» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Menyoal Jurnalisme dan Globalisasi
07 Februari 2019 | Opini | Dibaca 1731 kali
Problem Jurnalisme Kini: Kajian dan Diskusi Foto: Library Guides - Monash University
Hidup di era globalisasi menyebabkan perputaran informasi menjadi kian cepat dan tak beraturan. Di sini jurnalis harus menegakkan perannya dalam mengedukasi masyarakat dengan tak menanggalkan idealismenya.

retorika.id - Seperti biasa LPM Retorika mengadakan Kajian dan Diskusi dalam rangka menguji dan mengembangkan perspektif kritis dalam menanggapi kondisi dunia jurnalistik di era globasisasi. Sehubungan dengan kegiatan magang yang dilangsungkan, Retorika mengajak anggota internalnya bersama para peserta magang Retorika untuk merefleksikan kembali “Jurnalisme dan Globalisasi”. Berikut beberapa poin yang dapat diambil dari kajian dan diskusi kali ini.

“Jurnalisme saat ini kondisinya semakin memprihatinkan, karena para jurnalis sering kali tidak memperhatikan kode etik jurnalistik serta mengabaikan kredibilitas konten yang tersaji dalam berita. Sehingga terkesan hanya memenuhi target saja,” ujar Malik.

Dengan melihat berbagai kemudahan yang ditawarkan, hal itu sering kali membuat beberapa platform berita terlena dalam memuat isi konten yang tanpa melalui tahap penyuntingan terlebih dahulu. “Bahkan, di era saat ini jurnalisme banyak yang memegang dari kalangan politisi dan tidak menutup kemungkinan dunia jurnalisme ini digunakan sebagai ajang kampanye untuk memperkuat antar kubu atau bahkan dengan maksud kepentingan lain,” ucap Irma.          

Di zaman dulu, jurnalisme mempunyai kendala di media penyiaran. Sedangkan saat ini, kendala yang perlu diperhatikan


adalah idealisme seseorang yang dapat mempengaruhi tingkat obyektivitas. Tentunya sifat obyektivitas dalam menyajikan berita sangatlah penting. Sehingga, masyarakat dalam menerima semua informasi secara komprehensif tanpa harus terprovokasi dengan hal-hal tertentu.

“Di zaman sekarang setiap individu bisa menjadi jurnalis. Karena mereka dapat menyebarluaskan dengan mudah apa saja yang dilihat dan apa yang didengar tanpa memperhatikan kevalidan datanya. Hal itu sangat berbahaya jika dibiarkan. Maka dari itu pendidikan awal sangat penting dalam pemahaman tentang jurnalisme sehingga dalam penerapannya terhindar dari kasus-kasus seperti penyebaran berita hoax,” ungkap Alvidha, yang merupakan salah seorang anggota magang Retorika.

Masyarakat sekarang cenderung lebih menyukai berita yang hanya “asal viral”, dikemas dengan penjelasan singkat, dan berbahasa anti-mainstream. Namun, berita yang muncul teratas di laman pencarian belum tentu berkualitas baik. Sebab, sistem mereka adalah kejar target dan yang paling cepat untuk mempublikasikan. “Tidak munafik, kebanyakan masyarakat itu lebih senang membaca berita dengan mengutamakan popularitas. Tanpa melihat kualitas data maupun isi nya,” ucap Anisa yang juga merupakan peserta magang.

Sebagai contoh, banyak media sosial seperti instagram dan twitter yang sering menjadi media penyebaran berita-berita yang kurang terbukti tingkat kredibilitasnya.  Penyebabnya adalah kebebasan setiap individu dalam menggunakan teknologi sebagai produk globalisasi yang kemudian disalahgunakan oleh masyarakat.

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan maraknya berita hoax. Pertama, faktor ekonomi. Hanya karena ingin mendapatkan pemasukan lebih maka jurnalis menghalalkan segara cara agar bagaimana informasi-informasi yang dibutuhkan segera dapat terkumpul tanpa memilah mana yang valid dan mana yang tidak. “Dulu, tahun 1980-an ada sebutan yaitu “Jurnalis Bodrex". Sebutan itu dimaksudkan untuk wartawan gadungan yang memeras informan saat melakukan wawancara atas dasar motif ekonomi. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa harus bisa menjadi selektif dalam mengolah berita agar tingkat kredibilitas dan keakuratan data tetap terjaga,” ucap Lenny.

Kedua, faktor kepentingan pribadi. Seorang jurnalis tentunya bertemu dengan banyak orang. Dari mulai strata sosial bawah sampai strata sosial atas, karena mereka dituntut untuk fleksibel di mana pun dan kapan pun. Tidak heran jika ketika musim Pemilu, stasiun teleisi terkadang ada yang lebih condong ke salah satu kubu tertentu. Sebab, hal itu dimanfaatkan sebagai media sosialisasi untuk melancarkan kampanye.

Ketiga, kejujuran pribadi juga penting. Apabila dari awal sifat jujur hanya menjadi kiasan, maka berita yang dibuat hanya mencerminkan keberpihakan.

Maka dari itu, perlu adanya langkah-langkah yang tegas dalam menegakkan sportifitas jurnalistik. Di antaranya adalah:

  1. Penguatan kode etik jurnalistik. Terlepas dari teknik dalam pembuatan berita, hal yang paling fundamental adalah pendidikan awal bagi mahasiswa sebagai calon jurnalis untuk memahami betul tentang jurnalisme. Karena kita sebagai agent of change yang dapat menjembatani masyarakat untuk mengetahui informasi secara faktual. Baik organisasi maupun komunitas harus saling berkoordinasi dengan baik dalam mentranmisikan nilai-nilai yang harus diperkuat dan diterapkan oleh seorang jurnalis sesuai dengan kode etik jurnalistik.
  2.  Meningkatkan idealisme dan profesionalisme, Bekal yang paling penting bagi seorang jurnalis adalah bagaimana ia mengendalikan idealisme nya terhadap isu-isu yang tengah beredar. Karena dengan begitu seorang jurnalis tidak akan mudah tergoyahkan dan profesional dalam menjalankan tugas.
  3.    Menanamkan sifat jujur. Kejujuran merupaka sifat yang selalu diterapkan di segala aspek. Apalagi untuk seorang jurnalis yang harus berada di poros tengah.

 

Penulis : Alvidha Febrianti 


TAG#aspirasi  #gagasan  #lpm-retorika  #pers-mahasiswa