» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Info Kampus
Kasus Pelecehan Verbal Gia
18 Februari 2020 | Info Kampus | Dibaca 3312 kali
Seorang mahasiswa Unair mengalami pelecehan verbal di kantin FIB Unair. Setelahnya, ia menceritakan kasusnya di media sosial dan mendapat beragam respon.

retorika.id - Selasa siang (28/01/2020), Gia—bukan nama sebenarnya—dengan dua teman lainnya sedang mencari makan siang di kantin Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Mereka berjalan melewati kantin belakang dekat parkir motor FIB hingga melewati lorong Student Centre (SC) FIB. Tepat, di daerah itu, ada beberapa gerombolan mahasiswa yang sering nongkrong di meja makan pojok lorong SC FIB.

Gia dan kedua temannya berjalan melalui lorong depan SC. Namun, teman Gia, Bunga—bukan nama sebenarnya—melihat salah satu kakak tingkat (Kating) yang dikenalinya sedang berada di meja makan pojok lorong SC. Bunga pun bertanya kepada dua temannya untuk menyapa atau tidak.

“Eh itu ada katingku, aku lupa namanya siapa. disapa nggak ya?” ujar Bunga.

“Gak usah disapa” balas Gia.

Gia menyarankan temannya agar tidak menyapa kating tersebut, karena keadaan di meja makan itu sedang riuh. Saat Gia dan kedua temannya berjalan melalui lorong, Gerombolan itu menatap Gia dan teman-temannya. Tatapan gerombolan itu diakui Gia sangat meresahkan mereka. Waktu itu, Gia dan kedua temannya sedang mengenakan pakaian bernuansa merah. Pakaian mereka hanya dapat dibedakan melalui warna kerudung.

Gia dan kedua temannya pun tetap berjalan hingga berada di depan meja makan pojok lorong SC. Suara di meja itu meresahkan Gia. Gia merasa bahwa gerombolan tersebut sedang membicarakan mereka bertiga. Hingga pada akhirnya, Gia mendengar kata-kata, yang menganggu dirinya, dari meja makan gerombolan tersebut.

“Gelem seng endi bro?” ujar salah satu


pelaku dari meja makan itu.

(Mau yang mana bro?)

“Sing abang a?” salah satu teman pelaku menyahutinya.

(yang baju merah kah?)

“Ojok, ojok sing iku. sing siji e ae!” pelaku pun menjawab pertanyaan temannya.

(Jangan, Jangan yang itu. Yang satunya saja!)

Dari percakapan pelaku, Gia merasa bahwa mereka bertiga sedang di-catcalling oleh gerombolan itu. Sontak, Gia pun memberi respons ke gerombolan tersebut. Ia menoleh dan menatap tajam ke arah gerombolan tersebut. Gia semakin tidak tahan, dan Gia pun mengeluarkan umpatan ke gerombolan itu.

Sayangnya, ketika Gia menoleh, ia tidak dapat mengenali siapa saja orang yang ada di meja makan tersebut. Gia tidak dapat melihatnya dengan jelas, karena Gia sedang tidak menggunakan kacamata. Berbeda dengan Kedua teman Gia. Kedua teman Gia merasa labih ketakutan. Mereka berdua memilih untuk menundukan kepala. Namun salah seorang yang dapat dikenali, dalam gerombolan pelaku, adalah kating dari Bunga yang berada di tempat kejadian. Bunga mengenalnya dengan nama ADK—insial. 

Gia akhirnya mencari tempat duduk agak jauh dari tempat gerombolan itu, dan ia memesan makanan. Sembari menunggu pesanan makanan, Gia membuka media sosial di gawainya. Ia langsung menulis tweet terkait fenomena yang dialaminya. Isi tweet Gia berupa peristiwa catcalling yang menimpa dirinya. Gia langsung mengirim tweet tersebut.

Selang tiga hari kemudian, Gia mencoba untuk bercerita pengalamannya kepada salah satu teman yang bernama Dira—bukan nama asli. Mengetahui hal tersebut, Dira ingin membantu Gia dengan cara membagikan tweet Gia agar jadi suatu peringatan untuk lainnya. Dira memilih untuk membuat snapstory.

Dira mendapatkan banyak respons ketika ia sudah membagikan isi tweet Gia di Instagram. Ketika kami temui, Dira menyatakan bahwa terdapat 17 penyintas lain yang melapor. Salah satu teman Dira, Ramli—bukan nama asli—juga ikut membagikan snapstory milik Dira. Ramli pun juga mendapatkan respons yang sama dengan Dira. Ia mendapatkan sekitar 4 laporan dari para penyintas lainnya.

Celakanya, Seluruh laporan, dari Dira dan Ramli memiliki kesamaan. Para penyintas lainnya mengaku pernah terkena kasus pelecehan seksual di tempat yang sama seperti Gia.

Respons ADK terhadap kasus pelecehan seksual ini

Salah satu reporter Retorika mencoba untuk memvalidasi kasus pelecehan seksual yang dialami oleh Gia kepada salah satu orang yang berada di tempat kejadian, yaitu ADK. Namun ADK mengaku tidak bisa diwawancarai secara langsung. ADK beralasan sedang bekerja saat itu. Akhirnya, Kami pun memilih untuk mewawancarainya melalui media sosial.

ADK bercerita bahwa teman-temannya sering nongkrong di tempat tersebut, dan mereka menyadari kalau catcalling itu salah mereka.

“…teman-teman yg sering ada di tempat itu (gaza) memang menyadari kalo cat calling itu salah mereka. Dan masalah itu sebenarnya sudah lama sering terjadi mas. Kalo ditanya kapan dan siapa yang melakukan teman-teman (gaza) tidak bakal bisa menjawab, tapi pada intinya teman-teman gaza menyadari kalo cat calling itu salah” tulis ADK dalam obrolannya via Line.

ADK juga menyayangkan dengan beberapa orang yang seakan-akan “menggoreng” kasus ini lagi. Ia menganggapnya cara tersebut sangat jelek. Anggapan ADK diambil dari adanya olok-olok terhadap teman-temannya ataupun pelaku di antara teman-temannya sebagai “rapist”. ADK berharap agar masalah ini segera selesai.

ADK dan teman-temannya menginginkan adanya pihak penengah dalam kasus ini. Ia dan teman-temannya mengakui kalau kasus ini adalah salah mereka. ADK tidak senang dengan adanya orang-orang yang mereka anggap memperkeruh kasus catcalling ini. Dia juga menegaskan bahwa pelaku dari catcalling ini adalah teman-teman yang ada di Gaza, tetapi pelakunya tidak bisa dipukul rata seluruh orang yang berada di tongkrongan tersebut, yang disebutnya Gaza.

ADK juga mengatakan bahwa dirinya sudah jarang sekali nongkrong di tempat itu. ADK bercerita bahwa banyak teman-teman tongkrongan itu yang mengajak berbenah. Ia mengatakan bahwa, belajar dari kasus catcalling yang ramai ini, maka teman-teman Gaza akan mengurangi tindakan negatif yang dilakukan oleh ADK dan teman-teman Gaza lainnya.  

Sayangnya, tidak ada keterangan lebih lanjut terkait mekanisme “pembenahan” diri tongkrongan tersebut. Reporter Retorika telah mempertanyakan terkait mekanisme pembenahan itu, tetapi ADK tidak memberikan respons lagi. ADK hanya membaca obrolan dari reporter Retorika, dan dia tidak memberi balasan lagi.

 

Penulis: Anugrah Yulianto


TAG#bullying  #gender  #  #