» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Jejak dan Alasan Ofensifitas Taliban Terhadap Afghanistan
02 September 2021 | Mild Report | Dibaca 1528 kali
Jejak dan Alasan Ofensivitas Taliban: - Foto: Tribunnews.com
Ofensifitas Taliban memicu konflik di Afghanistan, Taliban sendiri merupakan fraksi politik dan agama ultrakonservatif yang muncul semenjak 1990-an. Tujuan yang hendak dicapai Taliban adalah untuk memperbaharui perdamaian dan keamanan dengan berlandaskan islam. Taliban juga sering dikaitkan dengan aksi terorisme, eksistensinya pun sampai saat ini terus hadir ditandai dengan adanya pergerakan dan pemberontakan . Akibat dari kependudukan Taliban atas Afganistin, banyak penduduk yang merasa khawatir dan takut, sebab selama ini Taliban dikenal sering melakukan tindak kekerasan.

retorika.id- Pada (16/08/2021) dunia digegerkan dengan hadirnya kejadian kependudukan Taliban yang menguasai Kabul, ibukota dari Afghanistan. Tidak berhenti di situ, hadirnya Taliban di Ibukota juga sekaligus mampu menguasai Gedung Presiden Afghanistan. Kondisi ini semakin diperparah dengan kaburnya presiden Afghanistan, yakni Ashraf Ghani. Diketahui melalui beberapa kanal berita, Ashraf Ghani memilih kabur dari Afghanistan menuju Uni Emirat Arab pasca kekacauan yang menyebabkan gejolak politik dan keamanan di Afghanistan. Adanya kejadian ini menjadikan dunia internasional kembali memanas, khususnya antara Afghanistan dan  Amerika Serikat, karena pihak Amerika Serikat telah menarik pasukannya dari Afghanistan Mei lalu. Yang mana ini sering dihubungkan pada kasus pergerakan Taliban, sehingga berkaca dari permasalahan tersebut, menarik untuk dibahas pada dasarnya bagaimana latar belakang kasus ini dan beberapa kemungkinan yang hadir akibat kasus ini.

Siapa Taliban?

Taliban merupakan fraksi politik dan agama ultrakonservatif yang muncul dan tumbuh di Afghanistan maupun sekitarnya semenjak 1990-an. Taliban merupakan siswa dari bahasa Pashto di sekitaran utara Pakistan pasca runtuhnya kekuasaan Soviet di akhir Perang Dingin. Golongan ini didasarkan pada identitas religius—berbasis islam konservatif—yang berupaya melebarkan pengaruhnya. Visi politik Taliban  adalah  mono identitas yang dengan cepat menjadi salah satu golongan atau organisasi politik dengan posisi cukup kuat.  Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk memperbaharui perdamaian dan keamanan dengan berlandaskan islam, selain itu mampu menarik banyak sumber daya manusia serta  mendapatkan dukungan.

Bagaimana Ruang Gerak Taliban di Afghanistan dan Sekitarnya Selama Ini?

Dengan tumbuhnya Taliban pada 1995, mereka mampu menguasai beberapa wilayah seperti Herat, perbatasan Iran, dan sekaligus mengusasi ibukota Afghan, yakni Kabul, dengan melengserkan kekuasaan Presiden Burhanudin Rabbani. Dengan ini Taliban mampu mengusai hampir 90% wilayah Afghanistan—yang juga menjadi negara basis pergerakannya.

Selain itu pasca kejadian 9/11 yang menempatkan Amerika Serika sebagai sasaran, Taliban seringkali dihubungkan dengan aksi terorisme yang pada awal 2000-an masif munculnya beberapa aktor dan golongan teror, seperti Al Qaeda dan beberapa cabang pergerakannya. Dalam kasus ini, Taliban mampu ‘dipukul’ mundur dan kalah dalam pertempurannya yang dikenal dengan perang Afghanistan karena memilih untuk melindungi Osama bin Laden (Pemimpin Al-Qaeda) dalam upaya Counterterrorism, dari kejadian tersebut Taliban pun mulai melemah.

Setelah usai, Taliban tak langsung hilang begitu saja. Eksistensinya masih hadir dengan beberapa pergerakan dan pemberontakan yang dilakukan di kawasan pinggiran Afghanistan hingga Pakistan. Didukung dengan suplai dana yang masuk, Taliban senantiasa melanjutkan perdagangan narkoba dan transaksi untuk mengakomodasi berbagai kepentingannya. Upaya tersebut merujuk kepada ambisi Taliban yang tetap ingin berupaya bertahan di


Afghanistan—termasuk di tengah masifnya kembali militer Amerika Serikat di kawasan Afganistan (2008-2011). Sehingga tepat pada 2014, bersamaan dengan ditariknya beberapa militer US—yang sebelumnya mencapai 100.000 pasukan—Taliban mengembangkan kekuatan militernya.

