Di tengah gelap ruangan kamar
Aku saksikan siluet kuning lampu jalan
Menyingkap tirai dan menerangi
Buku-buku lusuh
di sudut ruangan
Tercium aroma angin dan hujan
dari bingkai jendela
Suara rintik air menimpa di atap
dan mengisi kekosongan
Layaknya lantunan lagu tanpa melodi
Sebuah alunan irama tanpa nada
Kata-kata berpijak di tengah pekat sunyi
Cuplikan makna yang kukenang
meresapi ilham puisi
yang perlahan merasuk dan memberi arti
Di dalam diri bersatu-padu
Sekelumit perasaan yang tak kunjung lekang oleh waktu
Sekumpulan kata-kata yang terpendam indah dalam dada
Derita asmara
yang menyayat di puncak sepi
Terdiam dan Termanggu
Aku menerka lakon apa yang kan kau mainkan hari ini?
Apakah kisah suka-cita yang kau wujudkan
lewat senyum gemerlap pelita?
atau kisah sedih yang biasa kau haturkan
saat kelam menuju malam?
Kau perempuan yang melenggang
dalam kabut kesendirian dan duka-cita
Masih adakah kesempatan bagiku terbuka
Untuk masuk dan memainkan peran
dalam lakon yang kau mainkan bagi
dirimu seorang
Menguraikan khayal dan anganku
tentang kau kala petang menjelang
Selalu terbayang pesona paras wajah
Terbalut dalam pualam putih pucat sukma
Terngiang lekuk bibir tipis nan manis
Bahu rapuh yang seakan luluh saat tersentuh
Kemilau rambutmu yang terurai dan tersibak
angin pantai bergelut sendu
Namun, sementara resah gundah-gulana
terus berpagut di sanubari
Kepengecutan selalu hadir, dan datang menghampiri
Tiada kata-sapa yang terucap,
Obrolan ringan yang selalu kunanti,
Seolah lenyap dan menjadi memori
Ah betapa sakit cinta menusuk hati
Kepedihan semakin kental, semakin nanar
Aku telah tenggelam dalam samudera rasa sakit dan penyesalan
saat tiada kata yang terucap, dalam pertemuan begitu jarang
Aku telah alami bulan-bulan kelam dan kelabu
saat diri berada di persimpangan takdir kehidupan
Terdiam dan Termenung
Tiada kutahu kelanjutan kisah yang kau rangkai saat ini
Masihkah kau nikmati teater dan sonet abadi
karya Shakespeare sang pujangga?
Masihkan kau dalami seluk-beluk aksara
yang kau gubah menjadi prosa
atau sekadar membacakan sajak yang kau karang
dalam dendang pilu dan emosi?
Telah kubagikan metafora fragmen kisah masa muda
di dua dekade usia
Dengan kau yang menjadi inti jantung puisi, dan muse segala inspirasi
Masih sudikah pintu tetap terbuka
dalam kesempatan terakhir yang menjaga secercah asa
Penulis : Septyawan Akbar
TAG: #karya-sastra #puisi #romansa #