» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Liputan Khusus
Rapid Test bagi Peserta UTBK, Dr. Windhu Purnomo: Saya Juga Bingung Kebijakan Seperti Itu Bagaimana?
07 Juli 2020 | Liputan Khusus | Dibaca 980 kali
Sumber: Rapid Test Bagi Peserta UTBK di Surabaya Foto: CNN.com
Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) telah berlangsung pada Minggu (5/7/2020) di Unair. Terdapat perbedaan pada pelaksanaan UTBK kali ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni kebijakan yang mewajibkan peserta menyertakan hasil negatif swab atau non reaktif rapid. Namun, Dr. Windhu Purnomo selaku pakar epidemologi mengungkapkan ketidaksetujuannya mengenai kebijakan rapid test bagi peserta UTBK. “Rapid test tidak bisa digunakan sebagai pengambilan keputusan, karena rapid test hanya untuk screening,” tukasnya.

retorika.id- Surabaya adalah kota yang paling berisiko tertular Covid-19. Sebagai kawasan bagi sekitar 2,8 juta orang, kota terbesar kedua di Indonesia ini menyumbang hampir setengah dari 10.000 lebih kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Jawa Timur. Surabaya menjadi episentrum baru dari wabah pandemi setelah menunjukkan peningkatan total kasus positif Covid-19.

Dr. Windhu Purnomo, selaku pakar epidomologi mengatakan bahwa yang menjadi salah satu hal penting dalam kasus penyebaran Covid-19 adalah angka serangan infeksi (attack rate).Attack rate di Surabaya adalah yang paling tinggi di Indonesia untuk kategori kota. Sehingga, penduduknya berisiko tertular dan Surabaya menyumbang 50% kasus Covid-19,” ujar Windhu ketika mengisi materi dalam webinar Dinamika Kebijakan dalam Penanganan Covid-19.

Menurut pria yang akrab disapa Cak Windhu tersebut, kapasitas rumah sakit tidak


akan dapat dinaikkan jika penularan dari masyarakat terus terjadi. Dampaknya adalah kasus kematian akibat Covid-19 akan terus meningkat. “Hal yang penting adalah apa yang ada di hulu, promosi kesehatan, dan prevention,” ungkapnya.

Perubahan perilaku dalam masyarakat juga mempengaruhi strategi penanganan Covid-19. Strategi penanganan itu dilakukan melalui edukasi, komunikasi, dan informasi yang intensif. Menurut pakar komunikasi, Dr. Suko Widodo mengatakan bahwa dalam kondisi seperti ini pemerintah harus menyediakan informasi dengan dasar yang akurat. “Narasi-narasi yang dibuat oleh pemerintah harus mampu membangun kepercayaan publik,” ucap Dr. Suko Widodo.

Selama webinar berlangsung, Dr. Windhu juga sempat menyinggung mengenai kebijakan rapid test bagi peserta UTBK di Unair. Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) telah berlangsung pada Minggu (5/7/2020) di Unair. Terdapat perbedaan pada pelaksanaan UTBK kali ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni kebijakan yang mewajibkan peserta menyertakan hasil negatif swab atau non reaktif rapid.

Di hari pertama tersebut, banyak peserta UTBK yang kebingungan, bahkan tidak tahu tentang kebijakan tersebut. Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak. mengatakan bahwa penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 telah diterapkan. “Ada beberapa yang tidak tahu, jadi mereka memanfaatkan rapid test yang kami sediakan. Di batch pertama sesi satu ini, sudah sekitar 60 peserta yang rapid di sini,” terang Nasih mengutip beritajatim.com.

Namun di sisi lain, Dr. Windhu Purnomo mengungkapkan ketidaksetujuannya mengenai kebijakan rapid test bagi peserta UTBK. “Rapid test tidak bisa digunakan sebagai pengambilan keputusan, karena rapid test hanya untuk screening,” tukasnya.

Menurut Dr. Windhu, rapid test tidak cukup dilakukan hanya sekali, sedangkan peserta UTBK hanya sekali menjalani rapid test. Kebijakan rapid test merugikan peserta UTBK, karena bagi peserta yang menunjukkan hasil reaktif terpaksa harus pulang dan mengikuti tes di sesi selanjutnya. “Kalo non reaktif dianggap bebas. Artinya, peserta sudah tidak membawa virus. Padahal, non reaktif itu bisa saja karena respon imun belum muncul. Sedangkan yang reaktif disuruh pulang. Kalo reaktif kan harusnya disuruh PCR bukannya disuruh pulang,” ujarnya.

Sejalan dengan pernyataan Dr. Windhu Purnomo mengenai rapid test, Dr. Achmad Yurianto juga mengatakan bahwa ketersesatan di masyarakat adalah rapid test dijadikan sebagai alat satu-satunya untuk menunjukkan seseorang tidak sakit. “Rapid test hanya untuk surveillance, bukan untuk pemutusan rantai penularan Covid-19,” pungkas Dr. Windhu. 

Penulis: Alvidha Febrianti


TAG#pemerintahan  #universitas-airlangga  #  #