
Fenomena siar kebencian berpotensi menjadi ladang subur tumbuhnya ekstremisme, terorisme, dan radikalisme. Maka dari itu, soft approach sangat diperlukan untuk menekan penyebaran radikalisme, ektremisme dan terorisme.
retorika.id – Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Surabaya dan Convey Indonesia, bekerjasama dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Retorika menyeleggarakan seminar nasional bertajuk, “Meredam Teror: Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”. Acara ini diselenggarakan di Aula Soetadyo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlagga, Senin (27/11). Seminar ini bertujuan untuk mencegah aksi terorisme dan radikalisme yang sedang memanas dalam lingkup nasional hingga Internasional.
Rangkaian acara seminar dimulai dengan sambutan-sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh Endah Fitri Amalia selaku Pemimpin Umum LPM Retorika FISIP Unair. Dilanjutkan sambutan Drs. I Basis Susilo, M. A., Ph. D.
mewakili Pusham Surabaya. Sambutan ketiga disampaikan oleh Wakil Dekan III FISIP Unair, Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, M. A., Ph. D. Kemudian sambutan terakhir dari Jajang Jahrani, Ph. D., perwakilan Convey Indonesia.
Choirul Anam, S.H, M.H., komisioner Komisi Nasional HAM, menjadi pembicara pertama dalam seminar ini. Ia memaparkan fenomena siar kebencian berpotensi menjadi ladang subur tumbuhnya ekstremisme, terorisme, dan radikalisme.
“Siar kebencian menjadi ladang subur ekstremisme, terorisme, dan radikalisme. Apabila ketiganya bisa dikurangi, berbagai masalah dapat diselesaikan.”, ujar Choirul.
Materi kedua disampaikan oleh Natsir Abbas, Pakar Terorisme. Ia memaparkan pola gerakan terorisme dari dulu hingga sekarang tidak berubah. Perbedaan paling kontras hanya pada skala dan prioritas.
“Pola siar kebencian tetap terus ada, perbedaannya hanya pada skala dan prioritas.” ujar Natsir, lelaki berkaca mata tersebut.
Kemudian, materi ketiga disampaikan oleh Drs. Bambang Budiono, M.S, M.Sosio., perwakilan Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila. Ia menyatakan gelombang globalisasi memberikan ruang kebebasan untuk memilih kesejahteraan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan sikap individualisme yang semakin menguat.
“Disatu sisi, globalisasi ingin menyeragamkan suatu hal menjadi sama. Namun hal ini bisa memunculkan reaksi kekerasan berbasis suku dalam masyarakat.” pungkasnya.
Materi terakhir disampaikan oleh Joko Susanto, S.IP., M. Sc., Dosen Hubungan Internasional FISIP Unair. Ia menyatakan bahwa penanganan kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia dapat menggunakan soft approach.
“Ada tiga poin penting untuk menekan radikalisme dan terorisme, yaitu: societal movement, patriotism, dan societal cohesion.” imbuhnya.
Novita Firdaus (Sosiologi 2015), salah satu peserta seminar, menyatakan acara seperti ini bagus guna menekan ancaman terorisme, radikalisme, maupun ektermisme. "Acaranya sangat bagus. Harapannya semoga ada langkah nyata dan berkelanjutan dari mahasiswa untuk meredam aksi terorisme dan radikalisme pasca seminar digelar.” pungkasnya.
Penulis : Raisa Akmalie
Editor : Roudlotul Choiriyah
TAG: #aspirasi #demokrasi #fisip-unair #gagasan