» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Liputan Khusus
Terduga Pelaku Kasus Chrysant Bertambah Satu Orang
31 Juli 2020 | Liputan Khusus | Dibaca 3043 kali
Pelecehan seksual: Terduga Pelaku Kasus Chrysant Bertambah Satu Orang Foto: Freepik.com
“Terduga pelaku kasus tulisan tidak senonoh pada kertas kejujuran milik Chrysant bertambah satu orang. MYI mengeklaim dua tulisan yang dipermasalahkan dengan dalih untuk melindungi teman baik. Chrysant membuat ultimatum untuk para terduga pelaku agar membuat video permintaan maaf, namun hal itu belum dipenuhi oleh para pelaku sebenarnya. Pihak dekanat berencana menindak pelaku melalui sidang etika yang waktunya belum ditentukan.”

retorika.id- Beberapa hari pasca pemberitaan kasus Chrysant telah menyeruak, para terduga pelaku mulai terselidiki. Sebelumnya, ada tiga nama yang disebut sebagai penulis di kertas bertuliskan vulgar tersebut, yaitu MYI alias Tifan, ACK alias Emil, DJM alias Jono.

Ketika pengisian kertas kejujuran tersebut digelar malam hari pada tanggal 3 Desember 2019, saat itu sedang ada acara piknik satu angkatan jurusan. Setelah ramai kasus tersebut tersebar di media sosial, melalui penelusuran kembali pada kertas milik Chrysant oleh beberapa teman yang menghadiri acara piknik di Mojokerto itu, ditemukan lagi satu permasalahan dalam kertas tersebut. Di kertas tersebut ditemukan satu kata lagi yang menjadi permasalahan, yaitu kata “Semox”.

Penelusuran tersebut dilakukan di rumah Chrysant pada Rabu (22/07/2020) lalu oleh sembilan orang teman-temannya, yang ikut serta dalam acara angkatan di Mojokerto 3 Desember 2019 lalu. Turut pula hadir empat orang perwakilan dari HIMA (Himpunan Mahasiswa) jurusan terkait sejak pukul 16.00 WIB untuk memantau dan memberi dukungan penyelesaian kasus.

Retorika berkesempatan memantau langsung proses penelusuran tersebut. Tulisan tangan terduga pelaku dicocokkan dengan kertas-kertas lain yang pernah dituliskan sebelumnya.

Dalam penelusuran tersebut, teman-teman korban sempat menemui kebuntuan dan beberapa hal yang terlihat ganjil. Tiba-tiba saja salah satu penulis sebelumnya, MYI, berinisiatif mengakui satu tulisan yaitu “Big boobs” dan gambar payudara di sebelah kanan adalah perbuatannya. Saat itu juga, MYI meminta maaf langsung dengan berjabat tangan bersama Chrysant. Karena terlihat janggal, hal tersebut belum dipercaya oleh teman-teman yang hadir di sana.

Saat itu juga, DJM alias Jono juga hadir di rumah Chrysant untuk mengikuti penelusuran. Pada tempat yang terpisah di teras rumah, Retorika mengonfirmasi kembali kepada DJM atas tuduhan yang dilayangkan.

DJM sendiri sebelumnya telah mendatangi Chrysant ke rumah pada Kamis (16/07/2020) untuk meminta maaf, namun dia sendiri mengaku lupa apakah ia benar sebagai penulis tulisan bernada melecehkan atau tidak.

“Lha itu gak inget,” jawabnya.

Ketika ditanya soal MYI yang tiba-tiba mengaku sebagai pelaku dan telah meminta maaf langsung, DJM mengaku tidak mencurigai karena tidak menyaksikan. Ia memang tidak tahu. Untuk menghadapi tuduhan tersebut, DJM mengatakan siap jika diadakan pemeriksaan lebih lanjut terhadap dirinya.

Tidak lama setelah itu, sekitar pukul 21.00 WIB, beberapa teman-teman Chrysant, perwakilan HIMA jurusan, dan tim Retorika yang mencoba menyelidiki kasus tersebut meninggalkan rumah Chrysant.

Retorika berkesempatan lagi untuk bertemu dengan Chrysant lagi esok hari setelahnya. Ia berujar bahwa, MYI kembali mengaku sebagai penulis tulisan yang bermasalah di kertas, kali ini dengan tulisan berbeda, yaitu “Semox”. MYI mengaku secara langsung pada Rabu malam (22/07/2020) ketika beberapa teman, perwakilan HIMA, dan tim Retorika sudah pulang dari rumah Chrysant.

