
Nadiem Makarim resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) pada hari Rabu, 28 April 2021 di Istana Negara. Bayang-bayang akan pro-kontra perihal penggabungan dua kementrian ini masih pekat menyelemuti. Beberapa pengamat sebut bahwa langkah ini tak tepat, apalagi jika dilihat berdasarkan kacamata kebijakan publik dan manajemen riset dan inovasi. Akan tetapi, Kemendikbud mengatakan peleburan terhadap Kemenristek akan memperkuat pendidikan tinggi.
retorika.id- Berdasarkan salinan Surat Nomor R-14/Pres/03/2021 tertanggal 30 Maret 2021 tentang permohonan pertimbangan kepada DPR soal pembentukan Badan Riset Nasional (BRIN), Kemenristek digabung dengan Kemendikbud karena BRIN akan dilepaskan dari Kemenristek dan menjadi badan otonom sendiri. Oleh karena sebagian besar tugas dan fungsi Kemenristek akan dilaksanakan BRIN, pemerintah berpandangan perlu untuk menggabungkan sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud. Sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Namun, permohohnan pertimbangan ini dipenuhi oleh pro-kontra dari sejumlah pengamat. Melansir dari tempo.co, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam, menyambut baik peleburan Kementerian Riset dan Teknologi atau Kemenristek dengan kementeriannya. Nizam mengatakan penggabungan fungsi riset dan teknologi tersebut tersebut justru akan memperkuat Ditjen Dikti.
Nizam mengatakan apabila penelitian dan pengabdian kepada masyarakat kembali ke Dikti hal ini tentu akan sangat memperkuat Dikti. Nizam juga menambahkan, sebelum dipisah dari Kementerian Pendidikan Nasional dan masuk ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, fungsi Ditjen Dikti mencakup tridharma pendidikan tinggi. Yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Ia pun mengatakan bahwa esensi pendidikan tinggi sebenarnya tak dapat dipisahkan dari penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini, kata Nizam, sesuai amanah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Namun, saat Dikti dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019 lalu, fungsi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tertinggal di Kemenristek.
Alasannya, fungsi pendidikan tinggi akhirnya dikelola oleh dua kementerian padahal idealnya tridharma perguruan tinggi berada dalam satu kementerian. Nizam pun menilai dari kacamata pendidikan atau perguruan tinggi kembalinya fungsi penelitian ke Kemendikbud sama saja mengembalikan jati diri Dikti.
Di lain sisi, penggabungan sebagian fungsi ristek ke dalam Kemendikbud, bersamaan dengan pemisahan BRIN menjadi lembaga sendiri, membawa tantangan bahkan masalah. Dari perspektif kebijakan publik, tata kelola
kenegaraan, serta strategi riset nasional, ada setidaknya tiga masalah mendasar, yakni:
1. Ada perbedaan besar substansi urusan pendidikan dengan riset.
Fungsi ristek yang melekat pada Kemendikbud membuatnya harus menangani kebijakan riset, ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Padahal, sebelumnya Kemendikbud sudah menangani pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, vokasi, pendidikan tinggi, hingga budaya dan pembentukan karakter. Dengan kata lain, Kemendikbud-Ristek kini menangani semuanya.
Akibatnya, ada potensi besar kementerian baru ini akan tidak efektif karena mengelola terlalu banyak urusan kebijakan dan bisa membuat peran Kemendikbud-Ristek dan BRIN menjadi tumpang tindih. Hasilnya, kalau tidak setengah-setengah, bisa-bisa malah berantakan. Padahal, sebelum digabung, keduanya memiliki peran dan fungsi yang jauh berbeda meski sama-sama berada di wilayah pengetahuan.
2. Ada risiko berbahaya jika urusan kebijakan riset nasional dilemparkan pada BRIN yang kini berdiri sendiri.
Undang-Undang (UU) No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) mengamanatkan BRIN sebagai pelaksana riset dan inovasi.
