Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp87 miliar untuk memperingati HUT Republik Indonesia ke-79. Namun, di tengah banyaknya permasalahan di Indonesia, mulai dari tingginya angka pengangguran, mahalnya biaya kuliah, konflik agraria, hingga merosotnya indeks demokrasi, apakah angka Rp79 miliar merupakan jumlah yang pantas untuk acara seremonial belaka? Apakah betul rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka?
Retorika.id - Tahun ini, Republik Indonesia memasuki usianya yang ke-79. Berbeda dengan sebelumnya, upacara Hari Ulang Tahun (HUT) tahun ini diselenggarakan di dua tempat, yaitu di Jakarta dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pemerintah pun harus menggelontorkan Rp87 miliar untuk menyelenggarakan upacara tersebut. Jumlah itu meningkat sebanyak Rp34 miliar dibandingkan pengeluaran pada 2023 lalu sebesar Rp53 miliar.
Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, menyebut anggaran jumbo tersebut diharapkan bisa dinikmati oleh penduduk lokal yang tinggal di sekitar IKN (CNN Indonesia, 2024). Namun, Pengamat Kebijakan Publik UGM, Bayu Dardias Kurniadi, menyebut pembengkakan anggaran merupakan konsekuensi dari penyelenggaraan upacara di IKN yang belum rampung (BBC, 2024).
Pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka sehingga Rp79 miliar merupakan jumlah yang pantas untuk merayakan kemerdekaan?
Data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2024 menyebut masih ada 7,2 juta penduduk Indonesia yang menganggur. Jumlah itu setara dengan 4,82% dari jumlah angkatan kerja sebesar 149,38 juta jiwa. Dibandingkan data pada Februari 2023 lalu, jumlah pengangguran tahun ini menurun sebanyak 0.79 juta jiwa. Jika dilihat dari sisi angkatan kerja, jumlah angkatan kerja di Indonesia telah naik sebanyak 2,76 juta jiwa dibandingkan tahun 2023.
Di sisi lain, jumlah angka pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2024 justru semakin menggila. Data yang dimiliki oleh Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 44.195 orang telah kehilangan pekerjaannya per pertengahan Agustus 2024 (CNN Indonesia, 2024). Akibatnya, mereka yang ter-PHK terpaksa bekerja di sektor informal yang memiliki kepastian pendapatan dan perlindungan ketenagakerjaan lebih minim dibandingkan pekerjaan formal. Mereka yang bekerja di sektor informal juga lebih rentan jatuh ke dalam kemiskinan karena pendapatan yang mereka miliki hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Wisanggeni et al., 2024).
Kesempatan masyarakat menengah ke bawah untuk menempuh pendidikan tinggi pun tampaknya semakin menipis. Beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) ramai-ramai menaikkan besaran uang kuliah tunggall (UKT) mereka. Padahal, sebelumnya, PTN menjadi opsi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah karena biayanya yang relatif rendah dibandingkan perguruan tinggi swasta (PTS). Beberapa PTN yang menaikkan UKT mereka, seperti UI, UGM, UB, IPS, hingga ITS (Caesaria dan Kasih,
2024).
Kenaikan biaya pendidikan tinggi tersebut merupakan imbas dari implementasi PTN berbadan hukum (PTN-BH) yang memberikan ruang bagi kampus untuk mengelola keuangan mereka sendiri (Romanti, 2023). Dengan kata lain, kampus pun dituntut mencari dana sendiri untuk memenuhi biaya operasionalnya. Beberapa kampus bahkan bekerja sama dengan platform pinjaman online (pinjol) untuk menawarkan skema pembayaran biaya kuliah kepada mahasiswa, seperti ITB dan UNNES (Oswaldo, 2024).
Di luar isu ketenagakerjaan dan pendidikan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum merdeka di atas tanahnya sendiri. Sebanyak 241 letusan konflik agraria meletus sepanjang tahun 2023. Jumlah tersebut mencakup 688.188 hektar tanah pertanian, wilayah adat, dan pemukiman. Sebanyak 608 warga turut menjadi korban akibat tindakan represif aparat di wilayah konflik (KPA, 2024). Contohnya, konflik agraria yang terjadi di Desa Batulawang, Cianjur yang dipicu oleh sengketa tanah antara warga dan perusahaan yang mengklaim memiliki hak guna usaha (HGU) (Nababan et al., 2024).
Banyaknya konflik agraria yang meletus juga diakibatkan oleh klaim sepihak pemerintah dan mengesampingkan kehadiran penduduk lokal. Pemerintah seringkali tidak melibatkan mereka dalam perencanaan pembangunan. Akibatnya, penduduk lokal mau tidak mau harus angkat kaki dari tanah mereka atas nama pembangunan.
Kebebasan berdemokrasi di Indonesia pun terus merosot sejak 2019. Data yang dipublikasikan oleh Freedom House mencatat skor demokrasi Indonesia pada 2023 berada di angka 57. Angka tersebut turun sebesar 5 poin jika dibandingkan dengan 2019 lalu. Berbagai fenomena turut mempengaruhi merosotnya indeks demokrasi Indonesia, seperti intimidasi kepada jurnalis, pelanggaran HAM, rendahnya partisipasi publik (Nababan, 2024).