Apa Tujuan Taliban dalam Konflik Kali Ini?

Adanya Taliban yang langsung memegang kendali pemerintahan menjadikan banyak dari kalangan rakyat Afghanistan merasa takut dan khawatir. Kependudukan Taliban di pemerintahan dalam rangka memegang kendali Afghanistan disinyalir disebabkan oleh mundurnya pasukan AS. Mundurnya pasukan AS di Afghanistan memang memicu berbagai perdebatan di kalangan praktisi Hubungan Internasional. Membaca suatu kelonggaran, tak kaget jika Taliban mulai bergerak. Namun, dibalik itu semua, perundingan yang melibatkan Taliban-AS dan pemerintahan Afghanistan juga menjadi cikal bakal pergerakan Taliban.

Alih-alih menegosiasikan kesepakatan pembagian kekuasaan dengan pemerintah Afghanistan, Taliban justru melepaskan serangan militer untuk mengambil alih kekuasaan dengan paksa, memanfaatkan penarikan pasukan AS sebagai momen peluang mereka.

Orientasi Taliban menguasai Afghanistan tidak terlepas dari obsesi dalam menciptakan inklusivitas. Lebih dari itu, Taliban juga berupaya menciptakan perdamaian dan keamanan sebagaimana tujuan awal didirikannya Taliban dengan benar-benar mengedepankan nilai religius sebagai pedoman utama. Gambaran tersebut dirasa bentukan paling ideal menurut Taliban, namun tidak semudah itu nilai dan  prinsip Taliban dapat diterima oleh rakyat dan dunia internasional.  

Popularitas awal mereka sebagian besar disebabkan oleh keberhasilan mereka dalam memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum dan membuat jalan-jalan dan daerah-daerah di bawah kendali mereka aman untuk perdagangan berkembang. Namun dengan adanya kekuasaan Taliban ini, perspektif islam ditegakkan begitu masif dan ketat. Dengan prinsip tersebut, tak pelak banyak beberapa kebijakan kontroversif muncul selama penguasaan Taliban di Afghanistan, seperti siaran televisi, hak perempuan, dan  sebagainya.

Dengan kondisi Afghanistan yang kini masuk dalam krisis, baik politik dan keamanan, masyarakat berbondong-bondong keluar Afghanistan dan mencari perlindungan. Konflik satu per satu terjadi, khususnya merujuk kepada bandara Kabul. Sampai saat ini, gejolak di Afghanistan kian memanas, dibawah ketidakpercayaan masyarakat dibawah kendali Taliban yang kerap kali represif.

Sempat terjadi beberapa aksi penutupan akses hingga berujung pada aksi bom bunuh diri. Hal ini yang semakin memperkeruh keadaan di Afghanistan, dimana setidaknya terdapat 13 tentara AS yang tewas dan memicu kecaman oleh AS terhadap Taliban. Kekacauan ini pun juga tidak terlepas dari masyarakat yang  juga terlibat sebagai korban.

Perundingan Damai dan Penarikan Pasukan AS

Mulanya, terdapat Perundingan Damai yang dilakukan oleh AS bersama Taliban. Tetapi nyatanya menuai perdebatan. Biden pun pekan lalu menjelaskan bahwa gejolak di Afghanistan merupakan masalah internal dan sepenuhnya Afghanistan sendiri yang menentukan pilihan. Hal ini mengingat AS telah memberikan berbagai pasokan dan pelatihan militer yang secara logis mampu menghadapi Taliban., namun hasilnya justru nihil.

Kontroversi dalam munculnya perundingan pun juga tak lepas dari akar perdebatan merujuk ofensivitas Taliban kali ini. Namun inti dari perundingan tersebut merupakan inisiasi alternatif, bukan benar-benar final bahwa AS akan menarik pasukannya dengan pascakondisi Taliban tidak menyulut aksi teror. Penarikan juga dilakukan dengan prosedur tahapan, melihat kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Dengan perundingan ini, Taliban relatif diberikan akses cukup terbuka untuk bergerak selama hal tersebut tidak berhubungan aksi teror. Karena jika aksi teror dilakukan  AS akan bersikap sebagaimana harusnya.  Namun uniknya, Pemerintah resmi Afghanistan cukup jarang terlibat dalam perundingan ini.

Bagaimana Dunia internasional menyikapinya?