MYI telah dikonfirmasi ulang pada Jumat (24/07/2020) melalui WhatsApp atas pengakuan menulis kata “Semox”. Dia membenarkan pernyataan itu.

“Iya benar,” jelas MYI.

Menurut MYI, dirinya pun telah mengaku kepada Chrysant dan Wakil Dekan III FISIP Unair, Prof. Myrtati Dyah Artaria, MA. PhD., yang turut membantu penyelesaian kasus ini.

“Aku nulis 2.. semox sama big boobs dan emot dada,” kata MYI melalui WhatsApp.

Kejanggalan ditemui tatkala pernyataan MYI sama dengan pengakuan dari ACK kepada Chrysant yang telah menulis kata “Big Boobs”. ACK juga sudah mengaku kepada Chrysant dan Myrta pada Jumat sore (25/07/2020). Akan tetapi, ACK mengaku kata


Big Boobs” yang ditulisnya tidak disertai dengan gambar payudara.

“Iya, itu tulisanku, kalo gambarnya aku kurang tau, maaf Mbak,” ujar ACK kepada Chrysant melalui percakapan di aplikasi LINE.

MYI melindungi identitas ACK dengan alasan sebagai teman dekat. Menulis “Semox” dan gambar payudara diakui oleh MYI sebagai pelaku dikarenakan spontanitas semata.

Ketika Chrysant menanyakan siapa para pelaku penulis kata tidak senonoh kepada teman seangkatannya pasca acara piknik, MYI belum berani mengaku karena malu.

“Saya malu, soalnya itu kan dibahas di grup dan seakan-akan akhirnya banyak orang yang tahu,” jawab MYI.

Satu nama baru sebagai terduga pelaku mencuat ke permukaan. Terduga pelaku berinisial NFM mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada Chrysant dan Myrta pada Rabu (22/07/2020).

NFM mengaku sebagai penulis kata “Big sekali wow”. Pengakuannya kemudian Retorika konfirmasi pada Jumat (24/07/2020) melalui WhatsApp.

“Tapi kalo boleh ngejelasin, aku nulis kalimat itu bukan aku tujukan ke bagian intim korban, lebih ke badannya, ya emang yang aku tulis salah dan saya akui itu,” jelasnya lebih lanjut kepada Retorika.

Bagian intim yang dimaksudkan oleh NFM adalah payudara, lalu dia mengklarifikasi bahwa penulisan “Big sekali wow” dimaksudkan sebagai ungkapan secara keseluruhan tubuh milik Chrysant yang berpostur besar.

Selanjutnya NFM menegaskan pernyataan diri untuk menerima konsekuensi jika perkataan tersebut menyakiti hati Chrysant.

“Emang salah juga nulis seperti itu,” lanjut NFM.

Kembali kepada terduga pelaku berinisial DJM, dirinya diduga oleh Chrysant sebagai pelaku penulis kalimat “Pengen nidurin bareng anak-anak” berdasarkan pencocokan tulisan tangan pada kertas korban lain yang tidak ingin disebut namanya. Pencocokan tersebut dibantu pula oleh analisa dari Myrta.

Retorika telah mengonfirmasi pengakuan ini kepada DJM pada Jumat (24/07/2020). Dia mengatakan bahwa sampai saat itu dirinya masih dalam pendampingan bersama Wakil Dekan untuk membantu mengingat dalam proses analisa tulisan tangan.

Keempat terduga pelaku yaitu MYI, ACK, DJM, dan NFM telah mengakui tulisan tangannya terhadap Chrysant maupun kepada Wakil Dekan III. Selanjutnya Chrysant menuntut kepada para terduga pelaku untuk: (1) mengakui kalimat yang ditulis di kertas miliknya adalah benar; (2) membuat video permintaan maaf dan mengakui kesalahan yang mengakibatkan kerugian imateril terhadap Chrysant; (3) Chrysant berhak mengunggah kembali video tersebut di akun media sosial miliknya sebagai konsekuensi perbuatan pelaku; dan (4) berjanji tidak melakukan hal tersebut di kemudian hari kepada siapapun tanpa terkecuali.

Ultimatum tersebut diluncurkan sampai batas waktu pada hari Rabu (29/07/2020) pukul 17.00 WIB. Keempat terduga pelaku telah Retorika konfirmasi bahwa mereka siap untuk melaksanakan dan memenuhi permintaan.

Chrysant menyerahkan seluruh keputusan kepada FISIP untuk memberi sanksi pada para pelaku. Akhirnya dia memberanikan diri melapor secara resmi dengan sebuah surat.

