» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Jelang Pemilu 2019, Mahasiswa “Jangan” Golput!
23 Februari 2019 | Opini | Dibaca 1372 kali
Berharganya Suara Mileneal: Jangan Golput! Foto: Hipwee
Sikap golput menjadi masalah yang selalu terjadi di setiap Pemilu, akibat ketidakpuasan dan kekecewaan terhadap politik yang tidak diharapkan. Pelaku golput pun juga berasal dari mahasiswa yang katanya agen perubahan. Padahal suara kita berharga, benar begitu kaum intelektual?

retorika.id - Hiruk pikuk menyambut pesta demokrasi di tahun 2019 akan segera dimulai. Pemilu atau Pemilihan Umum 2019 di negeri ini juga akan menciptakan sejarah baru dengan mengadakan Pemilu serentak. 17 April 2019 nanti rakyat indonesia akan memilih pemimpin dan wakil-wakil mereka di kursi dewan secara bersamaan. Hal tersebut menjadi sejarah bagi demokrasi bangsa kita, di mana setiap pemilik hak suara akan memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta Presiden dan Wakil Presiden.

Ada pun penyumbang suara yang berpartisipasi dalam pemilu 2019 nanti juga berpengaruh dalam menentukan politik bangsa ke depan. Suara tersebut tidak lain adalah suara dari generasi milenial. Berdasarkan data KPU yang termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU, suara generasi milenial memiliki proporsi sebesar 34,2% dari total 152 juta pemilih.

Generasi milenial yang di dalamnya juga terdiri dari mahasiswa tentu akan berpartisipasi dalam pemilu serentak 2019. Mahasiswa sebagai insan yang memiliki intelektual tentu dapat berpikir kritis mengenai politik. Apalagi menjelang pemilu, dalam diri mahasiswa pasti memiliki idealisme mereka sendiri untuk menetapkan pilihan pada pemilu nanti.

Dalam dunia politik sendiri pun, pasti tidak terhindarkan dari adanya sikap golput yang selalu ada pada saat pemilu. Golput atau golongan putih merupakan sikap tidak memilih dalam


pemilu. Memang dalam politik, sikap golput merupakan hak politik masing-masing individu, akan tetapi apakah hal tersebut akan selalu menjadi alasan terjadinya golput secara terus menerus?

Tak bisa dipungkiri, sikap golput juga menjangkiti mahasiswa yang terserang sikap apatis. Berbagai alasan terjadinya golput pada mahasiswa dalam Pemilu menjadi sebuah permasalahan dalam demokrasi di negara kita. Alasan golput pun bermacam-macam, mulai dari tidak mengenal para calon, kecewa karena janji-janji yang yang tidak direalisasikan, hingga tidak dapat memilih karena mahasiswa perantauan.

Dapat dibayangkan jika banyak dari generasi muda yang banyak melakukan golput, tentu akan berpengaruh pada kondisi bangsa ke depan. Peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang sering digaungkan akan terasa percuma jika buta dan alergi dengan politik.

Pada dasarnya pemilu dilakukan untuk mencari yang baik dari yang terbaik. Para wakil rakyat yang bersaing untuk dapat dipilih tentu juga tidak sembarangan untuk mengajukan diri mereka, karena mereka maju juga memiliki tanggung jawab yang besar.

Jikalau pilihan yang dipilih tidak sesuai harapan, tentu jangan pupus harapan. Ingat negara kita adalah negara demokrasi. Jika para wakil yang terpilih memiliki kinerja yang buruk dan juga banyak melakukan kesalahan, kita sebagai mahasiswa lah yang bergerak untuk mengkritisi mereka dan juga memberikan solusi yang membangun. Hal itulah yang menjadi tugas seorang mahasiswa dalam berkontribusi memajukan bangsa.

Sebenarnya dalam menyadarkan untuk tidak bersikap golput dapat ditanggulangi dengan berbagai cara dan juga usaha dari mahasiswa sendiri. Apalagi di masa sekarang, berkembang pesatnya informasi dan dunia digital, mahasiswa yang merupakan generasi milenial sudah didukung dengan sarana digital untuk memperoleh informasi.

Permasalahan tidak mengenal calon yang akan dipilih pada pemilu, dirasa aneh jika di masa sekarang para calon tersebut tidak memanfaatkan sosial media untuk berkampanye.  Menggunakan sosial media sebagai kampanye visi misi para calon bagi mereka pun merupakan cara yang sangat tepat karena sangat efektif dan persebaran informasi yang mudah dan cepat. Apalagi dalam meraup suara generasi milenial yang sangat banyak karena selalu berhubungan dengan dunia digital dan melek akan informasi.

Kemudian permasalahan janji yang tidak direalisasikan tentu harus selalu dikawal oleh mahasiswa. Sebagai kaum intelektual mahasiswa menjadi pengamat para kinerja wakil rakyat dalam merealisasikan janji-janjinya.

Banyak cara yang dilakukan dalam mengawal kinerja para wakil rakyat yang telah terpilih dari pemilu nanti. Mengkritisi, berdiskusi, bahkan melakukan aksi dengan demo juga merupakan salah satu cara yang dilakukan, dan tentunya hal tersebut tidak bertentangan dan dijamin undang-undang. Pentingnya mahasiswa memilih wakil rakyat dengan suara mereka sendiri menjadi salah satu implementasi dari warga negara yang peduli akan negaranya.

Lalu dilema disaat pemilu yang terjadi juga menyasar pada mahasiswa perantauan. Di sini mahasiswa akan melakukan golput karena mereka menyadari untuk berpartisipasi dalam pemilu, mereka harus pulang ke daerah masing-masing untuk mencoblos. Padahal pemerintah telah memberikan solusi bagi mahasiswa yang merupakan perantauan. Kemudahan tersebut adalah dengan mengurus formulir A5 untuk tetap memilih di tempat yang mereka tinggali sekarang. KPU pun sudah melakukan sosialisasi bahkan hingga ke dunia maya agar informasi pengurusan formulir A5 dapat diketahui oleh semua orang.

Menjadi mahasiswa yang tidak apatis dalam segala hal merupakan sifat yang harus ditanamkan agar memiliki pemikiran kritis. Apalagi apatis dalam politik, hal tersebut tidak baik. Dalam berdemokrasi memilih seorang pemimpin memang harus memiliki sikap kritis, agar pilihan tidak salah dan sesuai dengan hati nurani. Jadi sebagai mahasiswa, memiliki sikap selektif dalam menentukan pilihan pemilu sah-sah saja, akan tetapi sikap selektif yang berlebihan akhirnya dapat mengakibatkan golput.

 

Referensi :

https://www.kpu.go.id/

 

Penulis: Muhammad Irfan Afwandi


TAG#demokrasi  #pemerintahan  #politik  #