Banyak kalangan yang menyayangkan kependudukan Taliban di Afghanistan, mereka menilai ini merupakan jurang krisis baik secara fundamental nilai maupun prinsip  Sebab Taliban sangat kontras sebagaimana masyarakat Afghanistan pandang selama ini. Hal yang krusial bagi Taliban mencakup pada perempuan, konservatisme agama, kebebasan, dan demokrasi, sehingga banyak yang kemudian memberikan  pernyataan tegas untuk mendesak Taliban agar tidak melakukan  tindakan  represif.

Berangkat dari kondisi tersebut, isu imigran menjadi konsentrasi pada konflik kali ini sebab banyak dari masyarakat yang memilih keluar dan berlindung ke berbagai negara, seperti Pakistan, Iran, Jerman, Perancis, Italia hingga Inggris. Perlahan namun pasti, jumlah yang kian bertambah rentan sekali menimbulkan masalah baru dalam upaya evakuasi masyarakat Afghanistan, kecuali konflik di Afghanistan terdapat jalan resolusi. Terkait isu ini, beberapa negara penerima masih cukup terbuka dan di waktu yang sama menegaskan pada Taliban bahwa sesegera mungkin mengusaikan konflik yang terjadi. 

Terkait dengan kondisi ini, ada beberapa konflik dan perpecahan yang justru menimbulkan berbagai ‘teguran’ dari negara lain. Indonesia misalnya yang sejauh ini masih memiliki hubungan diplomatik masih mewanti-wanti untuk tidak menumbuhan berbagai konteks yang meyangkut terorisme. Berbeda dengan Rusia dan Cina yang relatif masih cukup terbuka terhadap kependudukan Taliban dalam pemerintahan Afghanistan. Ada beberapa dialog yang dilakukan antara Taliban dengan China kaitannya dengan pembangunan. Namun tetap saja bahwa konteks paling mendasar yang perlu diupayakan ada mengembalikan stabilitas nasional Afghanistan disamping mengevakuasi warga atas dasar keamanan dan kemanusiaan.

Keterbukaan ini menurut perundingan di Qatar pada 10 Agustus 2021, dengan merespon gejolak di Afghanistan maka negara peserta perundingan (China, Rusia, Pakistan, Amerika Serikat) bersama PBB pada dasarnya tidak menerima begitu saja pemerintahan yang dipegang oleh Taliban. Poin utama yang digagas dalam perundingan ini adalah perundingan damai, evakuasi warga, rekonsiliasi, hingga restorasi domestik Afghanistan ke depannya.

 

Penulis: Febrian Brahmantya

Editor : Dina Marga H

 

Referensi:

Amani, Natahsha. (2021,13 Agustus). Perundingan Damai Afghanistan di Qatar Serukan Gencatan Senjata Taliban, Kompas [daring] tersedia dalam: https://www.liputan6.com/global/read/4631114/perundingan-damai-afghanistan-di-qatar-serukan-gencatan-senjata-taliban [diakses pada 31 Agustus 2021]

Anon. (2021, 18 Agustus). Who Are the Taliban?, tersedia dalam: https://www.bbc.com/news/world-south-asia-11451718 [diakses pada 20 Agustus 2021]

Cahyani, Dewi. (2021, 30 Agustus). China Minta AS Hormati dan Bimbing Taliban di Afghanistan, Tempo [daring] tersedia dalam: https://dunia.tempo.co/read/1500340/china-minta-ashormati-dan-bimbing-taliban-di-afghanistan [diakses pada 31 Agustus 2021]

Luce, Dan De. (2021, 14 Agustus). US-Taliban Sign Landmark Agreement in Bid to end America’s Longest War, NBC News [daring] tersedia dalam: https://www.nbcnews.com/news/world/u-s-envoy-touted-peace-afghanistan-18-months-later-peace-n1276811  [diakses pada 29 Agustus 2021]

Sekarwati, Suci. (2021, 26 Agustus) Rusia Belum Putuskan Sikap yang akan Diambil pada Taliban, Tempo [daring] Tersedia dalam: https://dunia.tempo.co/read/1499092/rusia-belum-putuskan-sikap-yang-akan-diambil-pada-taliban [diakses pada 31 Januari 2021]

Sisca, Shintaoka. (2021, 16 Agustus). Rekap Peristiwa Penting di Afghanistan Sejak Invasi AS pada 2001, Kompas [daring] tersedia dalam: https://www.kompas.com/global/read/2021/08/16/181721870/rekap-peristiwa-penting-di-afghanistan-sejak-invasi-as-pada-2001?page=all [diakses pada 24 Agustus 2021]

Stewart, Emily. (2021, 21 Agustus) The History of US Intervention in Afghanistan, from the Cold War to 9/11, tersedia dalam: https://www.vox.com/world/22634008/us-troops-afghanistan-cold-war-bush-bin-laden [diakses pada 21 Agustus 2021]


TAG#agama  #pemerintahan  #politik  #