» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Liputan Khusus
Menolak Lupa September Hitam, Pameran Poster dan Mimbar Bebas di Aksi Kamisan Surabaya ke-879
26 September 2025 | Liputan Khusus | Dibaca 59 kali
Menolak Lupa September Hitam, Pameran Poster dan Mimbar Bebas di Aksi Kamisan Surabaya ke-879: - Foto: Dokumentasi Pribadi
Aksi Kamisan ke-879 di Surabaya membawa seni serta sastra sebagai bentuk lain dari perjuangan, khususnya dalam rangka memperingati September Hitam. Terdapat pameran poster, mimbar bebas, dan lapak buku yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat sipil dan organisasi di Surabaya.

Retorika.id - Kamis (25/9/25), Aksi Kamisan Surabaya yang diadakan di Taman Apsari memperingati September Hitam dengan menghadirkan pameran poster, mimbar bebas, dan lapak buku. Acara ini diadakan untuk mengenang sekaligus merefleksikan segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di bulan September. Mulai dari pembunuhan Munir Said Thalib, Tragedi Tanjung Priok, pembunuhan Pendeta Yeremia dan Salim Kancil, Tragedi Semanggi II, hingga peristiwa Gestapu yang memicu terjadinya pembantaian massal pada tahun 1965–1966. 

Aksi ini diawali dengan pembacaan puisi yang telah dikirim melalui linksubmission yang sebelumnya disediakan oleh pihak penyelenggara. Puisi yang


berjudul “Mata Luka Sengkon Karta” karya Peri Sandhi dibacakan oleh Riffan, mahasiswa FISIP Unair. Puisi ini bercerita tentang sang penyair yang merupakan seorang petani pada masa kepemimpinan Soeharto. Ia dituduh sebagai perampok dan kemudian dikriminalisasi oleh warga setempat serta aparat keamanan. 

Perwakilan KontraS Surabaya, Zaldi, juga turut hadir dan berorasi dalam aksi ini. Ia mengungkapkan bahwa pada Agustus lalu sudah banyak terjadi protes dari masyarakat yang kecewa dengan kinerja pemerintah. Alih-alih didengar dengan baik, mereka justru dikriminalisasi.

“Periode Agustus, kita menyaksikan banyak sekali protes, dari masyarakat sipil, dari ketidakpuasan rakyat, dia melawan dia melakukan aksi. Negara justru mengkriminalisasi kawan-kawan kita,” ujarnya saat berorasi. 

Tidak berhenti di mimbar bebas saja, Aksi Kamisan kali ini memadukan seni serta sastra sebagai instrumen alternatif untuk menyuarakan ketidakadilan yang terjadi. Terlihat di seberang panggung, terdapat lapak buku Rabo Sore—komunitas sastra dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang datang atas inisiatif solidaritasnya.

Seorang perwakilan dari Rabo Sore turut melakukan orasi. Ia mengungkap bahwa sastra lahir dari semangat zaman sehingga sastra tidak pernah benar-benar terpisah dari politik. Moderator acara pada pembukaan aksi ini juga menyatakan bahwa perjuangan tidak pernah berhenti melalui seni. “Melalui cara seni seperti ini, kita harap perjuangan mereka tidak pernah berhenti,” ucapnya. 

Zaldi juga mengutarakan saat wawancara bahwa seni dan sastra adalah bentuk perlawanan saat negara tidak memberi kebebasan untuk bersuara. “Ya ini bentuk bahwasanya kita ini melawan, kita ini berjuang gitu. Tidak hanya lewat satu kanal, banyak kanal yang bisa kita coba. Jadi ruang alternatif bagi kita itu sangat banyak, kita hanya bisa memanfaatkan luang alternatif politik itu karena ya negara sudah tidak memberi harapan lagi untuk kita menyuarakan itu di politik elektoral,” tuturnya.

 

Penulis: Alde Kalya Nugroho P. dan Istiana Wahyu

Editor: Claudya Liana M.


TAG#aspirasi  #demokrasi  #kerakyatan  #sejarah