» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Opini
Aksi Kemarin Bukanlah Keberhasilan, tapi Kegagalan
18 April 2023 | Opini | Dibaca 571 kali
Aksi Kemarin Bukanlah Keberhasilan, tapi Kegagalan: - Foto: Nur Hidayah/LPM Retorika FISIP Unair
Kemarin (12/4/2023) BEM se-Surabaya melalui Aliansi BEM Surabaya (ABS) turun ke jalan untuk menolak UU Ciptaker. Namun, tak ada kemenangan apa pun yang tercipta di sana. Aksi sektoral itu bukanlah keberhasilan, melainkan kegagalan dan mahasiswa harus mengakui itu.

Ratusan mahasiswa berkumpul di depan Kantor DPRD Jatim sejak siang hingga sore hari. Mereka berorasi bergantian dan menyatakan sikap, serta meminta anggota dewan untuk keluar menemui mereka atau massa aksi yang masuk ke gedung DPRD Jatim.

Sebelum itu berbagai rangkaian persiapan pun sudah mereka lakukan sebelum jalannya aksi. Mulai dari berkali-kali konsolidasi membahas grand isu sampai teknis lapangan aksi. Mereka juga sudah membuat naskah akademis, catatan kritis atau kajian yang dibagi ke dalam beberapa cluster.

Namun, hasilnya tetap nihil. Tak ada kemenangan yang mereka dapatkan. 

Hal itu juga diungkapkan Tuffahati Ullayah Bachtiar, Menteri Politik dan Kajian Strategis BEM FISIP Unair bahwa tak ada kelanjutan terkait tuntutan mahasiswa di aksi itu. Pihak DPRD Jatim juga tak memberikan kejelasan terkait kejelasan janjinya yang akan mengirim surat ke DPR RI di Senayan.

"Memang enggak ada hasilnya karena tiba-tiba setelah berhamburan, setelah chaos, mokom (mobil komando) menginstruksikan aksi ini diselesaikan," tegasnya.

Tuffa juga menambahkan bahwa pihak DPRD Jatim merupakan faktor utama kegagalan aksi itu. Ditambah dengan tindakan polisi yang berjaga dengan memperlihatkan alat pengaman demo untuk mengatasi kerusuhan juga membuat massa aksi ketakutan. Alat pengaman demo yang disiapkan meliputi tameng, pentungan, hingga water cannon

style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">.

"Pure dari DPRD Jatimnya sendiri yang gagal melaksanakan tugas sebagai representasi rakyat, terlepas dari fraksi mana pun," kata mahasiswa Antropologi Unair.

Atas janji yang diberikan Kusnadi, Ketua DPRD Jatim dan wakilnya, Anwar Saddad untuk mengirimkan surat resmi ke pusat, Menteri Kajian Aksi Strategis BEM FIB Unair Muhammad Jibril atau sering disapa “Jai” meresponnya dengan pesimistis. Ia meragukan janji yang diberikan akan dilaksanakan ataupun akan berdampak pada penolakan UU Cipta Kerja.

"Ketua DPRD Jatim berjanji akan mengirimkan putusan terkait tuntutan kami ke DPR pusat, tapi janji hanyalah janji," ujar Jai ketika dihubungi melalui Whatsapp.

Sekretaris Jenderal ABS, Henrik Rara Lunggi juga tak menampik bila aksi kemarin (12/4/2023) itu sebuah kegagalan. Ia menjelaskan kalau DPRD secara terang-terangan menolak tuntutan-tuntutan mereka. Dengan begitu, ia menganggap DPRD Jatim yang tak bisa menjalankan perannya sebagai implementasi perwakilan suara rakyat Jawa Timur.

Tak hanya itu, ia juga tak percaya dengan janji DPRD Jatim karena menurutnya itu hanya bahasa politis saja. Hal itu karena isu ini sudah berjalan cukup lama dan sudah berbagai pihak yang melayangkan protesnya kepada mereka, tapi tak juga ada tindakan resmi dari DPRD Jatim.

"Janji untuk mengirimkan surat resmi itu kan sebenarnya hanya komunikasi politik saja," terangnya.

Ia juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan aksi itu gagal. Faktor-faktor itu adalah kondusifitas massa aksi yang terbilang kurang kondusif, tindakan polisi yang intimidatif, dan juga konsentrasi yang terpecah karena ada dua mobil komando ketika aksi.

