Expo PDB kembali digelar tahun ini pada Sabtu (27/05/2023). Dibandingkan dengan tahun lalu, acara ini tergolong lebih meriah karena menghadirkan seluruh mahasiswa peserta PDB. Meski begitu, kemeriahan Expo PDB kali ini tidak bisa lepas dari berbagai kontroversi.
Retorika.id - Expo PDB hadir kembali pada Sabtu (27/05/2023). Pameran ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menampilkan hasil proyek kolaborasi yang telah mereka kerjakan selama satu semester. Acara ini juga merupakan puncak dari kegiatan mata kuliah Pengantar Kolaborasi Keilmuan (PKK), salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa tahun pertama UNAIR.
Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku dosen penanggung jawab mata kuliah PKK menjelaskan bahwa expo (selanjutnya akan disebut pameran-red) ini adalah bagian dari pertemuan terakhir dari mata kuliah tersebut. “Di momen ini, kita berikan mahasiswa ruang ekspresi dan apresiasi bagi karya yang sudah mereka buat,” pungkasnya.
Ketika Tim Retorika menanyai Dr. Hanik tentang perbedaan konsep Expo PDB 2023 dengan tahun lalu, ia mengungkapkan bahwa perubahan itu diperlukan untuk memberi apresiasi yang lebih luas bagi seluruh mahasiswa. “Tahun lalu itu hanya satu yang ditampilkan di pameran, sedangkan tahun ini semua kelompok ikut menampilkan. Harapannya adalah semua ikut senang, semua ikut terapresiasi. Jadi acara ini adalah dari mahasiswa, untuk mahasiswa, dan oleh mahasiswa,” ujarnya.
Meski begitu, acara ini tentu tidak luput dari kontroversi. Kritik dan protes banyak dilayangkan oleh mahasiswa, baik dari pihak peserta, panitia, maupun wirausahawan muda (tenant), terkait dengan banyaknya perubahan yang
mendadak.
Pihak panitia bagian koordinator lapangan menyayangkan konsep acara yang menampilkan proyek dari semua kelompok. Menurut salah anggota koordinator lapangan yang menolak disebutkan namanya, ini berakibat fatal bagi manajemen kerumunan acara. “Bahkan kami yang awalnya sudah plotting lokasi untuk dijaga, akhirnya berantakan karena banyak yang miss,” keluhnya.
Kritik dari pihak peserta menekankan pada arus informasi yang kurang jelas akibat dari perubahan-perubahan tersebut. “Mungkin karena informasinya disampaikan melalui satu pintu saja ya, yaitu melalui komting atau penanggung jawab. Jadi agak susah untuk koordinasi,” ungkap Velicia, peserta pameran dari jurusan Ilmu Hubungan Internasional saat diwawancarai oleh tim Retorika.
Velicia juga menambahkan bahwa kurangnya informasi seputar Expo PDB menyebabkan peserta pameran tidak bisa mempersiapkan hasil proyek dengan sebaik mungkin. “Bahkan informasi bahwa kita diwajibkan bikin banner saja diinformasikan sangat mendekati hari-H. Seharusnya, flow informasi bisa diperjelas lagi,” tambahnya.
Selain kendala informasi, peserta juga turut mengkritik konsep acara. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu narasumber, Andin, konsep acara pameran yang lebih difokuskan pada mendapatkan stempel kelas membuat peserta menjadi abai terhadap proyek yang ditampilkan tiap-tiap kelas.
“Karena fokusnya lebih ke stempel, jadinya mahasiswa cenderung nggak memperhatikan stand kelasnya itu isinya apa,” ujar mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi tersebut.
Problematika lain datang dari pihak tenant atau mahasiswa wirausahawan. Pameran ini memang menyediakan lahan bagi para mahasiswa yang memiliki usaha untuk menjajakan barang dagangan mereka. Akan tetapi, protes muncul ketika pihak Unit Pendidikan Kebangsaan dan Karakter (UPKK) memutuskan untuk menarik biaya kebersihan sebesar Rp25.000 per tenant usaha.
“Awalnya tidak perlu HTM. Tapi di rapat Zoom kemarin tiba-tiba bilang kalau HTM-nya Rp50.000. Tentunya itu banyak diprotes oleh mahasiswa,” ungkap Aris, salah satu mahasiswa yang membuka tenant usaha. “Pada akhirnya tetap disetujui ada HTM karena kan memang disediakan kebersihan tempat dan stop kontak oleh kampus, tetapi nggak sebanyak Rp50.000 juga. Akhirnya disetujui Rp25.000,” tambah mahasiswa jurusan Kimia tersebut.
Penarikan biaya bagi tenant ini menuai kritik keras bagi pihak penyelenggara pameran. Meski sudah mengeluarkan uang, mayoritas dari pihak tenant tetap tidak merasa mendapat keuntungan apa-apa karena mereka masih harus membawa perlengkapan secara pribadi. Selain itu, stop kontak yang disediakan oleh kampus pun tidak tersebar secara merata di tiap tenant. "Kalau begini ya seharusnya ikut ketentuan awal saja, gratis," ujar tenant lain yang menolak dipublikasikan namanya.
Perubahan seputar tenant juga menjadi masalah bagi panitia. Pihak koordinator lapangan kembali mengatakan bahwa denah tenant dan stand pameran sering kali berganti. “Di beberapa hari terakhir menjelang acara sempat ada ketidaksetujuan antara koordinator lapangan dan UPKK terkait hal ini, tapi kita tetap harus ikut arahan UPKK,” pungkasnya.
Terlepas dari berbagai kritik dan protes dari berbagai pihak, Expo PDB 2023 berjalan dengan cukup lancar dan meriah. Ketika ditanya mengenai penilaian mereka, beberapa narasumber menjawab bahwa acara ini sudah bagus meski ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan. “Expo ini keren banget dan informatif banget, karena banyak proyek dalam bentuk banner yang membahas hal-hal yang belum diketahui sebelumnya,” ujar salah satu narasumber, Andin.
Rachelita Putri selaku ketua pelaksana juga menganggap bahwa acara kali ini sudah totalitas. Ia mengatakan bahwa pihak panitia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyesuaikan acara agar nyaman dijalankan oleh peserta pameran. “Menurut saya, acara ini sudah 97 persen berhasil. Tiga persennya terhalang panas,” ungkapnya, sekaligus menutup sesi wawancara pada siang itu.
Penulis: Vraza Cecilia A.Z & Naomi Widita
Editor: Shafira Brihan
TAG: #akademik #dinamika-kampus #fisip-unair #universitas-airlangga