» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Inspirasi
Kisah Inspiratif Wahyu Dhyatmika: Alumni Retorika yang Menerima Soetandyo Award
05 Januari 2023 | Inspirasi | Dibaca 680 kali
Wahyu Dhyatmika, CEO Tempo Digital dan sekaligus alumni FISIP Unair, pada Kamis (15/12/2022) kemarin datang ke ruang Adi Sukadana untuk menerima Soetandyo Award. Award yang ke-8 tersebut adalah penghargaan yang diberikan oleh FISIP kepada tokoh yang berjasa dalam memecahkan masalah sosial, serta berkomitmen dalam aksi membela masyarakat. Selain mendapatkan award, Wahyu juga sekaligus bercerita tentang perjalanannya di FISIP dan LPM Retorika, serta bagaimana dedikasi nya dibidang jurnalistik bisa membawa nya menjadi CEO Tempo.

Retorika.id - Wahyu Dhyatmika dengan senyuman yang lebar, berjalan ke podium setelah namanya dipanggil oleh pihak FISIP dan dewan juri. Ia menjabat tangan mereka sambil syukur berterima kasih atas penghargaan yang diberikan. Soetadyo Award ini bukanlah penghargaan yang biasa saja, dan mudah untuk didapatkan. Penghargaan ini penuh dengan nilai dan makna.

Diambil dari nama Professor Soetandyo, salah satu professor ternama di FISIP Unair, penghargaan ini adalah bentuk pelestarian dari nilai-nilai dan jasanya. Ia adalah figur yang memperjuangkan HAM dan merupakan seorang pendidik sejati. Dengan adanya penghargaan ini, diharapkan jasa mereka yang juga memperjuangkan apa Professor Soetandyo dulu perjuangkan dapat dihormati dan dihargai.

Wahyu Dhyatmika iniadala h penerima penghargaan ini yang kedelapan. Ia diberikan penghargaan karena


karya-karya jurnalistiknya yang telah mengedepankan HAM dan kebebasan berpendapat di masyarakat. Terutama dengan inovasi Tempo Witness, ia berharap dapat memberikan ruang kepada masyarakat untuk beropini dan memberikan karya jurnalistik mereka sendiri.

Ia di podium juga berterima kasih kepada pihak FISIP Unair yang telah memberikan kesempatan baginya untuk belajar jurnalisme saat ia masih merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 96. Ia juga berterima kasih kepada LPM Retorika FISIP yang juga ikut mengasah kemampuan jurnalistiknya, dan yang menjadi tangga pertama dalam perjalanannya menjadi seorang jurnalis.

“Soetandyo Awards ini merupakan apresiasi terhadap karya jurnalistik saya, dimana saya mengawali perjalanan di LPM Retorika,” jelasnya.

Ia di podium kemudian menjelaskan pendapatnya terkait kondisi media dan kebebasan berpendapat di Indonesia yang sangat miris, serta dibuatnya Tempo Witness sebagai salah satu solusi.

“Jurnalisme kita belum berhasil menjadi representasi sepenuhnya dari suara publik. Ini sebetulnya bagian dari trend yang lebih besar dalam 10 tahun terakhir. Global Democracy Index dan Index Kebebasan Sipil juga menurun. Mengapa sejak reformasi justru kita seperti kehilangan pencapaian yang kita rayakan setelah 1998?” katanya.

Ia menceritakan tentang apa yang dihadapi wartawan di lapangan serta kondisi media yang tidak sehat. Ada banyak kasus dimana wartawan yang dilapangan dipersekusi dan UU wartawan seringkali dibabaikan oleh apparat hukum. Selain itu, media di Indonesia juga tidak berkualitas. Media digital dewasa ini terlalu mendewakan kuantitas berita. Selain banyak media di Indonesia cenderung bias, dan dimiliki oleh pengusasa dengan efisiliasi politik tertentu.

Wahyu sangat prihatin akan kondisi media Indonesia. Alhasil ia dan Tempo pun berinisiatif dengan membuat Tempo Witness. Tempo Wintess sendiri merupakan platform bagi berkembangnya citizen journalism. Diharapkan dengan adanya platfrom ini, masyarakat marjinal bisa menyuarakan opini mereka.

“Kita disini ingin mengembalikan kedaulatan berita kepada pembaca. Kami mengembalikan kuasa media kepada rakyat,” ujar Wahyu, menjelaskan tentang fungsi Tempo Witness.

Ia bersikeras bahwa jurnalisme harus kembali ke tujuan asli nya, yakni sebagai representasi dari aspirasi dan opini masyarakat secara sepenuhnya.

“Jurnalisme harus kembali ke rohnya. Ini bukan penghargaaan untuk saya, tapi penghargaan untuk lembaga-lembaga jurnalistik di Indonesia.”

 

Penulis: Ega Putra, Ghulam Pambayung

Editor: Mei Nurkholifah


TAG#pers-mahasiswa  #universitas-airlangga  #  #