Dari gagalnya aksi tersebut, Hendrik menuturkan kalau mereka akan bersiap melakukan tindakan-tindakan lainnya terkait tuntutan-tuntutan yang mereka bawa. Aksi lanjutan akan segera dipersiapkan dengan mencoba merangkul elemen-elemen sipil lainnya. Sebelum itu pun mereka akan melakukan gerakan penyadaran melalui diskusi-diskusi dan campaign agar lebih banyak orang yang sadar akan isu penolakan UU Cipta Kerja.

Namun, Hendrik menegaskan bahwa mereka tak mungkin melakukan aksi yang subversif. Mereka akan terus melakukan aksi yang elegan. Tujuan utama mereka agar tuntutan-tuntutan atau aspirasi mereka bisa sampai dan dipenuhi oleh DPRD Jatim.

Di sisi lain aksi tersebut bisa dibilang sebagai aksi sektoral karena hanya elemen mahasiswa saja yang terlibat. Hendrik menuturkan hal itu karena ada ketakutan dari ABS karena bisa memicu dugaan ditunggangi oleh elemen sipil lainnya.

"Sebenarnya ketakutan kami adalah kami tidak ingin ditunggangi oleh siapapun, maka dari itu kami tidak mengajak elemen-elemen masyarakat lainnya, seperti buruh dan lain-lain," ujarnya.

Di balik itu gerakan mahasiswa juga harus mulai merubah strategi atau taktik aksi mereka yang terkesan monoton. Hal itu karena metode aksi gerakan mahasiswa di Surabaya saat ini tak dapat memberikan perubahan yang signifikan.

Metode aksi gerakan mahasiswa di Surabaya dapat dilihat menjadi tiga tahap, yaitu konsolidasi, aksi, dan negoisasi/dialog/audiensi. Ketiga tahap itu juga bisa dilihat sebagai lingkaran setan yang tak berguna karena sudah berkali-kali dilakukan, tapi tak ada kemenangan yang tercapai.

Metode aksi sektoral yang sering dilakukan para gerakan mahasiswa di Surabaya juga harus mulai dikaji ulang. Dikaji ulang untuk mengetahui apakah masih bisa mendobrak ataukah hanya membuat gerakan semakin eksklusif?

Pada tahun 2022 juga dilakukan aksi penolakan RKUHP oleh gerakan mahasiswa di Surabaya yang juga menggunakan metode itu. Hasilnya, RKUHP tetap disahkan oleh DPR RI pada Selasa 6 Desember 2022 dan hingga kini pun masih tak ada perubahan apapun terkait pengesahan aturan itu.

Itu membuktikan bahwa metode atau taktik aksi semacam itu sudah tidak begitu efektif untuk menekan pemerintah. Jika pemerintah tak merasa ditekan, maka tuntutan-tuntutan aksi pun akan disepelekan dan akhirnya perjuangan tak akan dimenangkan.

Bahkan isu-isu yang dibawa mahasiswa dalam tiga tahun terakhir ini jarang dibahas secara meluas di area kampus. Para aktivis kampus pun tidak begitu intens itu mengampanyekan isu-isu nasional yang mereka bawa.

Maka dari itu, tinggal melihat apakah gerakan mahasiswa mau memperbarui metode atau taktik aksi mereka agar bisa lebih menekan pemerintah. Ataukah aksi-aksi mereka hanya dilakukan untuk simbol pengakuan diri sebagai aktivis saja. 

Pertanyaan yang substansial sekarang adalah apakah gerakan mahasiswa akan terus membara dan lebih membara kedepannya atau akan menghadapi kematiannya sebentar lagi?

Hal itu hanya bisa dijawab dengan aksi nyata, bukan omong besar lewat toa megafon. Aksi nyata diperlukan sekarang atau kematian gerakan konsekuensinya.

Jika gerakan mahasiswa tak mau berbenah, maka takkan ada perubahan yang tercipta di masyarakat. Kemudian, bila tak ada perubahan yang dapat diciptakan mahasiswa, maka julukan 'Agent of Change' tak lagi relevan bagi mahasiswa.

Dengan demikian kegagalan aksi itu bisa menjadi catatan merah bagi gerakan mahasiswa di Surabaya yang beberapa tahun belakangan tak melakukan perubahan yang signifikan. Bahkan bisa dikatakan sekarat dan tinggal menunggu waktu kematiannya.

 

Kontributor: Putra Pradana

 

Editor: Marsanda Lintang

 


TAG#demonstrasi  #pemerintahan  #pers-mahasiswa  #politik