Sri Lanka tengah menghadapi kesulitan besar karena dihantam krisis, baik secara ekonomi, politik hingga energi. Dampaknya, kerusuhan tidak dapat terhindarkan dan pemerintah diminta turun dari jabatannya. Meskipun begitu, pemerintah masih terus berupaya mengatasi situasi krisis yang sedang menghantam negaranya.
retorika.id-Sri Lanka, atau nama resminya Republik Sosialis Demokratik Sri Lanka, merupakan sebuah negara kepulauan yang berada di sebelah utara Samudra Hindia—tidak jauh dari pesisir tenggara India. Negara ini merdeka pada 4 Februari 1948 dan merupakan bagian dari anggota persemakmuran. Sebelum bernama Sri Lanka, negara ini pernah bernama Ceylon sampai pada tahun 1972 nama tersebut diubah menjadi Sri Lanka.
Saat ini Sri Lanka tengah menghadapi kesulitan besar karena dihantam krisis, baik itu ekonomi, politik hingga energi. Akibatnya protes dan kerusuhan pun mengalir deras. Gelombang unjuk rasa dari warga yang meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur dari jabatan beserta jajarannya tidak dapat terhindarkan. Mengingat selama dua dekade, keluarga Rajapaksa menjadi penguasa politik di Sri Lanka membuat kondisi semakin memanas.
Adanya krisis ekonomi yang melanda, membuat harga seluruh bahan pokok naik. Bahkan dapat dikatakan bahwa krisis yang terjadi di Sri Lanka saat ini merupakan krisis terparah semenjak kemerdekaannya pada tahun 1948 silam. Tidak hanya itu, krisis energi pun membuat warganya semakin nelangsa karena terjadi kelangkaan bahan bakar, gas dan solar. Pasokannya terbatas serta harganya yang tinggi, bahkan pemadaman listrik harus dilakukan.
Dari carut marutnya negara akibat krisis, situasi darurat pun diterapkan oleh pemerintahan dan berdasarkan ketetapan berakhir pada (14/04/2022). Meskipun begitu bisa diperpanjang berdasarkan voting anggota parlemen. Namun terjadi disintegrasi dalam iklim politik dan pemerintahan yang berakibat pada krisis politik.
Partai oposisi serta beberapa anggota parlemen lainnya menentang perpanjangan situasi kedaruratan. Bahkan pihak oposisi—seperti aliansi politik oposisi terbesar yakni SJB (Samagi Jana Balawegaya)—menolak undangan presiden untuk membentuk pemerintah persatuan guna
menghadapi krisis bersama. Di lain sisi, tuntutan agar presiden melakukan pengunduran diri juga di dukung para oposisi, baik itu front pembebasan rakyat JVP sayap kiri hingga partai oposisi minoritas utama yakni aliansi nasional tamil atau TNA.
Kondisi krisis politik semakin buruk karena koalisi penguasa SLPP presiden tengah mengalami serangkaian pembelotan yang berdampak pada menguapnya dukungan kepada presiden dan merusak kemampuan presiden untuk meratifikasi keadaan darurat. Mirisnya, banyak anggota kabinet yang satu suara untuk mengundurkan diri dari jabatan terkecuali PM Mahinda Rajapaksa.
Menilik Awal Mula Penyebab Krisis Sri Lanka
Sejatinya banyak faktor alas an yang membuat Sri Lanka dilanda krisis, seperti halnya ketergantungannya pada impor dan ekspor. Mereka bergantung pada berbagai jenis impor seperti bahan bakar, makanan, hingga obat-obatan. Sedangkan untuk ekspor, Sri Lanka bergantung pada hasil pertanian yang didominasi oleh teh, kopi, karet, dan rempah-rempah. Selain ekspor hasil pertanian, negara ini juga mengekspor garmen sehingga PBD-nya berasal dari devisa hasil pendapatan ekspor yang digunakan kembali untuk impor guna memenuhi kebutuhan warganya.
