
“Aksi Black Lives Matter di Amerika Serikat membuat isu tentang rasisme terhadap orang Papua terangkat lagi. Perilaku rasisme ini tidak bisa dibiarkan, apalagi sebagai warga negara yang baik seharusnya turut ikut bersolidaritas. Sayang Mandabayan, mantan tahanan politik Papua mengaku dirinya sebagai perempuan bangsa Papua ikut bangga karena memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia melawan rasisme.â€
retorika.id - Aksi Black Lives Matter di Amerika Serikat membuat isu tentang rasisme terangkat lagi. Mengingat pemicunya adalah kematian seorang laki-laki kulit hitam bernama George Floyd karena lehernya ditindih dengan lutut oleh seorang polisi Minneapolis bernama Derek Chauvin. Berangkat dari kasus ini, isu diskriminasi rasial terhadap orang Papua terangkat lagi.
Veronica Koman mengatakan Black Lives Matter berkaitan dengan isu rasial yang juga terjadi kepada orang Papua. Bahkan aksi bersuara di seluruh dunia termasuk Eropa, sedangkan di Australia dijadikan dengan Aboriginal Lives Matter. Dia juga menilai, perilaku rasisme ini tidak bisa dibiarkan, apalagi
sebagai warga negara yang baik seharusnya turut ikut bersolidaritas.
“Ini merupakan kebangkitan di semuanya, bahwa nasionalisme itu tidak bisa dibutakan begitu saja,” ujar pengacara HAM tersebut dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).
Seruan terhadap solidaritas ini sebagai ajakan untuk tetap memegang nilai dan demokrasi. Sebabnya adalah demokrasi di Papua selama ini tidak berjalan dengan semestinya. Tidak melihat siapa sosok fisik orangnya, namun harus dilihat bahwa ada kejanggalan yang jelas tidak masuk akal.
Diskusi #PapuanLivesMatter: Rasisme Hukum di Papua, pada Sabtu (06/06/2020) kemarin juga dihadiri mantan tahanan politik Papua, Sayang Mandabayan. Dia menganggap bahwa Indonesia telah gagal mengindonesiakan orang Papua. Selain itu, amanat dalam Otonomi Khusus yang diberikan kepada Papua harus dilaksanakan, salah satunya yaitu pelurusan sejarah.
Sayang mengkritisi narasi cinta Papua yang selama ini digaungkan, antara benar cinta Papua atau cinta kekayaan alamnya saja. Dirinya sebagai perempuan bangsa papua mengaku bangga karena memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia melawan rasisme.
“Saya mengajak semua yang menonton, mari bersama dengan kami untuk menyerukan antirasisme, semuanya memiliki harga diri sebagai manusia,” tegas Sayang dalam diskusi daring pukul 19.00 di kanal Youtube BEM UI.
Terkait dengan perjuangan antirasisme Papua, saat ini terdapat tujuh tahanan politik yang sedang diproses di Kalimantan. Salah satu diantaranya adalah mantan Ketua BEM Uncen yang diancam pidana kurungan akibat dugaan makar.
Nama-nama tahanan politik yang sedang diproses sebagai berikut; Ferry Kombo (ancaman 10 tahun penjara), Alex Gobay (ancaman 10 tahun penjara), Hengky Hilapok (ancaman 5 tahun penjara), Irwanus Urobmabin (ancaman 5 tahun penjara), Buchtar Tabuni (ancaman 17 tahun penjara), Steven Itlay (ancaman 15 tahun penjara), Agus Kossay (ancaman 15 tahun penjara).
Penulis: Faiz Zaki
TAG: #demokrasi #hukum #humaniora #pemerintahan