» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Idealkah Pemerintahan Tanpa Oposisi?
01 September 2024 | Opini | Dibaca 131 kali
Idealkah Pemerintahan Tanpa Oposisi?: Idealkah Pemerintahan Tanpa Oposisi? Foto: detikNews
Pada penutupan Kongres ke-3 Partai Nasdem pada (27/08/2024), Prabowo mengajak partai politik untuk saling bekerja sama dibanding harus beroposisi. Menurutnya, oposisi bukanlah budaya Indonesia. Lalu, bagaimana peran oposisi di pemerintahan Indonesia? Apa jadinya negara tanpa partai oposisi?

Retorika.id - Pada Selasa (27/08/2024)  yang lalu, presiden terpilih Prabowo Subianto melontarkan pernyataan, “Jangan mau ikut-ikutan budaya lain, budaya barat itu mungkin suka oposisi, gontok-gontokan, enggak mau kerja sama. Sekarang ayo kita bersatu, kita bergabung, kita bersama. PKS, PKB ayo bergabung. Jangan pergi lagi tapi. Sekarang aku nunggu, mana yang mau gabung lagi.”

 

Dalam pidatonya saat penutupan Kongres ke-3 Partai NasDem itu, Prabowo menyampaikan bahwa ia mengajak para partai politik untuk berada disisi yang sama dengan pemerintahan baru yang akan dimulai beberapa bulan kedepan. 

 

Ajakan bergabung di sini adalah dengan memiliki visi, misi, dan pandangan yang sama mengenai bagaimana pemerintah harus bersikap dan bertindak. Semakin banyak partai yang menjadi satu bagian dalam koalisi/sisi yang sama akan memudahkan kinerja pemerintah dalam menstabilkan politik Indonesia dalam 5 tahun yang akan datang.

 

Namun sejatinya, apakah ajakan kebersamaan ini merupakan hal yang tepat? Bagaimana efek dari sikap kolaboratif ini terhadap iklim politik di Indonesia? Untuk menjawab hal itu, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu oposisi.

 

Mudahnya, partai politik disebut sebagai oposisi ketika mereka kalah pada pemilu. Contohnya, ketika kemarin Ganjar-Mahfud yang diusung oleh PDIP kalah, maka secara otomatis PDIP menjadi partai oposisi untuk 5 tahun yang akan datang.

 

Mereka akan menjadi oposisi ketika tetap mempertahankan haluan mereka (tidak berkoalisi dengan partai pemenang -red). Partai oposisi sendiri idealnya hadir untuk mengawal serta mengkritisi kebijakan pemerintah, agar segala tindakan dan regulasi yang dijalankan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan. Adanya partai oposisi ini juga merupakan salah satu ciri dari negara demokrasi.

 

Demi mengusung pasangan tertentu, partai politik perlu membentuk koalisi untuk memenuhi aturan ambang batas pencalonan presiden, dikarenakan tak ada partai lain selain PDIP yang memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.  Para ketua umum partai melakukan perhitungan dengan seksama dalam menentukan koalisi  salah satunya dengan mempertimbangkan pasangan kandidat dengan elektabilitas yang tinggi. Jika dipilih secara tepat, koalisi yang sesuai akan menjamin kehidupan partai dalam 1 periode kedepan.

 

Pada pilpres 2024, dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), sebanyak 8 partai mengusung Prabowo-Gibran. Ini merupakan koalisi paling besar dibanding pengusung Anies-Imin dan Ganjar-Mahfud.

 

Dinamika ini berubah pasca pilpres 2024. Koalisi Indonesia Maju (KIM) berubah nama menjadi KIM Plus, karena ada tambahan kawan dari 5 partai baru yang sebelumnya mendukung capres dan cawapres yang lain.

 

Semakin gemuk koalisi, semakin kecil dipersempit pula kemungkinan adanya oposisi. Karena yang menjadi ‘lawan’ akhirnya hanya ada segelintir partai saja.

