibanding total kasus pasien anak cuci darah di tahun lalu sebanyak 125 anak (Tim detikJabar, 2024).

Faktor Penyebab Munculnya Penyakit Gagal Ginjal pada Anak

Gagal ginjal akut pada anak merupakan suatu kondisi klinis ketika ginjal mengalami disfungsi. Kondisi ini dapat terjadi akibat ketidakmampuan ginjal dalam menyaring limbah atau zat beracun yang terkandung di darah. Gagal ginjal akut juga dapat terjadi saat ginjal tidak mampu menyeimbangkan air serta elektrolit. Mayoritas pasien yang mengidap penyakit gagal ginjal dengan usia di bawah lima tahun disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. Berbeda halnya dengan pasien gagal ginjal yang berusiaa di atas lima tahun. Gagal ginjal yang mereka idap cenderung disebabkan oleh faktor eksternal, seperti infeksi zat-zat toksik, dehidrasi, serta penyakit kronik lain (Janati & Pratama, 2024).

Apa Saja Langkah Pencegahan yang Dapat Dilakukan?

Meskipun situasi ini tampak mengkhawatirkan, kita tidak perlu merasa cemas berlebihan. Sebaliknya, ini adalah momen krusial bagi kita semua untuk mengambil tindakan nyata. Dengan memahami akar permasalahan dan dampak jangka panjang dari pola makan tidak sehat, kita dapat mulai melakukan perubahan-perubahan kecil tetapi signifikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pertama-tama, kita harus memberikan batasan dalam mengonsumsi makanan siap saji maupun minuman berperisa alami maupun buatan. Tentu kita tidak dapat menghindari sepenuhnya, tetapi kita dapat mengurangi intensitasnya. Mengonsumsi makanan siap saji atau minuman berperisa cukup 1-2 kali dalam seminggu. Selain itu, kita juga dapat mengganti minuman berperisa dengan minuman segar lainnya yang lebih sehat seperti infused water atau jus buah tanpa tambahan gula yang berlebihan.

Kedua, kita juga harus lebih waspada terhadap kandungan gizi yang tertera pada label kemasan makanan atau minuman instan. Kita sebaiknya memilih makanan dengan kadar gula dan garam yang tidak terlalu tinggi. Untuk menentukan apakah kadar kedua zat yang akan dikonsumsi tersebut masih berada di batas normal atau tidak, kita dapat berpedoman pada anjuran Kementerian Kesehatan. Misalnya, setiap orang dianjurkan untuk mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram, sedangkan garam dibatasi tidak lebih dari 5 gram (Kementerian Kesehatan, 2024).

Lalu yang terakhir, tetapkan target konsumsi air mineral harian. Selain menjaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik, air mineral membantu mencairkan konsentrasi zat-zat berbahaya yang terkandung dalam makanan siap saji dan minuman berperisa. Hal ini tentunya akan mengurangi beban kerja pada ginjal.

Setelah melihat solusi-solusi pencegahan di atas, melindungi kesehatan ginjal kita bukanlah pekerjaan yang berat untuk dilakukan. Mungkin sudah saatnya kita bertanya pada diri sendiri, “Apakah kenikmatan sesaat dari minuman berperisa sebanding dengan biaya cuci darah yang harus ditanggung di masa depan?”. Mari kita bangun kesadaran bahwa investasi terbaik masa depan merupakan pola hidup sehat yang kita tanamkan sejak dini.

 

Penulis: Raisa Nawla Syahira

Editor: Adil Salvino Muslim

 


TAG#portal-web-pers-mahasiswa  #sosial  #surabaya  #