» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Sudah Kenal POWER?
01 September 2018 | Opini | Dibaca 2408 kali
Sudah Kenal POWER?: - Foto: Dokumentasi panitia Power 2017
Prodi Ilmu Politik FISIP Unair menyambut mahasiswa barunya dengan "POWER" ( Politic We Are Together). Acara yang ditujukan untuk mengenalkan iklim prodi, baik secara akademis maupun kultur di dalamnya ini masih menimbulkan polarisasi terkait tujuan penyelenggaraannya. Jadi, ada apa dengan POWER?

Menyambut tahun ajaran baru yang diikuti dengan penerimaan mahasiswa baru, rangkaian acara orientasi pun rutin diselenggarakan. Rangkaian kegiatan orientasi mahasiswa baru ini diselnggarakan dalam tiga tingkat, tingkat universitas, fakultas, dan jurusan. Serangkaian kegiatan orientasi ini ditujukan sebagai pengenalan dunia kampus yang sudah berbeda dengan masa sekolah. Tiap-tiap jurusan pun mempunyai gayanya masing-masing dalam menyelenggarakan orientasi jurusan, tak ketinggalan jurusan Ilmu Politik di FISIP UNAIR. Ilmu Politik FISIP UNAIR menyebut orientasi jurusan mereka dengan POWER yang merupakan singkatan dari Politic We Are Together. Lalu, apa yang membedakan POWER dengan orientasi jurusan lain?

POWER diselenggarakan sebagai orientasi tingkat prodi Ilmu Politik yang ditujukan untuk mengenalkan iklim prodi, baik secara akademis maupun kultur di dalamnya. Uniknya, di dalam mahasiswa Ilmu Politik sendiri masih terjadi polarisasi mengenai tujuan dari POWER. Polarisasi tujuan ini terbagi menjadi dua kubu, mereka yang menyebutnya sebagai pengenalan dan mereka yang menyebutnya sebagai kaderisasi. Perbedaan pemahaman tujuan ini selalu terjadi di setiap angkatan. Namun, salah satu mahasiswa Ilmu Politik 2014, Bagos Balghi, berpendapatan bahwa POWER lebih tepat didefinisikan sebagai pengenalan, karena dengan singkatnya waktu penyelenggaraan rangkaian POWER, akan muncul pertanyaan perihal sejauh mana substansi dari kaderisasi itu. “Terkait tujuannya ini, tentu POWER punya peran yang cukup besar, yaitu sebagai ‘penghubung’ awal mahasiswa baru dengan semua aspek dalam prodi Ilpol,” ujar


Bagos. Dalam POWER ini juga dikenalkan beragam nilai yang dianggap penting oleh mahasiswa Ilmu Politik. Menurut Risyad, mahasiswa Ilmu Politik 2016, nilai-nilai ini adalah kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, kepedulian, dan kekeluargaan.

Para mahasiswa Ilmu Politik pun mempunyai beragam pengalaman yang berbeda dalam penyelenggaraan POWER tiap tahunnya. Bagos, bercerita sewaktu menjadi peserta dulu, dia tiba-tiba diajak ke luar kota di dataran tinggi selama 3 hari 2 malam. Konsep luar kota ini berubah pada penyelenggaraan POWER tahun 2017 dikarenakan terdapat banyaknya pro dan kontra perihal konsep POWER. Kita sudah tidak bisa mengelak lagi jika penyelenggaraan POWER penuh dengan polemik. Konsep yang “keras” selalu dikaitkan dalam penyelenggaraan POWER. Hal ini lah penyebab utama terjadinya polarisasi pemahaman tujuan POWER yang dialami oleh setiap angkatan. Pro dan kontra mengenai penyelenggaraan POWER secara keseluruhan pun kerap terjadi dan seakan tidak bisa dihindari. Hal ini pun turut disepakati oleh Bagos, namun dia menambahkan bahwa sebagai mahasiswa sudah seharusnya kita lebih bijak dalam melihat dan menilai suatu fenomena. “Mahasiswa yang bijak harusnya tidak melihat dari satu perspektif saja, namun dari banyak perspektif yang ada,” kata Bagos.

