» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Sastra & Seni
Yellowface: Kritik Rasisme, Plagiarisme, dan Kerasnya Dunia Penerbitan
01 Maret 2024 | Sastra & Seni | Dibaca 232 kali
Yellowface: Kritik Rasisme, Plagiarisme, dan Kerasnya Dunia Penerbitan: - Foto: South Sydney Herald
Athena dan June, dua penulis dengan nasib yang sama sekali berbeda. Mereka menjalin pertemanan semasa kuliah di Yale. Namun, karir Athena yang kian menanjak membuatnya mendulang sederet penghargaan sementara June hanya bertahan dengan karirnya yang stagnan. Sepeninggal Athena, rasa iri June yang memuncak terhadap temannya itu membawanya pada pengakuan karya Athena atas namanya, demi mendongkrak popularitasnya agar setara dengan Athena. "Yellowface" menggambarkan rasisme dalam dunia penulisan, plagiasi, dan kerasnya dunia penerbitan bagi penulis.

retorika.id - Athena, yang merupakan seorang keturunan Cina-Amerika berteman dengan June, seorang perempuan ras kulit putih biasa. Berawal dari pertemanan sewaktu kuliah di Yale, keduanya meniti karir di dunia yang sama, menjadi penulis novel. Sebagaimana perbedaan ras keduanya, nasib hidup mereka pun amat jauh berbeda. Karir June seperti jalan di tempat, tidak ada kesuksesan berarti. Karya pertamanya yang nyaris gagal total–karena penerbit pun tak yakin bukunya akan laku di pasaran–membuatnya iri terhadap Athena, yang justru mendulang sederet penghargaan dan pundi-pundi jutaan dolar dari karyanya, bahkan mendapat kontrak dari salah satu perusahaan media streaming terbesar di dunia, Netflix.

Euforia menggema melingkupi Athena atas kesuksesan besarnya itu. Sebagai bentuk perayaan, Athena mengundang June untuk minum dan bersenang-senang di apartemennya. June yang merasa heran karena pertemanan mereka yang tidak terlalu dekat untuk ajakan seperti itu, pada akhirnya menerima tawaran Athena. Namun, di tengah riuh kesenangan, tiba-tiba June harus menyaksikan temannya meregang nyawa di hadapannya.

June dimintai


kesaksian atas kematian mendadak Athena. Ia kemudian pulang dengan perasaan sedih, bingung, dan syok. Tetapi ia pulang tidak dengan tangan kosong. Di tangannya ia membawa manuskrip draf tulisan Athena yang belum rampung, yang sempat dibaca June tempo hari. Draf itu berkisah tentang korps buruh Cina yang dikirim Inggris untuk membantu sekutu pada Perang Dunia Pertama. Kisah yang ditulis Athena itu sangat memikat, narasi beraksen sejarah kental didukung dengan latar belakang ras Athena membuat penceritaannya sangat kaya. Setelah membaca draf yang luar biasa unik milik Athena yang belum rampung itu, June tergerak untuk melengkapi dan menyempurnakan kisah dalam draf itu. Pikirnya sayang sekali kisah semegah ini tidak dipamerkan pada dunia. 

Namun, ketika menyelesaikan drafnya, alih-alih menyertakan nama Athena dalam karya itu, June mengakuinya sebagai karya orisinal murni dari hasil riset dan kerja kerasnya. Ia memanfaatkan kesempatan ini karena Athena sekalipun tak pernah menunjukkan draf itu kepada siapapun kecuali dirinya. Ya, hanya dirinya. Lantas, ia memberinya judul The Last Front, karya yang mendongkrak karirnya di dunia kepenulisan. Ia mendapat apa yang selama ini ia dambakan, menjadi populer seperti Athena.

The Last Front menuai kecaman dari kritikus bahkan penulis yang bekerja di penerbit yang sama, mereka menilai bahwa orang kulit putih tidak berhak menuliskan sejarah mereka. June kemudian mendapat berbagai serangan mulai dari ujaran kebencian di dunia maya, bahkan hingga ancaman pembunuhan.

Secara garis besar, Yellowface Karya R.F. Kuang ini menggambarkan rasisme yang menguar di dunia kepenulisan. Bahwa penulis seringkali dianggap rasis ketika menuliskan tentang kelompok minoritas, meski berdasar pada riset dan penggalian fakta sebagai dasar penulisannya.

Meski tingkah June yang amat mengesalkan dalam novel ini karena telah ‘mengakui’ karya temannya untuk mendapat popularitas, namun ternyata di pertengahan cerita terkuak bahwa Athena sebenarnya juga menuliskan kisah June tanpa sepengetahuannya dalam sebuah karyanya. Jadi, bila dilihat plagiarisme ini berjalan balas-membalas, tak ada habisnya. Plagiarisme di sini menjadi problematika besar yang menyiratkan betapa kotornya saat seorang penulis melahirkan karya hanya untuk mendongkrak popularitasnya. Tentu sebuah pemikiran yang realistis ketika seseorang menulis untuk meraup pundi-pundi keuntungan. Namun, seringkali hal tersebut tidak direalisasikan dengan pemikiran kreatif dan orisinal sehingga menodai jalan-jalan dan menjegal penulis lain dalam berkarir. 

Selain itu, novel ini juga meluapkan nada sindiran bagi sejumlah dunia penerbitan yang sangat berorientasi pada keuntungan, tidak peduli bagaimana kualitas sebuah karya dan bagaimana latar belakang orisinalitasnya, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana karya tersebut dapat disukai banyak orang, sehingga dapat unjuk gigi dalam berbagai daftar-daftar penghargaan bergengsi. Sehingga hal tersebut menjadi tekanan tersendiri bagi penulis dalam melahirkan suatu karya.

R.F. Kuang dengan cemerlang membangun sebuah narasi yang menggugah hati dan memprovokasi pikiran melalui Yellowface, menghadirkan suara nyaring atas kritik terhadap perlakuan rasis yang didapat penulis, plagiarisme sebagai bentuk kekejian dalam kepenulisan, dan sindiran terhadap dunia penerbitan yang terlalu keras bagi penulis. 

 

Nama Penulis: Aveny Raisa

Nama Editor: Vanyadhita Iglian

 


TAG#humaniora  #karya-sastra  #review  #