Dia telah mengirimkan surat pengaduan kepada Dekan FISIP melaui e-mail pada Jumat (24/07/2020). Sampai berita ini terpublikasi, tanggapan e-mail tersebut masih belum ditindaklanjuti.

Setelah berita ini terbit, para terduga pelaku belum ada yang mengunggah video permintaan maaf di media sosial mereka masing-masing. Chrysant menyesali kelalaian sikap para pelaku yang tidak serius menanggapi.

Dia pun merasa kebingungan menagih kepada siapa, sebab para terduga pelaku sekarang ini bisa jadi bukanlah pelaku sebenarnya. Masih ada rasa pesimis melilit pikirannya bahwa para pelaku akan mendapatkan ganjaran setimpal.

“Mau nagih juga nagih ke siapa,” sesal Chrysant.

 

Pelaku Dominan Mengakui Kesalahan Masa Lalu

Selain persoalan tulisan kertas yang bernada tidak senonoh terhadap penyintas, teman laki-laki lain yang menyadari pernah melakukan body shaming dan lain-lain telah mengakui kesalahannya. Nama berinisial C, V, dan B sebagai pelaku dominan sejak kuliah pun telah tim Retorika konfirmasi.

Berdasarkan klarifikasi dari C kepada Chrysant, dia keberatan disebut sebagai pelaku dominan sejak kuliah. Namun dia tidak membantah bahwa pernah ikut melakukan body shaming.

C mengakui kesalahan tersebut dan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya pula. Terkait kemungkinan sanksi yang didapat, dia akan terima kecuali drop out (dikeluarkan).

“Aku siap sih, asalkan jangan drop out,” kata C kepada Retorika pada Rabu (22/07/2020).

V dan B mengakui tidak menulis perkataan tidak senonoh dalam acara piknik pada Desember 2019 lalu. Mereka berdua tidak memungkiri pula sebagai pelaku dominan sejak kuliah terkait guyonan seksis.

Sebagai ketua angkatan, V telah mengakui kesalahan dan tidak berperilaku baik kepada temannya.

“Iya aku juga sadar aku pernah ngomongin korban dan aku pun yakin gak cuma aku yang ngomongin. Entah anak-anak cowok lain ngomongin korban apa enggak, aku juga gak tau,” ujarnya.

 

Dekanat Menindaklanjuti Kasus Chrysant

Terangkatnya kasus pelecehan terhadap Chrysant oleh teman satu jurusan di angkatannya sendiri telah terdeteksi oleh Ketua Departemen, Drs. Yusuf Ernawan, M.Hum. Yusuf menghubungi Retorika melalui telepon pada Rabu (22/07/2020) untuk mengonfirmasi pemberitaan.

Kemudian dia mengatakan kasus ini sedang diajukan ke Wakil Dekan I untuk dimungkinkan adanya sidang etika terhadap pelaku dan pendampingan terhadap korban. Pemberitaan kasus ini telah mendapat ruang dari Yusuf untuk disorot sampai tuntas.

Tidak sampai satu hari penuh, kasus ini sudah terdengar oleh para dosen dari departemen tempat Chrysant menempuh studi. Identitas pihak terkait kemudian mulai dihubungi oleh Yusuf.

Saat dihubungi pada Senin (27/07/2020), tim Retorika menanyakan kembali Yusuf untuk mendapatkan perkembangan kasus. Setelah melakukan pendalaman kronologi kejadian terhadap korban dan pelaku, Yusuf merasa kaget dan heran sebab masih terdapat mahasiswa yang belum mampu menempatkan diri dalam bergaul. Dia menyayangkan sikap beberapa mahasiswa yang belum dewasa.

Laporan kejadian yang dibuat oleh korban kepada departemen telah ditindaklanjuti. Terhitung hingga tanggal 27 Juli 2020, surat laporan kasus dan kronologi kejadian telah disusun oleh departemen dan Help Center untuk menjadi bahan laporan kepada dekanat dan rektorat.

“Departemen tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu kasus. Keputusan kasus dapat dilakukan setelah pihak departemen mengusulkan kepada dekanat agar membentuk Komisi Etik,” ujar Kepala Departemen jurusan tersebut.

Komisi Etik merupakan komisi yang beranggotakan perwakilan departemen, perwakilan dekanat, dan perwakilan Badan Pertimbangan Fakultas (BPF) serta pihak lain yang diperlukan untuk bersidang. Menurut Yusuf, Komisi Etik inilah yang kemudian berhak mengambil keputusan, namun masih tetap berupa saran kepada rektorat sebagai pengambil keputusan akhir.

Menurutnya, pihak dekanat dan rektorat memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus. Dia berharap agar pihak dekanat dan rektorat segera menyelesaikan kasus yang masih bergulir.