Di sisi lain, persepsi indeks korupsi di Indonesia juga ikut merosot sejak 2019. Skor indeks persepsi korupsi Indonesia terjun bebas dari skor 40 menjadi 34 pada 2023. Skor itu menempatkan Indonesia di posisi 115 dari 180 negara (Transparency, 2023). Berbagai peristiwa beberapa tahun ke belakang bisa jadi penyebab mengapa skor demokrasi dan persepsi korupsi di Indonesia terus menurun, seperti penerapan UU ITE, represifitas aparat, bagi-bagi jabatan, hingga lemahnya partisipasi publik. Cawe-cawe Jokowi untuk memenangkan anaknya di kontestasi pilpres dan pilkada pada tahun ini menjadi salah satu contohnya.
Di usianya yang ke-79, Indonesia masih memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan. Mulai dari isu pengangguran, mahalnya biaya kuliah, konflik agraria, hingga merosotnya indeks demokrasi maupun persepsi korupsi. Rasanya nominal Rp79 miliar bukanlah jumlah yang pantas untuk merayakan seremoni tahunan ini. Bisa dibilang, tahun 2024 merupakan tahun yang sulit bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia berada di posisi yang serba tidak pasti. Namun, di atas sana, para elit politik sibuk melakukan manuver untuk mencari dan melanggengkan kekuasaan mereka. Jika hal ini tidak segera dibenahi, rasa frustasi masyarakat bisa menjadi bom waktu di kemudian hari, seperti yang terjadi di Bangladesh. Sudahkan rakyat Indonesia benar-benar Merdeka hari ini?
Referensi:
Artikel Daring
BBC, 2024. “Anggaran Upacara HUT RI di IKN ‘Membengkak’ Dikritik Pengamat dan Sebagian Masyarakat - Demi Pertaruhan Politik Jokowi walaupun Korbankan Anggaran” [daring]. in https://www.bbc.com/indonesia/articles/czxlge0xqw2o [diakses pada 23 Agustus 2024].
BPS, 2024. “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 Persen dan Rata-Rata Upah Buruh sebesar 3,04 Juta Rupiah per Bulan” [daring]. in https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/05/06/2372/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-4-82-persen-dan-rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-04-juta-rupiah-per-bulan.html [diakses pada 23 Agustus 2024].
Caesaria, Sandra Desi, dan Ayunda Pininta Kasih, 2024. “10 PTN Menaikkan Biaya Kuliah 2024, ada UI dan UGM” [daring]. in https://www.kompas.com/edu/read/2024/05/17/121025871/10-ptn-menaikkan-biaya-kuliah-2024-ada-ui-dan-ugm?page=all [diakses pada 23 Agustus 2024].
CNN Indonesia, 2024. “Anggaran HUT RI Ke-79 Membengkak Rp34 M Imbas Upacara di IKN” [daring]. in https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240813110259-532-1132362/anggaran-hut-ri-ke-79-bengkak-rp34-m-imbas-upacara-di-ikn [diakses pada 23 Agustus 2024].
CNN Indonesia, 2024. “Berapa Jumlah Korban PHK di Indonesia Tahun Ini” [daring]. in https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240816174626-92-1133994/berapa-jumlah-korban-phk-di-indonesia-tahun-ini [diakses pada 23 Agustus 2024].
Freedom House, n.d. “Freedom in the World 2024: Indonesia” [daring]. in https://freedomhouse.org/country/indonesia/freedom-world/2024 [diakses pada 23 Agustus 2024].
KPA, 2024. “Konflik Agraria di Indonesia tertinggi dari Enam Negara Asia” [daring]. in https://www.kpa.or.id/2024/02/27/konflik-agraria-di-indonesia-tertinggi-dari-enam-negara-asia/
Oswaldo, Ignacio Geordi, 2024. “Ada 83 Perguruan Tinggi RI yang Kerja Sama dengan Pinjol Danacita, Ini Daftarnya” [daring]. in https://finance.detik.com/fintech/d-7168494/ada-83-perguruan-tinggi-ri-yang-kerja-sama-dengan-pinjol-danacita-ini-daftarnya [diakses pada 23 Agustus 2024].
Romanti, 2023. “Mengenal Lebih Lanjut Perguruan Tinggi Negeri: PTN-BH, PTN-BLU, dan PTN-Satker” [daring]. in https://itjen.kemdikbud.go.id/web/mengenal-lebih-lanjut-status-perguruan-tinggi-negeri-ptn-bh-ptn-blu-dan-ptn-satker/ [diakses pada 23 Agustus 2024].
Transparency, 2023. “Corruption Perception Index 2023” [daring]. in https://ti.or.id/corruption-perceptions-index-2023/ [diakses pada 23 Agustus 2024].
Koran
Nababan, Willy Medi Christian, 2024. “Indeks Demokrasi Turun, Kebabasan Pers Turut Terancam”, Kompas, 31 Januari 2024
Nababan, Willy Medi Christian, et al., 2024. “Terus Diwariskan, Konflik Agraria Tak Berkesudahan”, Kompas, 16 Januari 2024
Wisanggeni, Satrio Pangarso, et al., 2024. “Generasi Z Lebih Susah Cari Kerja”, Kompas, 20 Mei 2024
Penulis: Adil Salvino
Editor: Vraza Cecilia
TAG: #aspirasi #demokrasi #humaniora #kerakyatan