» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Perbudakan dan Jalan Panjang Menuju Pembebasan
23 Agustus 2020 | Mild Report | Dibaca 4325 kali
Perbudakan dan Jalan Panjang Menuju Pembebasan: . Foto: ThoughtCo
Setiap tanggal 23 Agustus diperingati sebagai hari internasional untuk mengenang perdagangan budak dan penghapusannya. Setelah selama beberapa abad, budak menjadi salah satu komoditas yang diperjualbelikan. Saat itu, perdagangan budak hampir terjadi di seluruh dunia. Dengan alasan ekspansi ekonomi dan kekuasaan, negara koloni yang melakukan perbudakan dengan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Sistem perbudakan di masa lalu itu, telah meninggalkan warisan yang sangat menyakitkan hingga sekarang.

retorika.id- Perbudakan merupakan salah satu isu penting yang berkembang seiring dengan peradaban masyarakat. Ditilik dengan menggunakan aspek sejarah, perbudakan dapat dilihat sebagai satu hal yang mirip-mirip dengan perang. Karena, perbudakan merupakan sesuatu hal yang dipaksakan, berskala besar, dan selalu memunculkan konflik kekerasan,

Hingga tahun 1926, Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) mendefinisikan perbudakan sebagai status atau kondisi seseorang yang menjadikan salah satu atau semua kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan. Definisi ini baru diberikan bersamaan dengan diselenggarakannya Konvensi Internasional dengan tujuan mengamankan penghapusan perbudakan dan perdagangan budak.

Perdagangan budak merupakan hal yang sangat kejam dan merendahkan martabat manusia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwasanya perbudakan telah dianggap menjadi hal biasa pada masa sejarah  peradaban manusia.

Perdagangan budak yang paling berpengaruh di dunia adalah Perdagangan Budak Atlantik (Atlantic Slave Trade). Perdagangan budak ini tejadi pada akhir abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-19. Dalam perdagangan ini, lebih dari 10 juta orang Afrika dibawa menuju Benua Amerika untuk dijadikan budak.

Perdagangan Budak Atlantik yang berlangsung di awal tahun 1400-an dipengaruhi oleh kolonisasi yang dilakukan oleh Portugis di Afrika Barat serta pendudukan Spanyol di Benua Amerika.

Perdagangan Budak Atlantik sangat berpengaruh terhadap komposisi masyarakat serta budaya modern di Amerika dan sebagian negara Amerika Latin saat ini. Selain itu perdagangan budak ini memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian di wilayah Atlantik dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-19.

 

Awal Mula Perdagangan Budak

Pada akhir abad ke-15, perdagangan budak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekspansi yang dilakukan oleh beberapa kerajaan besar di dunia. Ekspansi yang dilakukan ini bertujuan untuk membuka rute perdagangan baru serta pendudukan wilayah.

Di kisaran abad ke-15, kekuatan kerajaan-kerajaan Eropa Barat, bukanlah menjadi satu-satunya kekuatan yang melakukan ekspansi wilayah kekuasaan. Terdapat Kekaisaran Ottoman yang yang terus melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eurasia.

Munculnya jalur perdagangan baru yang melintasi wilayah Atlantik telah mengubah geopolitik di Eurasia. Perdagangan budak sangat berkaitan dengan perubahan geopolitik serta perkembangan perdagangan. Meskipun melakukan ekspansi di wilayah Samudera Hindia, namun perbudakan yang dilakukan oleh Barat berfokus di wilayah Atlantik.

Hal yang mendasari perdagangan budak di Atlantik adalah terjadinya interaksi ekonomi yang meliputi permintaan, penawaran, dan tenaga kerja. Ekonomi perkebunan yang dikembangkan oleh Negara Barat memang diterapkan di wilayah koloni utamanya di Hindia Timur (Indonesia saat ini). Namun, di wilayah-wilayah koloni seperti Hindia Timur memiliki


jumlah pekerja yang sebanding dengan luas wilayah yang cukup untuk melakukan proses produksi perkebunan.

Situasi berbeda terjadi di Eropa Barat. Terdapat perbedaan demografis wilayah yang berpengaruh terhadap sistem pembangunan yang dilakukan oleh Barat. Di wilayah Eropa Barat, ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan produksi perkebunan tidak sebanding dengan kondisi wilayah geografis.

Tidak tersedianya tempat untuk membangun ekonomi perkebunan di wilayah Eropa Barat membuat negara-negara di kawasan tersebut melakukan ekspansi ke wilayah lain. Penemuan Benua Amerika oleh Christopher Columbus pada tahun 1492 telah membuat bangsa barat memulai pembangunan sistem ekonomi di wilayah Benua Amerika.