Saat dihubungi pada Kamis (23/07/2020) sampai berita ini diterbitkan, Dr. Falih Suaedi., MSi., selaku Dekan FISIP Unair belum memberi tanggapan terkait kasus pelecehan terhadap Chrysant. Falih hanya menjawab dirinya mencoba mencari waktu karena kampus sedang lockdown.

Begitupun juga Wakil Dekan I Prof. Dr. Musta’in Mashud, M.Si., juga belum memberikan keterangan mengenai kasus Chrysant.

“Saya masih di luar kota,” jawab Musta’in kepada Retorika pada Jumat (24/07/2020).

Sementara itu Wakil Dekan II Dr. Tuti Budirahayu, MSi., memberi tanggapan di waktu yang sama pada Jumat (24/07/2020), dia mendukung penyelesaian kasus pelecehan ini agar diselesaikan melalui ketentuan yang ada di kampus.

Wakil Dekan II tersebut menegaskan bahwa fakultas tidak menoleransi segala bentuk kekerasan, baik kekerasan seksual, fisik atau simbolik. Fakultas akan melakukan penelusuran dan tindakan khusus selama kasus kekerasan yang terjadi telah dilaporkan kepada pihak kampus.

Dia mengatakan bahwa keberanian korban untuk berani bicara dan melapor merupakan hal yang paling penting. Mengenai alur pelaporan kekerasan seksual yang terjadi di kampus, Tuti menjelaskan bahwa korban dapat melapor kepada siapapun, minimal dengan dosen. Dosen dan departemen lantas dapat meneruskan laporan tindakan kekerasan seksual ke tingkat fakultas.

Pelaporan kasus pelecehan seksual di kampus juga dapat langsung dilaporkan ke Wakil Dekan I yang membawahi kemahasiswaan ataupun ke Wakil Dekan II yang bekerja sama dengan Help Center. Kemudian pihak terkait itu akan memberikan pendampingan psikologis korban dan bantuan hukum di tingkat internal.

“Ketika yang bersangkutan merasa dilecehkan, atau merasa dianiaya silakan melakukan pelaporan, sepanjang ada laporan, kami (fakultas) akan bertindak,” ujar Wadek II saat dihubungi Retorika.

Selama ini FISIP telah memiliki tata tertib berperilaku di kampus dan etika akademik. Ketika terdapat perilaku yang menyimpang dari tata tertib dan etika, FISIP akan membuat Komisi Etik.

Dia menegaskan bahwa fakultas akan memberikan perlindungan hukum serta membantu korban pelecehan seksual di kampus selama korban membuat laporan.

“Jangan merasa bahwa kita sendiri dengan adanya ini (pelecehan seksual), ayo kita sama-sama bergerak untuk bisa mengembalikan harga diri dan martabat orang,” tegasnya.

Sementara itu Wakil Dekan III Prof. Myrtati Dyah Artaria, MA., PhD., telah berinisiatif merangkul para korban. Bersama dengan Chrysant, tiga korban lain yaitu Giana, Zara, dan Lastri (semuanya nama samaran) telah mendapatkan pendampingan sejak awal kasus ini terangkat ke publik.

Wakil Dekan III tersebut telah mengusahakan membantu untuk menganalisis tulisan tangan para terduga pelaku. Seiring berjalannya waktu, para terduga pelaku mulai bermunculan dan mengakui kesalahan mereka.

Retorika telah mengonfirmasi kepada Wakil Dekan III mengenai perkembangan kasus pelecehan seksual terhadap Chrysant. Setelah melakukan pendalaman terhadap kasus yang sedang bergulir, Wadek III menyatakan bahwa sense of sensitivity mahasiswa terhadap arti dari pelecehan dan intimidasi (bullying) tidak sama.

Dia menyimpulkan bahwa perlu dilakukan sosialisasi lebih baik agar tercipta lingkungan akademik yang sehat. Kemudian Wadek III menyampaikan kepada Retorika pada Rabu (29/07/2020), bahwa perkembangan kasus pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswa FISIP ini tinggal menunggu hasil keputusan dari dekanat.

“Kami insyaallah tetap peduli (terhadap kasus pelecehan seksual) untuk membuat lingkungan belajar tetap baik,” tutupnya.

Terkait waktu sidang etika tersebut akan digelar, pihak dekanat masih mempelajari kasus. Sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku pun belum dapat dipastikan.

 

Penulis:

Faiz Zaki

Anugrah Yulianto

Inayah Putri Wulandari


TAG#fisip-unair  #  #  #