Bagos menambahkan bahwa pemahaman POWER yang sebatas pada interaksi feodal itu hanya salah satu perspektif saja, dan sebenarnya banyak substansi yang bisa diambil dari POWER. “Aku mulai memahami substansi dari POWER saat menjadi panitia. Banyak kendala yang dihadapi, salah satunya masalah perizinan dan ketidaksinergisan berbagai pihak, baik dekanat, departemen, bahkan dalam kepanitiaan sendiri,” ujarnya. Risyad juga turut merasakan beragam tantangan, salah satunya adalah membangun jalinan komunikasi sedemikian rupa dengan berbagai pihak. “Proses menemukan formulasi konsep yang sesuai dengan keinginan panitia, senior, dan dekanat juga membutuhkan kerja ekstra,” tambah Risyad.

Demi mengatasi kendala ini, Bagos berpendapat bahwa interaksi merupakan hal terbaik untuk dilakukan demi mencapai keseimbangan pemahaman dan pandangan dua kutub yang terbelah ini. “Kita tahu bahwa sudah terjadi pergeseran substansi perihal penyelenggaraan POWER dan hal ini perlu penyesuaian ulang pada penyelenggaraan POWER saat ini. Melihat ke belakang, konsep POWER yang keras ini merupakan sebuah kritik terhadap rezim Orba yang dinilai membatasi kegiatan kampus lewat kebijakan NKK/BKK ,” jelas Bagos. Rezim sudah berganti, tentu konsep “keras” sudah tidak diperlukan lagi, karena hanya akan meninggalkan keburukan hubungan feodal saja dan menghilangkan nilai awalnya. “Pergeseran substansi ini menyebabkan pola yang terjadi adalah hubungan senior-junior yang tidak merujuk pada pemahaman kolektif tentang esensi POWER, dan POWER dianggap sebagai bentuk ‘kaderisasi’ dangkal,” lanjut Bagos. Pemahaman perihal substansi awal yang pergeseran yang terjadi saat ini yang harus selalu menjadi kunci utama untuk mewujudkan penyelenggaraan POWER yang lebih baik kedepannya.

Terlepas dari pro kontra POWER ini, penyelenggaraan POWER sebenarnya tidak semenakutkan itu. Demi menunaikan konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, para peserta POWER juga turut diikutsertakan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat. Refi, mahasiswa Ilmu Politik 2016, bercerita bahwa dalam rangkaian acara POWER 2017, berhasil dikumpulkan uang sebesar Rp 10.680.700 dan disetorkan pada salah satu lembaga sosial untuk kemudian diteruskan kepada masyarakat Rohingya. Refi juga mengatakan bahwa kegiatan pemberian sumbangan ini turut diliput oleh media, diantaranya beritajatim dan Unair News. Beragam polemik yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan POWER tidak membuat banyak pihak berhenti berharap bahwa penyelenggaraan POWER kedepannya bisa lebih baik lagi. Andarina, mahasiswa Ilmu Politik 2016, mengatakan bahwa ia berharap bahwa rangkaian POWER bisa selalu memberikan dampak yang positif, baik kepada peserta, panitia, senior, dosen, warga FISIP, dan masyarakat lainnya. Selain mewujukan kesinergisan kedua kubu yang berbeda pemahaman, Bagos juga berharap bahwa indikator keberhasilan POWER bisa dirumuskan secara jelas agar pelaksanaannya bisa lebih baik di masa mendatang, sehingga tidak hanya dianggap sebagi sebuah “kultur”. Tulisan ini juga ditujukan sebagai pengantar awal kepada para mahasiswa baru agar tidak langsung terpolarisasi hanya karena ketidakjelasan desas-desus yang beredar serta imbauan agar pelaksanaan POWER tahun ini dan tahun mendatang bisa menanggalkan apa-apanya yang buruk, sehingga ikatan kepercayaan bisa terbentuk oleh rasa hormat yang murni tanpa ketakutan dan keseganan yang berlebihan.

 

Penulis : Pulina Nityakanti Pramesi


TAG#fisip-unair  #universitas-airlangga  #  #