Perluasan wilayah kekuasaan Spanyol dan Portugis di Amerika saat itu memiliki akibat yang besar terhadap permintaan tenaga kerja. Di sisi lain, penduduk asli yang awalnya bersedia melakukan perdagangan dengan orang Eropa, lambat laun tidak sanggup untuk terus mempekerjakan tenaga kerja pribumi di perkebunan.

Mereka harus mengalami opresi militer dari orang-orang Eropa tersebut. Orang-orang Spanyol dan Portugis itu memilih jalan perang terhadap orang-orang Indian, zaman tersebut dikenal sebagai zaman Reconquista. Dimana pendekar-pendekar Spanyol dan Portugal menginvasi secara brutal orang-orang tersebut.

Setelah Pendekar-pendekar Reconquistador itu memenangkan perang terhadap penduduk asli, pemukiman-pemukiman Spanyol maupun Portugis dibangun. Karena memang orang-orang Eropa kekurangan tenaga kerja untuk menggerakkan ladang tebu di daerah tersebut.

Untuk menggeliatkan sistem dengan komoditas tebu waktu itu, maka kekurangan sumber daya tenaga dapat diatasi dengan mempekerjakan budak. Budak yang dipekerjakan di perkebunan ini merupakan budak yang diperoleh dari daerah Afrika Barat.

Baik Spanyol maupun Portugis memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap ketersediaan budak dari Afrika. Antara tahun 1500-an hingga 1800-an, hampir empat perlima imigran yang menuju Amerika merupakan orang Afrika.

Portugis dan Inggris merupakan dua negara yang paling sukses menjalankan perdagangan budak. Tujuh puluh persen orang Afrika yang diangkut ke Amerika dibawa oleh Inggris. Dari abad ke-16 hingga ke-18, diperkirakan Inggris telah membawa 3,1 juta orang Afrika menuju wilayah koloni mereka di beberapa wilayah Benua Amerika.

 

Perbudakan dan Kepentingan Ekonomi

Orang-orang Afrika dibawa ke Amerika untuk dijual dan dijadikan budak pekerja. Mereka dipekerjakan sebagai budak perkebunan maupun budak rumahan. Dari abad ke-16 hingga abad ke-18, proses perekonomian koloni Eropa di Amerika sangat bergantung pada tenaga kerja dari Afrika.

Tanah perkebunan yang ditemukan oleh orang Eropa di Amerika tidak akan berguna tanpa adanya sumber daya manusia yang bekerja. Peran budak dari Afrika dalam proses perkebunan di wilayah koloni Eropa sangatlah krusial. Mereka diperbudak untuk melakukan proses produksi perkebunan untuk memenuhi permintaan ekonomi di pasar.

Perkebunan tebu, tembakau, dan kapas yang dibangun di wilayah koloni Eropa merupakan komoditas produksi budak yang dominan. Salah satu contohnya adalah komoditas tembakau yang berada di wilayah kolonial Amerika Serikat. Perkebunan tembakau yang terkonsentrasi di Virginia dan Maryland menjadi wilayah dengan presentasi paling besar bagi orang Afrika yang diperbudak di masa kolonial Amerika Serikat.

Sejumlah penelitian sejarah dan ekonomi yang meneliti perbudakan pada masa lalu menyebut bahwa perbudakan memberikan keuntungan ekonomi bagi para pemiliki budak. Perbudakan pada masa lalu juga menghasilkan aktivitas ekonomi tambahan selain perkebunan seperti asuransi, transportasi, kredit, dan sebagainya.

Aktivititas perekonomian yang dilakukan oleh budak asal Afrika di wilayah koloni Eropa mampu mendorong perkembangan ekonomi di walayah tersebut. Salah satu contoh implikasi ekonomi dari perbudakan yang dilakukan oleh Eropa di wilayah Amerika adalah naiknya nilai ekspor perdagangan negara-negara koloni.

Budak dipaksa untuk bekerja dan membangun sejumlah pabrik jalan kereta yang menggerakkan roda perekonomian wilayah koloni. Sistem perekonomian tidak sehat ini lantas mendapat kritik dari berbagai pihak.

Keberadaan budak Afrika yang berada di wilayah Amerika juga memberikan pengaruh yang besar terhadap komposisi penduduk setempat. Misalnya, keturunan budak Afrika yang berada di wilayah koloni Amerika Serikat yang status kewarganegaraannya mampu memicu perdebatan politik yang panjang.

