» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Pop Culture
Resensi Novel Perburuan
02 Oktober 2020 | Pop Culture | Dibaca 9029 kali
Resensi Novel Perburuan: Pramodya Ananta Toer Foto: goodreads.com
"Tetapi, orang tak bisa berkhianat selamanya dan dalam segala hal. Bisakah engkau jahat dalam segala hal?,” tanya Den Hardo dalam Novel Perburuan

retorika.id - Diburu. Begitu sulitnya untuk hidup ketika raga dan jiwa diburu oleh para pemburu. Tidak Bebas, bayangan akan hukuman pancung atau tembak mati akan selalu membayang pikiran si terburu.  Sekalipun hukuman maut berhasil dielakkan, hukum tahanan juga akan membayangi.  Seperti binatang buruan yang dikejar-kejar, ia lari, bersembunyi, mengungsi di goa rumahnya kelelawar, bukit-bukit kosong, di kumpulan orang-orang kere, dan bahkan juga semak-semak, agar tak terendus moncong bedil para pemburu. Suatu keadaan yang sungguh pelik, membikin diri kurus kerontang tak berdaya, jadi gelandangan. Keadaan yang sungguh tragis itulah yang dialami oleh Den Hardo, seorang tokoh utama dalam novel berjudul “perburuan” karya Pramoedya Ananta Toer.

Berlatarkan tahun 1940-an saat nusantara masih di bawah pendudukan Jepang/Nippon, Den Hardo yang sebelumnya berpangkat Shodanco, sebuah jabatan pemimpin regu dalam pasukan PETA (Pasukan Pembela Tanah Air) bikinan Jepang,  bersama dua orang


kawannya yakni Karmin dan Dipo,  berencana untuk melakukan pemberontakan. Direncakanan akan dilaksanakan di Blitar, mereka ingin melakukan perlawanan kepada Jepang yang saat itu berkuasa.

Naas, rencana mereka gagal total. Diceritakan bahwa gagalnya rencana tersebut dikarenakan penghianatan Karmin, kawan dari Den Hardo sendiri. Konsekuensi dari hal tersebut adalah dimulainya hidup Hardo dan Dipo dalam perburuan dan pengejaran oleh penguasa Nippon. Tak hanya dikejar oleh Nippon, para kerabat serta orang-orang desanya sendiri juga turut memburu mereka. Disebutkan bahwa mereka sempat diburu oleh empat ribu warga desa yang disuruh oleh penguasa Nippon. Sungguh mereka sampai harus hidup menggelandang.

Setengah tahun berlalu, kedua orang tadi tidak berhasil ditemukan oleh para pemburu. Titik awal dari narasi di Novel ini diawali dengan cerita tentang kemunculan kembali Den Hardo sebagai kaum kere/pengemis yang bersama kere/pengemis lainnya dalam sebuah acara khitanan anak seorang lurah Desa Kaliwangan. Den Hardo, yang saat itu masih menjadi buron, bertemu dengan calon adik iparnya yang sedang dikhitan, serta bertemu dengan ibu tunangannya. Di sana ia hanya diam sembari memandang, kemudian pergi kembali setelah disadari oleh tuan rumah.

Dalam perjalanan meninggalkan acara tadi, langkah Den Hardo dihentikan ia oleh si tuan rumah, lurah, yang sedang berjalan ke arahnya. Dalam cerita tersebut kemudian dituliskan bahwa Den Hardo lalu berbincang dengan si lurah. Si lurah mengajaknya untuk kembali, sekadar untuk bertemu dengan calon adik iparnya serta ibu tunangannya. Den Hardo menolak. jawabnya lagi. Ditawarkan Kembali oleh lurah tersebut pakaian serta sejumlah uang. Den Hardo tetap menolak. 

“Tunggu sampai kapan?,” tanya si Lurah.

“Sampai Nippon kalah,” jawab Den Hardo seraya pergi.

Kejadian-kejadian tersebut kemudian juga diiringi oleh berbagai macam alur cerita yang sungguh pelik. Contohnya, pertemuan Den Hardo dengan ayahnya sendiri yang dilakukan tanpa si ayah mengetahui identitas Den Hardo. Dari situ percakapan begitu intim, hingga kemudian Den Hardo Kembali lari untuk bersembunyi.

Narasi mengenai kesetiaan dan pengkhianatan yang hadir dalam novel ini juga sungguh dilematis.  Kesetiaan dan pengkhiatanan dalam hal ini dapat dipandang berbeda. Karmin, yang selalu disebut-sebut sebagai penghianat oleh para tokoh di novel ini, ternyata juga memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal tersebut contohnya dapat dilihat dari pertemuan Karmin dengan tunangan Den Hardo, Ningsih.

Cerita tentang Den Harto memberikan gambaran bahwa perjuangan dan perlawanan sangat mungkin untuk mendapat rintangan dan hambatan. Dari kisah Den Hardo, dapat dilihat bahwa sekalipun ia hidup jadi kere dan diburu kesana kemari, ia tetap masih mempertahankan idealitas dan keyakinannya. Keyakinan bahwa penjajah akan pergi, serta keyakinan-keyakinan lainnya. Namun cerita memang tidak selalu dapat memuaskan dahaga si pembaca, akan selalu ada pungkasan yang tidak terduga. Oleh karenanya, selamat membaca!

Penulis: Bagus Puguh Widagdo


TAG#review  #  #  #