Ketika jumlah ekspornya menurun, Sri Lanka mengalami guncangan ekonomi karena pendapatan PDB-nya turun sedangkan kebutuhan warganya meningkat. Tidak hanya itu, Presiden pun juga sempat mengambil tindakan memangkas pajak sebagai upaya mengatasi kesulitan ekonomi pada tahun 2019 silam, namun sayangnya tidak berjalan dengan baik.
Apalagi ketika terjadinya Pandemi Covid-19 yang mengguncang dunia. Pandemi yang berdampak pada menurunnya aktivitas perekonomian membuat krisis di Sri Lanka berada di puncak tertinggi sehingga mengakibatkan kelesuan. Bahkan program manajemen utang pun tergelincir sampai cadangan devisa merosot tajam.
Kemudian hal tersebut diperburuk dengan deklarasi Pemerintah Sri Lanka yang tidak sanggup atau dapat dikatakan gagal membayar utang luar negerinya, baik yang berasal dari pinjaman pemerintah asing hingga talangan IMF. Kondisi ini membuat Pemerintah Sri Lanka mengambil sebuah tindakan untuk memberlakukan larangan impor dengan tujuan menghemat devisa. Hasil penghematan tersebut akan dipergunakan untuk membayat utang. Hal ini akhirnya berdampak pada terjadinya kelangkaan dan harga melambung tinggi yang memicu amarah publik
Upaya Pemerintah Sri Lanka Menghadapi Krisis
Adanya krisis yang sedang mengguncang Sri Lanka membuat pemerintah melakukan dialog dengan IMF dan negara tertangga terkait dengan pembayaran utang yang dilakukan dengan mencicil. Sebab saat ini fokus pemerintahan ingin meningkatkan cadangan devisa terlebih dahulu. Selain itu, Pemerintah Sri Lanka juga turut meminta bantuan China dan India. Kedua Negara tersebut telah menerimanya dalam bentuk kredit dan pertukaran mata uang.
Selebihnya, pemerintah meminta warganya yang sedang berada di luar negeri untuk membantu mengirimkan uang ke dalam negeri, dengan tujuan untuk meringankan beban ekonomi. Uang tersebut akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan warga seperti bahan pokok, obat-obatan, hingga bahan bakar.
Bank Sentral pun telah melakukan pembuatan rekening di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman untuk menampung sumbangan. Namun, tindakan tersebut disambut kurang baik oleh warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri. Mereka tidak keberatan membantu dengan menyumbang pendapatan, namun disatu sisi mereka tidak percaya pemerintah akan mempergunakan uang yang ada dengan sebaik mungkin. Dikhawatirkan uang tersebut akan disalahgunakan oleh politisi.
Penulis: Dina Marga H
Editor : Kadek Putri Maharani
Referensi:
Agustiyanti. 2022.Sri Lanka Minta Bantuan IMF Tangani Krisis Ekonomi. Tersedia di: https://katadata.co.id/agustiyanti/berita/6232c44d7552e/sri-lanka-minta-bantuan-imf-tangani-krisis-ekonomi ( diakses pada 16 April 2022)
CNN.com. 2022. Biang Kerok Krisis Besar hingga Kerusuhan di Sri Lanka. Tersedia di : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220406102758-113-780972/biang-kerok-krisis-besar-hingga-kerusuhan-di-sri-lanka/2 ( diakses pada 16 April 2022)
Oktaveri, J, A. 2022. Krisis Politik Sri Lanka, Oposisi Tolak Tawaran Presiden Rajapaksa. Tersedia di: https://kabar24.bisnis.com/read/20220405/19/1519099/krisis-politik-sri-lanka-oposisi-tolak-tawaran-presiden-rajapaksa (diakses pada 15 April 2022)
Rahardian, L. 2022. Sri Lanka Masuk Jurang Krisis Terburuk Sejak 1948. Tersedia di: https://www.google.com/amp/s/www.cnbcindonesia.com/market/20220403160424-17-328339/sri-lanka-masuk-jurang-krisis-terburuk-sejak-1948/amp (diakses pada 15 April 2022)
TAG: #ekonomi #kerakyatan #pemerintahan #