Konon, ada kerajaan megah bernama Kretya yang berdiri ribuan tahun lalu di puncak gunung tertinggi di dunia. Tidak ada nafsu duniawi di sana, sebab rakyatnya telah mencapai ketenangan jiwa. Banyak orang yang ingin mencari Kretya, namun tidak pernah ada yang berhasil. Kretya menjadi misteri semata, hingga suatu saat seorang anak muda bertemu pertapa tua dan menemukan jawabannya.
Retorika.id-Alkisah, di puncak gunung Dhami yang merupakan gunung tertinggi di dunia, ada suatu kerajaan bernama Kretya yang berdiri di sana. Kretya sangatlah megah: corak-corak emas mewarnai tiap lapisan dindingnya, tiang-tiang tinggi menopang atapnya, patung-patung yang dipahat dengan begitu indah terletak di tiap sudutnya. Kemegahan Kretya telah tertulis dalam teks-teks kuno, dilanjutkan melalui cerita turun-temurun oleh ibu kepada anak-cucunya. Tidaklah heran, sebab Kretya telah berdiri ribuan tahun lamanya. Saking lamanya Kretya berdiri, manusia-manusia yang berdiam di sana telah mencapai puncak kesempurnaan. Hati mereka murni, mewujud dalam sikap yang penuh kasih dan gemar membantu. Penderitaan tidak dikenal di Kretya: siapapun yang tinggal di sana akan mengalami rasa damai dan kebahagiaan yang tidak pernah putus.
Konon katanya, raja dan ratu Kretya memerintah dengan penuh kebijaksanaan. Rakyat-rakyatnya tidak pernah menerima ketidakadilan: semua sama, semua setara. Rakyat Kretya juga memiliki pengetahuan spiritual yang begitu mendalam.
Senyum dan tawa selalu mengalir di antara rakyatnya. Setitik nafsu duniawi pun tidak memiliki tempat di Kretya, sebab ketenangan jiwa telah mereka kuasai.
Oleh sebab kemegahannya, banyak petualang dan penjelajah yang berusaha mencari Kretya. Bahkan, tim utusan negara-negara besarpun memiliki keinginan untuk menemukan Kretya. Mereka mendaki gunung, melewati jalan terjal dalam hujan salju, bahkan hingga kelaparan dan kehausan demi melihat sendiri kerajaan Kretya yang namanya besar itu. Namun, pencarian ini selalu berakhir dengan tangan kosong. Jangankan Kretya, satu buah kayu pun tidak mereka temui di atas puncak gunung Dhami. Orang-orang yang gagal inipun menyimpulkan bahwa Kretya hanyalah mitos belaka. Sebagian lagi berpendapat bahwa Kretya hanyalah sebuah simbol untuk menggambarkan tempat peristirahatan akhir di seberang sana, sama seperti cerita rakyat pada umumnya.
Nama Kretya akhirnya berangsur meredup. Puluhan tahun lamanya setelah pencarian yang gagal itu, bahkan tidak banyak yang mengetahui bahwa ada kerajaan tidak tersentuh yang bernama Kretya. Kretya bertransformasi menjadi sebuah angin lalu.
Meski demikian, pada suatu musim panas bertahun-tahun setelahnya, seorang anak muda berusia dua puluh tahun berniat mendaki gunung Dhami untuk memastikan keberadaan Kretya dengan mata kepalanya sendiri. Ia mendengar kisah tentang Kretya dari guru bela dirinya. Meskipun ia mengetahui pencarian Kretya sebelumnya berujung gagal, hal itu tetap tidak melunturkan niatnya. Maka pergilah ia mendaki pada bulan September tahun itu.
Anak muda itu mendaki gunung selama dua puluh tiga hari lamanya sebelum ia menemukan suatu gua. Di dalamnya, ia menemui seorang pertapa yang bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau ingin pergi?”
Anak muda itu menjawab dengan mantap, “Aku ingin mencari Kretya.”
Pertapa tua itu hanya mengulas senyum dan kembali bertanya, “Dan mengapa engkau ingin menemukan Kretya?”
“Sebab, aku ingin merasakan damainya,” ia kembali menjawab. “Tidakkah kau mendengar? Dunia sudah begitu kacau.”
“Hm,” pertapa itu mengangguk dengan senyum yang tidak jua hilang. “Sudah berapa lama engkau menjelajah?”
“Dua puluh tiga hari,” jawabnya.
“Hm,” pertapa itu kembali mengangguk. “Sebenarnya, engkau tidak perlu pergi jauh hingga ke puncak untuk mencapai Kretya.”
“Mengapa demikian?”
“Katamu, dunia sedang kacau,” pertapa itu berujar. “Dan kau berniat mencari Kretya untuk merasakan damai. Tidak tahukah engkau, sebenarnya Kretya ada di dalam hatimu sendiri?”
Pertapa itu kembali mengulas senyum melihat anak muda itu tertegun. “Jika engkau tidak bisa menemukan damai, maka jadilah damai itu sendiri. Kretya ada di dalam hati tiap-tiap manusia, tetapi tidak semua berhasil menemukannya.”
Penulis : Fitha Dwi Kartikayuni
Editor : Najmah Rindu Aisy
TAG: #karya-sastra #kisah #seni #