 

Abolisionisme sebagai Gerakan Penghapusan Sistem Perbudakan

Sistem perbudakan yang dimulai pada sekitar abad ke-15 pada akhirnya menimbulkan berbagai protes pada abad ke-18. Munculnya pemikir rasionalis abad pencerahan mengawali kritik terhadap praktik perbudakan. Perbudakan dianggap sebagai hal yang melanggar hak-hak manusia.

Gerakan yang menentang perbudakan ini disebut sebagai gerakan abolisionisme. Gerakan ini terjadi pada kisaran akhir tahun 1700-an hingga 1800-an di berbagai wilayah di Eropa dan Amerika. Gerakan abolisionisme berfokus terhadap pembentukan suasana emosional untuk mengakhiri perdagangan budak transatlantik dan kepemilikan budak.

Gerakan anti perbudakan mendapatkan kemenangan ketika praktik perbudakan dihapuskan dari wilayah koloni Inggris pada tahun 1838 dan koloni Perancis sepuluh tahun berikutnya. Situasi berbeda dihadapi oleh penghapusan budak di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan perbudakan di Amerika Serikat telah menjadi fenomena domestik ketimbang kolonial.

Amerika harus mengalami Perang Saudara karena perbedaan pandangan antara orang-orang Utara, saat itu Presiden Lincoln berupaya menghapuskan sistem yang menjadikan budak sebagai barang kepemilikan (property) dari tuan tanah. Namun, orang-orang selatan, didominasi oleh petani, menolaknya. Dibawah panji Konfederasi, mereka melawan orang-orang Union dan memilih untuk merdeka daripada Amerika Serikat.

Meskipun setelah sistem perbudakan telah dihapuskan. Struktur hierarki yang terbentuk ketika masa perbudakan telah meninggalkan warisan yang begitu menyakitkan hingga sekarang. Apalagi Presiden Woodrow Wilson, menerapkan praktik hukum Jim Crow. Dimana, adanya pemisahan (segregasi) antara orang-orang Eropa dengan orang-orang kulit berwarna.

Jim Crow sendiri dibentuk dan dimaksudkan agar masyarakat kulit hitam mampu beradaptasi dengan lingkungan. Namun, dalam kenyataannya, Jim Crow Law digunakan tidak demikian. Orang-orang kulit hitam tidak mendapatkan hak-hak yang sama dengan orang-orang kulit putih. Salah satu warisan yang ditinggalkan adalah rasisme yang menghantui warga keturunan kulit hitam.

Perdagangan budak yang terjadi telah memperkuat persepsi dan perlakuan orang Afrika sebagai budak. Butuh waktu yang sangat lama untuk menyebarkan ide-ide rasionalitas yang digunakan untuk menghapus persepsi buruk orang kulit hitam.

Orang keturunan Afrika dianggap tidak setara dengan orang kulit putih karena stereotip budak yang melekat. Dalam awal pembentukan Amerika Serikat misalnya, hukum serta konstitusi yang dibangun  sangat tidak ramah terhadap warga kulit hitam.

Proses perbudakan yang rasial telah meninggalkan stereotip yang buruk terhadap warga kulit hitam. Pengaruh perbudakan secara khusus mampu mempengaruhi sistem politik, sosial, dan budaya yang acap kali mendiskreditkan peran warga kulit hitam.

Sistem perbudakan secara resmi memang telah dihapus dan ditentang sejak lama, namun warisan dari sistem ini belum benar-benar hilang sepenuhnya. Meskipun juga Presiden Lyndon Johnson telah menghapuskan status hukum Jim Crow, namun segregasi rasial itu masih terasa sampai sekarang.

 

Penulis: Inayah Putri Wulandari

 

Referensi:

Black, Jeremy. (2015). The Atlantic Slave Trade in World History. New York: Routledge.

Davis, Adrienne. (2007). Proceedings of the Annual Meeting. American Society of International Law Vol. 101, pp. 285-287. url: http://www.jstor.com/stable/25660206

Drescher, Seymour. (2009). Abolition: A History Of Slavery And Antislavery. New York: Cambridge University Press. 

Quirk, Joel. (2006). The Anti-Slavery Project: Linking the Historical and Contemporary. Human Rights Quarterly , Vol. 28, No. 3, pp. 565-598. http://www.jstor.com/stable/20072754

The Editors of Encyclopedia Britannica. (2019). Abolitionism. Encylopaedia Britannica. Diakses 22 Agustus 2020, url: https://www.britannica.com/topic/abolitionism-European-and-American-social-movement


TAG#sejarah  #sosial  #  #