Mengubah, atau menambahkan, peran BRIN dengan melekatkan peran kebijakan akan menyalahi prinsip tata kelola yang baik.
Namun, lebih penting lagi, memaksakan BRIN menjadi lembaga yang mengurusi kebijakan sekaligus pelaksanaan riset memunculkan potensi tumpang tindih peran maupun kemungkinan penyelewengan kuasa (abuse of power) yang semakin besar.
Selain itu, ada juga wacana pembentukan “Dewan Pengarah” dalam tubuh BRIN beberapa pihak bahkan ingin mengisi dewan ini dengan figur politik yang sangat memungkinkan hal tersebut terjadi. Pemerintah harus memastikan bahwa BRIN tidak menangani kebijakan riset dan inovasi nasional, selain kebijakan internal kelembagaannya.
3. Kemendikbud-ristek dan BRIN akan butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan tahapan pembentukan lembaga, administrasi, serta keuangannya.
Sebagai pelaksana riset dan inovasi, BRIN punya pekerjaan rumah yang sangat besar. Lembaga ini harus mengintegrasikan semua lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) di bidang riset seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), serta badan/unit penelitian dan pengembangan (litbang) di berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L).
Proses semacam ini, dalam sejarah pemerintahan, terbukti butuh waktu lama dan bisa bertele-tele. Ketika Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibentuk pada 2018, misalnya dibutuhkan setahun lebih untuk bisa beroperasi. Demikian juga dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) maupun Kemenristekdikti di masa Kabinet Kerja (2014-2019).
Kemendikbud-ristek dan BRIN kemungkinan besar akan mengalami hal serupa. Karena itu, Presiden Jokowi sendiri mungkin harus turun tangan memastikan anggaran dan struktur segera selesai. Jika hal ini tidak tertangani, ada potensi besar kekosongan koordinasi ristek dan inovasi.
Pemerintah harus mengantisipasi ini supaya tidak mengganggu berbagai kegiatan riset dan inovasi yang tengah berjalan, termasuk upaya penanganan COVID-19 seperti vaksin dan alat tes, hingga terkait warisan yang diinginkan Presiden Jokowi seperti mobil listrik dan digitalisasi berbagai layanan.
Penulis: Adiesty Anjali
Editor: Sindhie Ananda Dwianti
Referensi:
Nugroho, Yanuar. 2021. "Peleburan Kemenristek dan Kemendikbud Munculkan Banyak Masalah dan Tunjukkan Buruknya Strategi Riset Nasional." [online] dalam https://theconversation.com/peleburan-kemenristek-dan-kemendikbud-munculkan-banyak-masalah-dan-tunjukkan-buruknya-strategi-riset-nasional-158794 (diakses tanggal 29 April 2021)
Putri, Budiarti Utami. 2021. "Kemendikbud Sebut Peleburan Kemenristek Akan Perkuat Pendidikan Tinggi." [online] dalam https://nasional.tempo.co/read/1451489/kemendikbud-sebut-peleburan-kemenristek-akan-perkuat-pendidikan-tinggi (diakses tanggal 29 April 2021)
Nurita, Dewi. 2021. "Jadi Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim: Riset dan Teknologi Dekat di Hati Saya." [online] dalam https://nasional.tempo.co/read/1457253/jadi-mendikbud-ristek-nadiem-makarim-riset-dan-teknologi-dekat-di-hati-saya (diakes tanggal 30 April 2021)
Ramadhan, Ardito 2021. "Pro-Kontra Peleburan Kemenristek ke Kemendikbud: Kepentingan Investasi hingga Peningkatan Peran Dikti." [online] dalam https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2021/04/13/06365311/pro-kontra-peleburan-kemenristek-ke-kemendikbud-kepentingan-investasi-hingga (diakses tanggal 28 April 2021)
TAG: #gagasan #pemerintahan #pendidikan #politik