Hari ini, tanggal 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environmant Day (WED). Sehubungan dengan peringatan tersebut, pada Kamis, 4 Juni 2020 kemarin, Pusat Pembinaan Karier, Kewirausahaan, dan Hubungan Alumni (PPKHA) Universitas Airlangga telah menyelenggarakan diskusi online Airlangga Career Club (ACC) melalui aplikasi Zoom. Diskusi yang menghadirkan seorang Direktur Lembaga Ecological Observation and Wetlands and Conservation (ECOTON), Prigi Arisandi ini mengangkat tema tentang “Peran Generasi Milenial dalam Penyelamatan Lingkunganâ€.
retorika.id - Dalam diskusi online yang bertajuk “Peran Generasi Milenial dalam Penyelamatan Lingkungan” tersebut berlangsung melalui aplikasi Zoom pada hari Kamis, 4 Juni 2020. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Karier, Kewirausahaan, dan Hubungan Alumni (PPKKHA) Universitas Airlangga dengan menghadirkan seorang direktur Lembaga Ecological Observation and Wetlands and Conservation (ECOTON), Prigi Arisandi.
Diskusi diawali dengan sambutan oleh Ratna Dewi Kumalasari selaku moderator dari PPKHA. Diskusi online ini dilakukan untuk memberikan pemahaman dan berbagi pengalaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya konservasi lingkungan hidup. Berkat ketekunannya dalam bidang konservasi lingkungan hidup, Arisandi berhasil meraih penghargaan The Goldman Enviromental Prize.
Sebagai alumni dari jurusan Biologi Unair, Arisandi ternyata gemar melakukan penelitian di luar kampus daripada selalu berkutat mendengarkan materi di kelas semasa kuliah dulu. Kegemarannya terus dikembangkan, hingga akhirnya ia berhasil menjadi pencetus berdirinya ECOTON. ECOTON sendiri adalah kelompok studi konservasi
lahan basah Program Studi Biologi di Unair yang berdiri pada tahun 1996, dan berbadan hukum di tahun 2000.
Berdirinya ECOTON awalnya dilandasi atas rasa keprihatinan dari Prigi Arisandi beserta kawan-kawannya terhadap permasalahan lingkungan di Jawa Timur, khususnya di Kali Surabaya. Banyak sekali pencemaran sungai yang terlihat nyata, namun tidak ada tindakan apa-apa. Oleh karena itu, ECOTON hadir untuk memulihkan lingkungan sungai agar tidak semakin tercemar.
“Kebetulan saya tinggal di tepi Kali Surabaya dan Kali Surabaya penting bagi keluarga saya serta masyarakat. Maka tahun 1999 setelah lulus kuliah, saya merasa ingin memulihkan kondisi sungai saya. Jadi, seperti ada personal interest terhadap masalah sungai,” ujar Arisandi. Ia juga mengungkapkan bahwa selama di ECOTON, dirinya dibantu oleh sebelas orang peneliti dan lima puluh orang volunteer.
Sebagai orang yang aktif di bidang lingkungan, Arisandi mencoba untuk lebih fokus terhadap permasalahan sungai. “Saya memfokuskan diri untuk menjaga sungai, karena sungai itu penting dan hampir lima juta orang di Surabaya dan sekitarnya sangat membutuhkan air sungai Surabaya untuk kebutuhan sehari-hari,” ucapnya. Selama berkecimpung di bidang yang ia tekuni sekarang, Arisandi menjadi sosok yang lebih peka dan berempati terhadap berbagai permasalahan lingkungan dan masyarakat. Hal itu sebenarnya terbentuk karena Arisandi kerap kali berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam menjalankan peran sebagai bagian dari ECOTON, Arisandi beserta tim mencoba berkeliling untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat dari satu desa ke desa lainnya. Edukasi itu berisi tentang penjelasan kondisi air sungai yang ada di desa tersebut.
Semasa kuliah, pekerjaan yang paling sering dilakukan Arisandi adalah meneliti kandungan bahan pencemar air sungai di Kali Surabaya. Baginya, pekerjaan tersebut mudah, tetapi tidak banyak dilakukan oleh mahasiswa lainnya. Akhirnya, Arisandi memilih untuk memaksimalkan penggunaan fasilitas yang disediakan oleh kampus dalam mendukung penelitiannya.
Selama dua puluh tahun aktif melakukan penelitian, Arisandi juga melibatkan anak-anak dalam melakukan upaya konservasi lingkungan. Menurutnya, anak-anak merupakan korban pencemaran lingkungan. Melalui Ecoton, Arisandi mengembangkan program yang ia ciptakan, yaitu “Detektif Brantas River”. Program tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi yang baik tentang kondisi lingkungan hidup kepada anak-anak.
Di samping itu, Arisandi juga membentuk komunitas brigade evakuasi popok. “Komunitas ini saya namai unik, karena tidak banyak lembaga atau institusi yang melakukan kegiatan semacam ini. Itu ternyata menjadi tantangan bagi Indonesia, karena kita tidak punya standar tentang popok,” ungkap Arisandi. Komunitas tersebut merupakan sebuah gerakan yang melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembebasan sungai Surabaya dari limbah popok. Hal itu selaras dengan prinsip yang dipegang oleh Arisandi bahwa jika kita ingin dikenal oleh publik, maka kita harus melakukan hal-hal yang bersifat kontekstual.
“Pencemaran sungai banyak terjadi karena masyarakat tidak dilibatkan dalam pemantauan kualitas air sungai,” ujarnya. Menjelang akhir diskusi, Arisandi menekankan bahwa tidak mudah mengajak masyarakat untuk terlibat dalam upaya penyelamatan lingkungan jika mereka tidak mendapatkan edukasi. “Orang itu tidak akan mau berpartisipasi kalau mereka tidak teredukasi. Edukasi itu berdasarkan informasi, maka tugas kita adalah memberikan informasi based on research,” pungkasnya.
Penulis: Alvidha Febrianti
TAG: #aspirasi #lingkungan #universitas-airlangga #