Isu kekerasan seksual seringkali masih dihadapkan dengan pandangan-pandangan yang menyudutkan dan tidak menghargai hak-hak korban. Kasus yang baru saja terjadi di PKKMB Unair 2024 hari ini, Jumat (16/08/2024) cukup menggambarkan bahwa masih terdapat kesenjangan pemahaman akan pentingnya empati dan menghormati hak-hak korban kekerasan seksual. Padahal, lingkungan pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi korban. Satgas PPKS Unair pun turun tangan demi memberikan pendampingan bagi korban, memberikan tindakan tegas terhadap pelaku, juga mengedukasi pelaku serta mahasiswa lain terkait isu tersebut.
Retorika.id - Kekerasan seksual di lingkungan kampus merupakan isu serius yang harus menjadi perhatian utama dalam penanganannya. Dalam hal ini, peran Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) sangat penting dalam mengedukasi dan menindak pelaku untuk memastikan penanganan kasus kekerasan seksual dapat melindungi hak-hak korban.
Ketua Satgas PPKS Unair, Prof. Myrta Dyah Artaria berujar bahwa peristiwa yang terjadi pada Jumat (16/08/2024) saat berlangsungnya salah satu rangkaian PKKMB ini berdampak pada kondisi korban hingga sempat mengalami trigger. “Kalian perlu mengetahui bahwa seorang penyintas kekerasan seksual itu rawan untuk ke-trigger (stimulus yang menyebabkan ingatan menyakitkan mungkin muncul kembali), makanya di awal kami menjelaskan, ada disclaimer bahwa apa yang kita bicarakan mungkin men-trigger beberapa orang di ruangan ini yang pernah mengalami kekerasan seksual.”
Kepada LPM Retorika, Myrta juga menguraikan upaya apa saja yang telah mereka lakukan dalam menangani peristiwa ini. Ia menyebutkan bahwa Satgas PPKS sudah berusaha menangani
baik kebutuhan korban, kondisi korban yang mungkin merasa tertekan, juga bantuan psikolog jika korban memang membutuhkannya. Tujuannya adalah untuk membantu korban yang terdampak oleh tindakan kekerasan seksual tersebut.
“Kami (Satgas PPKS Unair) menganggap kalau kalian (mahasiswa Unair) semua adalah anak kami. Mahasiswa baru semua adalah anak kami. Maka kalau ada kasus seperti ini, kami berusaha untuk mengatasinya dengan cara korban ditanyai kebutuhannya apa, kemudian si pelaku yang dianggap telah melakukan pelanggaran ini harus kami edukasi.”
Menurut Myrta, oknum mengaku kepada pihak Satgas PPKS bahwa ia salah mengerti. Pemahaman itulah yang membuat ia mampu melontarkan ujaran yang menyudutkan korban. Sehingga setelah mendapatkan penjelasan tersebut, Satgas PPKS langsung melakukan koreksi serta edukasi kepada oknum serta memberikan sudut pandang yang tepat terkait korban kekerasan seksual. Oknum disebutkan juga sudah meminta maaf pada korban dan keluarganya di atas materai.
“Korban sudah menerima permintaan maaf itu. Jadi, kalau dari sisi ini kasus sudah selesai, tinggal efeknya” Jelas Myrta.
Di samping menangani pelaku dan korban, Satgas PPKS juga ikut turun tangan ke media sosial untuk menghentikan perundungan yang dilontarkan secara daringkepada oknum pelaku. “Perlu mengetahui bahwa efek bisa terjadi pada korban maupun pelaku. Netizen bisa mengatakan apapun karena dia berlindung dengan posisi yang dia tidak bisa diketahui dia siapa. Dan ini bisa berbalik situasinya, si pelaku menjadi korban bullying. Kasus seperti ini bisa sangat kompleks, maka bisa jadi pelaku kena sanksi yang jauh lebih berat daripada yang dia lakukan, itu bisa terjadi. Bahkan bisa sampai seseorang ini bunuh diri karena bully, kita tidak ingin seperti itu terjadi.”
Karena alasan ini, Satgas PPKS Unair menghubungi beberapa pihak yang melakukan bullying dan doxxing online kepada oknum pelaku agar menghindari pola yang liar yang kemudian tidak hanya berdampak pada pelaku, maupun korban yang bisa terkena victim blaming kembali.
Belajar dari kejadian ini, Myrta sangat menekankan pada pentingnya edukasi tentang kekerasan seksual sendiri. “Masyarakat Unair itu sangat kompleks, apalagi maba, pemahaman seperti ini masih sangat diverse, mereka dengan latar belakang yang bermacam-macam. Jadi, pentingnya ada edukasi tentang kekerasan seksual, keseragaman bahwa yang ini boleh, yang kaya gitu nggak boleh, kan seperti itu. Jadi kalau di awal pada mereka ini masih ada hal-hal yang belum paham itu wajar. Kita semua mulai dari situ.”
Myrta juga lanjut menjelaskan bahwa kejadian kekerasan seksual seperti ini bisa terjadi di mana saja, baik itu karena ketidakpahaman atau kesengajaan dari pelaku. Akhirnya, untuk menanggapi hal ini, Myrta menegaskan bahwa pihak Satgas PPKS Unair akan tetap konsisten untuk menolong korban kekerasan seksual, maupun melakukan sosialisasi dengan bentuk baru supaya meningkatkan pemahaman kepada masyarakat Unair menjadi lebih baik.
“Ke depan ya tetap konsisten dilakukan, bahkan orang (yang sudah) disosialisasi pun, misalnya dekan fakultas sudah disosialisasi tapi pemahamannya belum bagus, ya sosialisasi lagi kan gitu. Jadi yang namanya konsisten itu usaha terus-menerus, nggak boleh bosan.”
Penulis: Naara Nava dan Putri Choirunissa
Editor: Aveny Raisa
TAG: #akademik #gender #humaniora #universitas-airlangga