» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Perdana Menteri Israel Baru: Bersyukur atau Bersedih?
20 Juni 2021 | Mild Report | Dibaca 875 kali
Perdana Menteri Israel Baru: Bersyukur atau Bersedih?: - Foto: Times of Israel
Setelah empat kali pemilu dalam dua tahun, akhirnya Israel memiliki Perdana Menteri baru yang bernama Naftali Bennett menggantikan Benjamin Netanyahu yang sudah berkuasa selama 12 tahun. Namun dibalik euforia Perdana Menteri baru, terdapat keresahan yang dirasakan oleh warga internasional karena Bennett merupakan seorang nasionalis garis keras yang menentang kemerdekaan Palestina.

retorika.id-Akhirnya, pada (13/06) Israel memiliki perdana menteri baru setelah dua tahun terakhir pemilunya deadlock terus-menerus. Perdana Menteri baru Israel, yang bernama Naftali Bennett akan memerintah menggantikan Benjamin Netanyahu yang sudah berkuasa selama 12 tahun. Bennett unggul dengan memperoleh dukungan sebanyak 60 suara. Menang tipis dengan saingannya yakni Benjamin Netanyahu yang memperoleh dukungan sebanyak 59 suara.

Bennett didukung oleh koalisi yang sangat beragam yang terdiri dari partai politik sayap kanan, sayap kiri, dan partai politik Arab yang merupakan partai politik independen baru. Koalisi ini merupakan koalisi yang paling beragam  dalam catatan sejarah Israel. Bennett menyebut koalisi ini sebagai “coalition of change”. Dalam pemerintahannya  kali ini, Bennett akan menjalankan roda pemerintahan selama dua tahun ke depan, kemudian untuk dua tahun selanjutnya diambil alih oleh wakilnya, yakni Yair Lapid.

Setelah dilantik menjadi perdana menteri, Bennett menjelaskan bahwa pemerintahannya akan terus fokus pada isu-isu domestik seperti hubungan antara agama dan negara, biaya hidup, serta kualitas dari isu-isu kehidupan. Namun dibalik itu, tentu banyak pihak yang penasaran terkait pandangannya terhadap hubungan Israel-Palestina.

Bennett dan Pandangannya


Terhadap Palestina

Sayangnya, Bennett merupakan seorang Yahudi kanan-Nasionalis garis keras yang sangat menentang kemerdekaan Palestina. Hal ini dapat dilihat secara konkret dari berbagai hal seperti dukungannya terhadap hukuman mati bagi militan Palestina dan pendudukan Yahudi di West Bank dan Yerusalem Timur.

Bennett juga menentang gagasan Solusi Dua Negara yang dicetuskan untuk mengatasi konflik Israel-Palestina. Gagasan itu bertujuan agar kedua negara dapat berdiri berdampingan sebagai negara merdeka. Dalam tulisan opininya di New York Times pada 2014, Bennett mengatakan bahwa model perdamaian solusi dua negara sudah tidak relevan bagi Israel dan Palestina.

Dilansir dari CNN Indonesia, berbagai pihak terutama warga internasional yang mendukung perdamaian Israel-Palestina merasa bahwa kepemimpinan Bennett tidak akan membantu perdamaian antara negara Palestina dan Israel. Terlebih wakilnya, Lapid juga sepaham dengan Bennet yang menentang terbentuknya negara Palestina. Bahkan dalam sebuah wawancara pada Bulan Februari lalu, Bennett menyatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan satu sentimeter pun tanah Israel ketika ia memiliki kekuatan dan kendali.

Hal Penting Dalam Konflik Israel-Palestina bagi Lapid

Selain Bennett, Lapid wakilnya juga sepemikiran dengan Bennett. Mantan jurnalis dan penyiar televisi ini menentang terbentuknya negara Palestina. Saat ditanya mengenai sikap Lapid dan partainya dalam menghadapi konflik Israel-Palestina, ia mengatakan terdapat empat hal penting. Yang pertama Lapid mengatakan, “Keamanan Israel harus tinggal di tangan Israel," pernyataan ini memungkinkan tentara Israel untuk memasuki wilayah Palestina jika mereka sadar akan teroris yang merencanakan serangan terhadap Israel.

Yang kedua terkait dengan perbatasan keamanan. Selain itu Lapid juga mengungkapkan bahwa ia ingin Jordan Valley tetap berada di tangan Israel. Sedangkan yang ketiga berurusan dengan hak pengembalian. "Tidak ada yang namanya hak pengembalian," kata Lapid, merujuk pada permintaan Palestina untuk kembali ke tanah pra-1948. Yang terakhir adalah, Lapid meminta kota Yerusalem tetap tidak terbagi, "karena negara-negara tidak membagi ibu kota mereka sendiri," tegas Lapid.

Tanggapan Palestina

Mengetahui perubahan posisi pemerintahan di Israel, Palestina merasa pemerintahan kali ini tidak akan ada bedanya dengan pemerintahan sebelumnya. Mereka pesimis dengan perubahan pemerintahan Israel karena Perdana Menteri yang baru merupakan seseorang nasionalis yang akan mengejar agenda sayap kanan.

Dilansir dari Aljazeera, Sami Abou Shehadeh selaku ketua partai Balad Nasionalis Palestina mengungkapkan bahwa permasalahan ini tidak serta merta berasal dari kepribadian, melainkan dari kebijakan yang dikejar oleh Israel.

“Yang kita butuhkan adalah perubahan serius dalam kebijakan Israel, bukan dalam kepribadian. Situasinya sangat buruk sebelum Netanyahu, dan selama Israel bersikeras pada kebijakannya sendiri, itu akan terus menjadi buruk setelah Netanyahu. Inilah sebabnya kami menentang pemerintah ini.” Kata Sami Abou Shehadeh kepada Aljazeera.

Naiknya Bennett menjadi perdana Menteri dengan didukung oleh wakilnya yakni Lapid, mungkin menjadi pukulan keras bagi warga Palestina yang menginginkan perdamaian dan negoisasi menjadi negara merdeka. Namun, baiknya kita sedikit berharap pada beberapa partai politik Arab yang tergabung dalam koalisi Bennett yang mungkin dapat menekan pemerintahan Bennett yang anti-Palestina dan memulai perdamaian. 

Dalam wawancaranya dengan New York Times, Afar Farah selaku direktur Mossawa Center (sebuah kelompok advokasi untuk warga Arab Israel) mengungkapkan: “Saya tidak berpikir bahwa solusi dua negara atau rekonsiliasi dengan Palestina akan tercapai dalam satu atau dua tahun mendatang, tapi saya pikir ini adalah kesempatan bagi komunitas Palestina di Israel untuk menjadi pengubah permainan.”

Ungkapan optimis tersebut tentu menumbuhkan benih-benih harapan akan pengaruh partai Arab di koalisi Bennett kali ini.

 

Penulis: Kadek Putri Maharani

Editor: Dina Marga H

 


TAG#gagasan  #politik  #  #