Kredibilitas KPI semakin lama dipertanyakan, ini sebagai dampak dari adanya dua kasus yang terjadi dalam waktu berdekatan. Setelah geger kasus Saipul Jamil yang boleh tampil di televisi, kisah pelecehan seksual yang terjadi di internal KPI kembali memancing amarah publik. Jika KPI tidak berbenah, bukan tidak mungkin KPI akan semakin kehilangan kepercayaan dari publik.
retorika.id-Publik digegerkan dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di internal KPI yang terjadi pada tahun 2014 lalu, diketahui bahwa korban yang berinisial MS selaku pegawai di KPI mengaku telah dirusak, diintimidasi, dicaci, dihina, serta diminta membelikan makanan oleh senior-seniornya.
Puncak perundungan terjadi pada tahun 2015, dimana MS mendapat kekerasan dan pelecehan seksual. Para pelaku memegangi kepala, tangan, dan kaki MS, kemudian secara paksa menelanjangi MS, beberapa diantaranya memiting, hingga melecehkan kemaluan MS dengan mencoret-coret buah zakar menggunakan spidol.
Atas kejadian yang menimpanya, MS mengajukan laporan ke Komnas HAM. Kemudian ia disarankan untuk melapor ke polisi. Namun setelah melapor ke polisi, MS diminta untuk menyelesaikan masalah ini secara internal dengan atasan. Merasa tidak kunjung menemui titik terang, MS akhirnya menuangkan kejadian yang dialaminya selama ini melalui media sosial Twitter pada 2021 .
Tidak lama sebelum itu, KPI juga menerima kritik karena mengizinkan Saipul Jamil tampil di televisi. Pelaku pelecehan seksual itu seolah tidak ada beban, tertawa dan bercanda bersama selebriti lain, sementara korban yang dilecehkannya mungkin saja mengalami trauma berkepanjangan.
Akibat kedua kasus yang terjadi dalam waktu
berdekatan ini, kredibilitas KPI akhirnya dipertanyakan. Ibarat balok di pelupuk mata, KPI tidak menyadari adanya kasus pelecehan seksual yang terjadi di internalnya sendiri. Korban harus terlebih dahulu bersuara di media sosial untuk menarik perhatian sebelum melapor ke polisi. Terlebih, pelaku pelecehan seksual di KPI memiliki jabatan yang cukup tinggi. Banyak yang berpendapat bahwa jika pegawainya saja bertindak demikian, maka pantas saja jika KPI mewajarkan kemunculan Saipul Jamil di televisi.
Menyikapi hal ini, seharusnya Saipul Jamil yang telah melakukan tindakan pelecehan kepada anak di bawah umur tidak patut memiliki akses semudah itu di televisi. Memberinya akses yang mudah sama saja dengan menanamkan bahwa melakukan pelecehan seksual merupakan hal yang wajar secara tidak langsung.
Sebelum keluar dari penjara pun, Saipul Jamil bahkan telah mendapat berbagai tawaran dari stasiun televisi. KPI mempertontonkan masyarakat dengan Saipul Jamil yakni seorang pelaku pelecehan seksual yang berlenggak-lenggok di televisi. Tentunya hal itu dirasa tidak pantas, KPI seharusnya melakukan pengawasan secara ketat karena sejatinya sebagai komisi penyiaran memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengontrol siaran di Indonesia.
Dari permasalahan yang membelenggu KPI, bahwasanya langkah yang diambil dalam mengatasi masalah di awal mencuatnya hingga sampai ke permukaan menjadikan citra KPI semakin tenggelam, jauh dari kata baik.
Lebih lanjut dalam menangani kasus pelecehan seksual yang dialami MS, KPI cenderung berdalih dan tidak mengakui hal tersebut terjadi di internalnya. Sedangkan dalam kasus Saipul Jamil, KPI tidak mengeluarkan aturan yang cukup tegas, hanya menggunakan kata “menghimbau” alih-alih melarang.
Jika demikian, maka apa gunanya memiliki lembaga penyiaran? Jika mengeluarkan aturan yang tegas untuk melarang munculnya pelaku pedofilia di televisi saja tidak mampu, sebenarnya apa tugas KPI?
KPI sejauh ini sudah menerima kritik yang keras terkait penyensoran yang terlalu ekstrim. Salah satu karakter kartun anak-anak, Sandy, bahkan mengalami penyensoran di bagian dadanya. Penyensoran seperti ini dianggap tidak perlu, sebab banyak yang berpendapat bahwa pikiran anak-anak tentunya tidak sejauh itu. Terlebih, Sandy adalah tupai, bukan manusia.
Image KPI di mata publik dapat dikatakan telah rusak. Publik tidak lagi menganggap KPI serius, sebab KPI dianggap tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Perlindungan pada korban perundungan dan pelecehan seksual pun tidak ada, malah disisi lain terkesan mewajarkan keberadaan pelaku pedofilia.
Meski pesimis, harapan publik agar KPI dapat memperbaiki kinerjanya dan lebih memperketat pengawasan terhadap para staf-nya, baik secara kinerja maupun tingkah laku terhadap rekan kerja dan orang lain. Kemudian juga publik berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depannya. Tentunya, kita sebagai masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawasi kinerja KPI dan mengawal kedua kasus ini sampai tuntas.
Penulis: Tim Redaksi(Annisa Firdaus, Dien Mutia dan Fitha Dwi)
Referensi:
Catherine, Rahel Narda. 2021. KPI Minta Maaf atas Pernyataan Bolehkan Saipul Jamil Tampil di TV untuk Edukasi. Diakses melalui https://nasional.kompas.com/read/2021/09/13/15020811/kpi-minta-maaf-atas-pernyataan-bolehkan-saipul-jamil-tampil-di-tv-untuk?page=all#page2
Ramadhan, Fitra Moerat. 2021. Kronologi Dugaan Pelecehan Seksual dan Perundungan Terhadap Pegawai KPI. Diakses melalui https://grafis.tempo.co/read/2794/kronologi-dugaan-pelecehan-seksual-dan-perundungan-terhadap-pegawai-kpi.
TAG: #bullying #kisah # #