.jpg)
Pelaksanaan Amerta 2024 mengulang kembali mengenai fenomena persiapan mereka dalam pemesanan kos sebagai tempat tinggal selama masa ospek hingga perkuliahan. Skala prioritas dalam mencari harga terjamin dengan kualitas kos memadai tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para mahasiswa baru.
Retorika.id - Sebelum menghadapi Amerta 2024, para mahasiswa baru mulai memikirkan tempat tinggal yang cocok supaya dapat menjalani ospek dengan lancar. Beberapa hal yang diperhitungkan mahasiswa baru Unair tahun ini dalam memilih kost adalah penyesuaian domisili dengan lokasi kampus, kisaran harga dan persaingan pemesanan yang sudah padat, serta fasilitas kost yang diharapkan memadai.
Bagi Nafisa Aura Qolby, salah satu mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi dari Sidoarjo, jadwal pagi yang diagendakan dalam setiap rangkaian ospek sangat berpengaruh terhadap pemilihan kost. “Untuk ospek sendiri karena jadwalnya pagi banget, seperti kemarin harus sudah di kampus jam lima pagi sampai maghrib atau bisa sampai malam, jadi untuk ospek sementara ini, aku harus ngekos dulu. Tapi, mungkin setelah pembelajaran aktif kuliah, aku mungkin bakal pulang-pergi dari
rumah.”
Beberapa mahasiswa baru juga lebih memilih untuk mengunjungi Surabaya untuk survei langsung. Hal itu didukung oleh pernyataan oleh seorang mahasiswi dengan inisial DS dari Fakultas Sains dan Teknologi, “Pertama, menghindari pemesanan secara online karena jujur, banyak penipuan yang terjadi dan aku pernah hampir ketipu. Ketika ke sini, langsung bertanya dengan warga-warga sekitar untuk mencari kos.”
Rentang harga yang diminati pun beragam. DS sendiri memilih kost dengan kisaran harga 500 ribu dengan fasilitas yang masih terbilang pantas meski tidak ada layanan WIFI dan tempat pengeringan baju, serta space yang sempit untuk satu motor. “Untuk ukuran harga 500 ribu, sudah bagus sih. Dari berbagai harga sebelumnya yang diketahui 700 ribu sampai sejuta dengan AC di dalam, namun dari aku yang penting sudah ada tempat tidur aja.”
Berbanding terbalik dengan DS, seorang mahasiswi dari Kediri berinisial KPH dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik mendapatkan harga 1 juta rupiah. Ia berpendapat bahwa fasilitas dan harga yang ditawarkan kurang sinkron, namun tetap menerimanya karena sudah mendekati agenda ospek.
“Saya kan keterima lewat jalur mandiri reguler, jadi mepet sama ospek. Mau nggak mau, harus ambil cepet tempat kosannya karena udah pada penuh, jadi pilih disitu dan aku juga baru tahu awalnya harga kos sekitar 1,5 juta. Sudah dapet AC dan dibilang pemilik kos memang harga lainnya segitu, tetapi saat pergi ke kost temanku, kamarnya dia lebih luas, kasur yang lebih besar, meja rias, meja belajar, dan dapet lemari. Sementara aku dapat kasur yang ukurannya pas-pas an dan agak kecil tempatnya, nggak dapet meja rias juga, padahal temanku tadi juga bayar harganya sama kayak aku.”
Menanggapi beberapa keresahan tersebut, adanya saran dari salah satu pengelola kos di daerah Dharmawangsa mengenai langkah ideal untuk mencari kos. Pengelola tersebut menolak disebutkan identitasnya.
“Perlu dicari tahu mengenai informasi kos yang sekitar kampus yang dituju, bahkan ketika belum diterima agar tidak disodorkan harga dengan fasilitas yang kurang tepat, tidak hanya untuk faktor perkuliahan, tapi tempat yang nyaman dan mendukung untuk bisa belajar,” ujarnya. Dengan tambahan juga memanfaatkan jaringan alumni yang kuliah di kampus sama yang dituju agar mendapatkan referensi yang lebih akurat dalam mencari kos yang sesuai.
Penulis: Marsha Ambardo dan Vanyadhita Iglian
Editor: Vraza Cecilia
TAG: #aspirasi #surabaya #universitas-airlangga #