![](gambar_artikel/34Iconfinder.jpg)
Kebiasaan masyarakat memang untuk memberikan seabrek titel juara. Juara 1, 2, 3, belum lagi juara harapan dan juara favorit. Seakan titel tersebut harus dibagi rata agar "semua kebagian".
retorika.id - Lagi-lagi kuliah menyadarkanku. Kali ini tentang alasan kenapa negeri ini kurang maju dibandingkan negara lain.
Kompetitif.
Walaupun tes masuk sekolah negeri dan tes ASN juga begitu kompetitif, tapi nyatanya untuk perlombaan tertentu bangsa ini masih terlalu ramah untuk “membagi pemenang”.
Juara 1 bukan hal yang terlalu
penting, karena ada juara 2 dan juara 3. Bahkan jika diperhatikan dalam tangga para pemenang, juara 2 diposisikan sejajar dengan juara 3. Jadi di mana hirarkinya? Di mana kebanggaannya?
Belum lagi ada Harapan 1, Harapan 2, dan Harapan 3. Seakan negeri ini tak beranjak juga dari kesalahan karena terlalu “mengharap”. Oh, istilah harapan sendiri juga tereduksi maknanya akibat pencatutannya dengan romansa-romansa yang tidak dewasa.
Oh iya, belum lagi juara favorit. Duh, terus bedanya juara 1 sama juara favorit itu apa?
Berbicara mengenai juara 1, 2, dan 3, aku masih terpikir oleh ajang pencarian bakat di TV nasional. Betapa banyak obrolan “juara 1 itu cuma juara di kompetisi, malah juara aslinya itu juara 2 atau 3 yang lebih terkenal lagu-lagunya”.
Betapa kurang apresiasinya masyarakat kita ini pada juara 1.
Coba bandingkan dengan negara lain di mana hal yang utama adalah menjadi yang kesatu. Tidak ada istilah pemenang kedua dan ketiga.
Hal receh seperti strata pemenang itu sedikit-banyak cukup mengasyikkan ketika dihubungkan dengan konteks yang ada di negeri ini bukan?
Penulis : Anita Fitriyani
TAG: #satire #sosial # #