» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Adakah Harapan Untuk Terbebas dari Cengkeraman Diskriminasi bagi LGBT di Indonesia?
30 Juni 2021 | Opini | Dibaca 1484 kali
Juni dan Pride Month: Adakah Harapan dari Cengkeraman Diskriminasi bagi LGBT di Indonesia?: - Foto: reuters.com
Perayaan Pride Month pada bulan Juni seharusnya menjadi sebuah ajang bagi komunitas LGBT untuk berbagi keceriaan antara satu dengan yang lain. Dengan angka diskriminasi yang tinggi bagi kelompok LGBT, jelas Indonesia tidak menyediakan tempat untuk perayaan itu, atau bahkan tempat untuk komunitas LGBT ‘hidup’.

Retorika.id-Tagar dan cuitan mengenai Pride Month tengah ramai membanjiri media sosial pada bulan Juni ini. Bendera-bendera dengan padu-padan warna pelangi seakan menyelimuti dunia maya. Sorak-sorai penduduk dunia atas hadirnya Pride Month terkesan seakan-akan nyata, tidak hanya tersalurkan melalui media sosial semata.

Berbicara mengenai Pride Month dan meriahnya perayaan di media sosial, secara tidak langsung, pembahasan ini seolah menarik paksa kita pada realitas menyedihkan mengenai teman-teman LGBT (lesbian, gay, bisexual, dan transgender) di Indonesia. Merupakan suatu rahasia umum bahwa teman-teman LGBT di Indonesia kerap kali mendapatkan perlakuan buruk dari lingkungan dan masyarakat Indonesia.

Perlakuan buruk berupa kekerasan secara verbal maupun fisik merupakan hal yang masih menjadi konsumsi kelompok LGBT di Indonesia. Tidak eksisnya hukum legal yang mengatur mengenai perlindungan bagi kelompok LGBT di Indonesia memperparah keadaan ini. Masyarakat Indonesia yang cenderung konservatif memilih untuk bertindak semena-mena dengan meluncurkan kalimat-kalimat kasar dan melakukan justifikasi kepada mereka. Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Arus Pelangi, lembaga yang berfokus pada pemenuhan hak-hak LGBT di Indonesia, dari tahun 2006 hingga 2018 telah tercatat sebanyak 1.850 korban akibat persekusi.

Tahun 2016 silam, wacana pelarangan mahasiswa LGBT ramai menjadi perbincangan panas di telinga masyarakat. Tak lama berselang, pada 2018, salah satu politisi negeri


ini melontarkan opini tidak pantas kepada kelompok LGBT di Indonesia. Dalam kalimatnya, ia terkesan menyamakan LGBT dengan penyakit menular dan menggambarkannya seolah-olah LGBT merupakan monster mengerikan.

Diskriminasi terhadap kelompok LGBT juga terjadi di tempat kerja. Bukan rahasia lagi bahwa laki-laki dengan kulit halus dan terawat dianggap 'menganut' LGBT dan berujung pada penolakan lamaran kerja. Pada perempuan pun sama adanya. Berani berteriak lantang mengenai perlawanan patriarki, maka bukan tidak mungkin pemecatan akan menjadi akhir cerita yang tragis.

Tindakan persekusi kepada kelompok LGBT tidak hanya sebatas pada celaan verbal maupun ancaman fisik saja. Pidana dengan pasal karet pun sering terjadi. Penggerebekan tempat-tempat privat, penangkapan pasangan dewasa LGBT yang sama-sama memberikan consent terhadap tubuh mereka, dan lain sebagainya bukan tak pernah terjadi di negara ini.

Dari data dan kasus di atas, jelas bahwa diskriminasi terhadap kelompok LGBT di Indonesia masih menjadi makanan sehari-hari. Pemerintah yang seharusnya memberikan perlindungan kepada masyarakat pun turut memiliki andil dalam melakukan diskriminasi. Padahal, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (2) telah tertulis secara jelas bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Tindakan-tindakan yang diterima oleh kaum LGBT di Indonesia seperti di atas jelas telah menyalahi hak hidup orang lain dan pasal tersebut.

RUU KUHP Pasal 292 yang berbunyi:

“Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Pasal ini seakan memberikan label kepada kelompok LGBT bahwa mereka merupakan manusia rendahan yang seenaknya akan melakukan tindakan senonoh kepada orang lain. Jika wacana undang-undang ini disahkan, maka sudah jelas pasal ini akan menjadi pasal karet yang akan menjerat teman-teman LGBT.

Penangkapan dan pemidanaan kelompok LGBT bukanlah sebuah hal yang masuk akal. Pasangan LGBT berhubungan dengan adanya consent di antara mereka, lalu mengapa harus ditangkap? Their bodies belong to them. Not to the country.

Tindakan-tindakan persekusi terhadap kelompok LGBT harus dihentikan. Di luar dari status, label gender, dan seksualitas mereka, teman-teman LGBT di negara kita juga merupakan manusia yang juga harus diperlakukan dengan baik.

 

 

Referensi:

Firhat, Muhammad. (2020). Diskriminasi LGBT di Dunia Kerja: Tidak Melela Pun Dicerca. Diakses dari https://magdalene.co/story/diskriminasi-lgbt-di-dunia-kerja-tidak-melela-pun-dicerca

Human Rights Watch. (2016). “These political games ruin our lives” Indonesia’s LGBT Community Under Threat. Diakses dari https://www.hrw.org/report/2016/08/10/these-political-games-ruin-our-lives/indonesias-lgbt-community-under-threat

Pramesti, Tri Jata Ayu. (2015). Apakah Homoseksual Bisa Dipidana?. Diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt552a63ea8f052/apakah-homoseksual-bisa-dipidana/

Primastika, Widia. (2018). Bayang-Bayang Diskriminasi LGBT Saat Tahun Politik. Diakses dari https://tirto.id/bayang-bayang-diskriminasi-lgbt-saat-tahun-politik-dcHY

Tempo.co. (2019). Arus Pelangi: 1.850 Korban Persekusi dari 2006, diperburuk RKUHP. Diakses dari, https://nasional.tempo.co/read/1251533/arus-pelangi-1-850-korban-persekusi-dari-2006-diperburuk-rkuhp

 

Penulis: Dien Mutia Nurul Fata 

Editor: Najmah Rindu Aisy


TAG#budaya  #sosial  #  #