» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Serahkan Petisi ke MA, Perjuangan Suku Awyu dan Moi Mempertahankan Hutan Adat Belum Usai
30 Juli 2024 | Mild Report | Dibaca 171 kali
#AllEyesOnPapua yang sempat ramai beberapa waktu yang lalu menunjukkan atensi dan dukungan publik atas perjuangan masyarakat adat Awyu dan Moi yang tengah mempertahankan hutan adat mereka dari genggaman korporasi-korporasi besar yang hendak mengkonversi hutan menjadi perkebunan sawit. Hingga kini, masyarakat adat masih terus berupaya menuntut pencabutan izin usaha dan lingkungan yang telah dikantongi korporasi-korporasi tersebut ke jalur hukum dan menunggu hingga Mahkamah Agung (MA) menetapkan putusan atas perkara ini.

Pekan lalu, tepatnya pada Senin (22/07/2024), rombongan masyarakat adat Awyu dan Moi melenggang ke Mahkamah Agung (MA) untuk menyerahkan petisi penolakan proyek perkebunan sawit di hutan adat mereka. Aksi yang dilakukan masyarakat adat Awyu dan Moi di MA tersebut merupakan kali kedua setelah pengajuan tuntutan pencabutan izin perusahaan sawit pada bulan Mei lalu.

 

Terhitung sebanyak 253.823 total tanda tangan petisi dukungan pencabutan izin sejumlah perusahaan sawit yang hendak mengeksekusi hutan adat suku Awyu dan Moi telah diserahkan kepada lima hakim di MA. Kelima hakim yang menangani perkara ini telah menyatakan komitmen untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung (PMA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup yang menjadi salah satu panduan utama mengenai kewenangan pengadilan dalam menangani kasus lingkungan. PMA ini pula merupakan pengganti PMA tahun 2013 karena dapat berfungsi lebih kuat dan jelas sebagai dasar hukum bagi hakim dalam perkara yang melibatkan lingkungan hidup, masyarakat, perusahaan, dan pemerintah.

 

Meskipun para hakim menyatakan komitmen untuk memberikan perlindungan hukum, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai penanganan perkara di MA. Hendrikus Woro, ketua marga Woro dan perwakilan


masyarakat adat Awyu, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi lebih lanjut mengenai nomor registrasi perkara kasasi yang diajukan atas putusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait gugatan dua perusahaan sawit, yaitu PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya. Kedua perusahaan tersebut telah dan berencana untuk memperluas operasi mereka di Boven Digoel, Papua Selatan. Oleh karena itu, masyarakat adat Awyu dan Moi terus mendesak MA untuk segera memproses dan memutus perkara ini.

 

Masyarakat Awyu terus gencar melakukan perlawanan terhadap PT Indo Asiana Lestari (IAL) yang sejak tahun 2017 telah mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar di Boven Digoel. Masyarakat adat Moi juga melakukan hal yang sama, mereka menuntut PT Sorong Agro Sawitindo atas penggundulan yang akan dilakukan pada hutan adat Moi seluas 18.160 hektar di Sorong. Selain itu, mereka juga aktif melawan sejumlah korporasi yang berupaya mengkonversi hutan adat untuk perkebunan sawit yang tergabung dalam Proyek Tanah Merah seperti PT Megakarya Jaya Raya, PT Kartika Cipta Pratama, PT Graha Kencana Mulia, PT Energi Samudera Kencana, PT Tranegah Karya Utama, PT Manunggal Sukses Mandiri, dan PT Nabati Usaha Mandiri.

 

Tuntutan yang telah diajukan sebelumnya untuk mencabut izin usaha dan lingkungan korporasi-korporasi tersebut tidak disambut baik. Terbukti dengan penolakan yang dialami masyarakat adat Awyu saat mengajukan gugatan terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal Provinsi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura atas penerbitan izin lingkungan kepada PT IAL. Pihak dinas berargumen bahwa pemberian izin tersebut telah sesuai dengan prosedur dan sah secara hukum. Namun, fakta menunjukkan bahwa dalam proses penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), masyarakat adat sebagai pemilik ulayat tidak dilibatkan. Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan hukum yang mensyaratkan partisipasi aktif masyarakat dalam penyusunan Amdal.

 

Kini, putusan MA menjadi salah satu harapan besar bagi masyarakat adat Awyu dan Moi. Setelah menghadapi berbagai penolakan dalam upaya hukum sebelumnya, putusan ini kiranya dapat menjadi angin segar atas perjuangan mempertahankan tanah adat mereka. Mereka berharap putusan MA dapat mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka, serta dapat memberikan keadilan yang selama ini diabaikan oleh pihak-pihak berwenang. Jika putusan MA benar-benar dapat berpihak pada masyarakat adat, hal ini tentu akan menjadi preseden penting dalam upaya perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.

 

Referensi:

 

Greenpeace Indonesia. (2024, July 22). #AllEyesOnPapua Berlanjut, Suku Awyu dan Moi Serahkan Petisi Dukungan Publik ke MA. Greenpeace. Retrieved July 29, 2024, from https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/58791/alleyesonpapua-berlanjut-suku-awyu-dan-moi-serahkan-petisi-dukungan-publik-ke-ma/

Mahkamah Agung. (2023, June 12). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. JDIH Mahkamah Agung RI. Retrieved July 29, 2024, from https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/perma-nomor-1-tahun-2023/detail

Ugipa, O., & Asra, M. I. (2024, July 23). MA akan Coba Jurus Terbaru Selesaikan Tuntutan Suku Awyu dan Moi. Betahita. Retrieved July 28, 2024, from https://betahita.id/news/detail/10461/ma-akan-coba-jurus-terbaru-selesaikan-tuntutan-suku-awyu-dan-moi.html?v=1721754058

Putri, D., Rahmasari, H., Prastya, S. N., Yuda, Z. A. W., & Marizal, M. (2024). Menguak Persoalan Hak Ulayat Suku Awyu dengan PT Indo Asiana Lestari. Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 3(8), 11-20.

 

Penulis: Aveny Raisa

Editor: Vanyadhita Iglian


TAG#demokrasi  #hukum  #lingkungan  #pemerintahan