 

Berkoalisi, atau yang katanya Prabowo bersatu dan bekerja sama, merupakan hal yang wajar dalam politik. Setiap parpol pasti memiliki keinginan untuk memenangkan pemilu, atau setidaknya berada di sisi yang menang. Partai mana yang tidak ingin menang dan ‘naik kelas’?

 

Di sini lah idealisme partai dipertanyakan. Ajakan kolaboratif memang memudahkan dan mengasyikan, tapi partai politik perlu memiliki idealisme yang kuat. Lihat kembali apakah koalisi yang ditawarkan sejalan dengan ideologi partai. Jangan sampai godaan jabatan dan janji politik yang lainnya menjadi pemberat untuk mengikuti arus yang sedang tren dan cenderung aman. Omong kosong ideologi dan citra partai jika hal ini terjadi. 

 

Menjadi partai oposisi merupakan pilihan yang sulit. Tidak semua partai sanggup melakukan peran sebesar itu. Namun, menjadi oposisi juga menjadi sebuah pembuktian bahwa partai tersebut memiliki idealisme yang kuat. Idealisme merupakan kemewahan yang tak dapat dilakukan oleh banyak pihak. Menjadi oposisi merupakan pembuktian idealisme, pemikiran, serta gagasannya kepada rakyat di tengah badai ajakan untuk bekerja sama.

 

Partai oposisi sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga iklim politik yang stabil. Bahwasannya kegiatan check and balance tidak hanya perlu dilakukan pada sesama kelompok eksekutif, legislatif, dan yudikatif saja. Tetapi juga melalui partai politik.

 

Pengawasan dari oposisi terhadap pemerintahan harus tetap dilaksanakan supaya pemerintah tidak nakal dan semaunya sendiri dalam menjalankan amanat rakyat.

 

Jika nanti tidak ada partai oposisi, apa bedanya dengan negara fasis yang hanya dipimpin oleh seseorang atau sekelompok tertentu?

 

Karena bahwasanya, kelompok oposisi menjadi sebuah opsi bagi masyarakat untuk meminta bantuan dalam menyuarakan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah. Apa lagi jaminan bahwa pemerintah akan terus mendengarkan suara rakyat yang kecil ini? Kehadiran oposisi akan jauh memudahkan karena merekalah yang memiliki hubungan langsung kepada mereka yang duduk di kursi pemerintahan.

 

Sikap kolaborasi, bersatu, dan kerja sama merupakan sikap yang memang harus ditanamkan di dunia modern saat ini. Namun, dalam politik, perbedaan idealisme dan cara pandang yang malah lebih dibutuhkan. Untuk membangun sebuah negara, dibutuhkan banyak masukkan dari beragam perspektif.

 

Merangkul bukan berarti harus bersatu, walaupun bekerja sama dalam politik memang dibutuhkan. Kehadiran oposisi tetap menjadi sebuah keharusan untuk menghadirkan politik negeri yang lebih berwarna dan bermartabat.

 

 

Referensi 

 

Muliawati, A. (2024, August 27). Prabowo Sebut Oposisi Bukan Budaya RI: Kita Harus Kerja Sama, Kolaborasi. https://news.detik.com/berita/d-7511967/prabowo-sebut-oposisi-bukan-budaya-ri-kita-harus-kerja-sama-kolaborasi

Nugroho, N. P. (2024, August 28). Prabowo Sebut Oposisi Bukan Budaya Indonesia, Ajak Elite Partai Kolaborasi. https://nasional.tempo.co/read/1909344/prabowo-sebut-oposisi-bukan-budaya-indonesia-ajak-elite-partai-kolaborasi 

Wahyuni, W. (2024, May 11). Peran dan Fungsi Oposisi dalam Pemerintahan. https://www.hukumonline.com/berita/a/peran-dan-fungsi-oposisi-dalam-pemerintahan-lt663f67d1be262/ 

 

Penulis : Annabel Hillary 

Editor: Anisa Eka


TAG#aspirasi  #pemerintahan  #  #