» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Mild Report
Ada Apa dengan Musik Indonesia?
19 Februari 2019 | Mild Report | Dibaca 1673 kali
Seni Kok Dibatasi: Penolakan RUU Permusikan Foto: ANTARA foto
Seni kok dibatasi? RUU Permusikan terus mendapat penolakan dari berbagai pihak, utamanya oleh Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTL-RUUP). Sebenarnya ada apa dengan musik Indonesia?

retorika.id - Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan yang muncul baru-baru ini, membuat para musisi beramai-ramai musisi menolak rancangan ini dengan berbagai dalih, utamanya dalih seni dan moral. Aliansi pegiat musik dengan nama Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTL-RUUP), berupaya melawan RUU Permusikan ini melalui jalur hukum dan advokasi.

Kinerja DPR RI menjadi kian dipertanyakan akhir-akhir ini. Indonesian Parliamentary Center mencatat ada 183 RUU yang jadi target Program Legislasi Nasional 2015-2019 (Prolegnas 2015-2019). Namun, baru 14 RUU yang rampung hingga 2016. Sementara catatan lain dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, menyebut hanya 6 RUU yang selesai dari 52 yang direncanakan pada 2017.

Sebelumnya, dalam beberapa pertemuan yang diinisiasi Komisi X DPR RI, sudah ditentukan beberapa hal terkait dengan isi naskah, untuk membentuk beberapa konten daripada draf awal RUU Permusikan. Pertemuan itu menghasilkan Naskah Akademik dan draf RUU Permusikan yang sifatnya masih usulan, dibuat oleh Kami Musik Indonesia (KMI), yang dibantu oleh Prof. Agus Sardjono, Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Draf Akademik RUU Permusikan ini, sudah sejak awal tahun 2018 masuk dalam wacana baru Badan Legislasi Nasional (Balegnas) DPR RI. Namun begitu, ketika draf dan naskah awal RUU dari Komisi X diberikan pada baleg, naskah itu ditolak oleh badan keahlian DPR RI. Glenn Fredly dihubungi badan keahlian


DPR dalam perancangan RUU Permusikan ini, ia diajak untuk berdiskusi masalah permusikan di Indonesia.

Melansir tirto.id, Glenn Fredly berkomentar tentang keterlibatannya dalam perancangan draf RUUP ini, “Enggak jauh beda dengan apa yang dibicarakan teman-teman saat rapat dengan Komisi X [dra RUU yang ditolak Baleg]. Namun, saya pikir ini harus lebih luas lagi dan terbuka untuk semua. Agar bisa jadi riset yang komprehensif, enggak cukup hanya seperti ini”.    

Innocentius Syamsul, anggota Keahlian Badan DPR RI menyatakan bahwa, "Dari sana, Baleg menerima dan memasukkan ke Prolegnas 2019. Komisi X tidak ikut pembentukan draf RUU. Ini masih murni dari Badan Keahlian. Jadi ini belum sampai ke anggota dan jadi perdebatan politik di internal Komisi X”.

 

Ramai-Ramai Menghujat Anang

Innocentius Syamsul, juga menyatakan bahwa inisiator RUU Permusikan ini adalah Anang Hermansyah.  Melansir tirto.id, Samsul berujar bahwa, “Pak Anang juga bilang biar ada diskusi dengan musisi. Kami ‘kan selama ini urus banyak RUU. Sibuklah, itulah, inilah. Kalau sudah begini, ayo, kasih masukan. Itu saja sih sisi positifnya.”

Beberapa pegiat media sosial, utamanya influencer musik, secara mendadak ramai-ramai menghardik Anang Hermansyah. Dimulai dari tweet Jerinx musisi band Superman is Dead, hingga influencer media sosial yang juga menghujat Anang Hermansyah serta Rhoma Irama. Sebagai anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN, yang juga salah satu pegiat musik di Indonesia, Anang Hermansyah dinilai berbagai pihak sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan RUU Permusikan ini.

 

Kendali Moral dan Budaya atas Penyelenggaraan Musik

Berkaca pada beberapa pasal yang tiba-tiba mencuat, banyak pihak melakukan kontra atas dalih budaya dan kreativitas. “Apaan nih, tidak jelas dan asal tulis,” ujar Ujang mahasiswa yang bekerja paruh waktu sebagai musisi.

Dalam Pasal 5 ayaf huruf f, tertulis bahwa dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing. Pasal ini tentu menimbulkan pro-kontra, apalagi bagi para pegiat musik dengan adaptasi budaya asing. Seperti Jerinx, musisi dengan adaptasi budaya asing tentu akan merasa terancam jika RUU ini disahkan.

Dilansir dari tirto.id, Menurut Hary Sutrisna dengan amarah, musisi band Homicide ini menyatakan bahwa, “Ini sama saja dari gabungan Orde Baru dan Orde Lama. Maksud saya, hampir semuanya pasal karet."

Pengekangan budaya ini sangat dipertanyakan oleh Professor musik Tjut Nyak Deviana. Dilansir dari CNN.co.id, "Pasal 5 ini lucu, musik itu sendiri budaya asing, ayat huruf f ini seharusnya dijelaskan. Budaya asing dari mana yang diarang, kalau dari negara tertentu disebutkan," kata Deviana. “Apabila disahkan RUU musik ini, maka bisa saja, musik dilarang edar di Indonesia. Karena dianggap negatif,” lanjutnya.

 

Penyimpangan ‘Kaukus Parlemen Anti Pembajakan’

Sebenarnya, jika ditelaah lebih lanjut atas pengupayaan legislatif atas terciptanya RUU permusikan ini, tidak terlepas dari desakan para pegiat musik untuk mengatur industri musik di Indonesia. “Sebenarnya yang harus dibuat itu ya Industrinya, bukan orangnya,” komentar Glenn Fredly. Banyak hal yang tidak diatur tentang industrialisasi seni, utamanya musik, tentu sedikit banyak mengganggu bagi para musisi.

Para pengamat musik dan pegiatnya menyatakan bahwa DPR menyimpang tentang intepretasi problematika musik di Indonesia ini. Tidak sekadar dengan anti pembajakan, namun juga belum adanya bantuan hukum yang kuat bagi musisi independen atau indie, dianggap RUU ini salah jalan. “Salah jalan dalam artian mereka ngurusnya gak becus,” ujar Wahyu, musisi band punk dari Kediri.

Beberapa musisi merasa tidak ada yang salah dengan musik Indonesia. “Musik Indonesia sedang baik-baik saja, kecuali otak anda yang butuh perawatan yang mulia,” pungkas Wahyu.

Sejalan dengan wahyu, Ricky penyanyi serabutan, freelance, menyatakan kesalahan berpikir ada di anggota DPR. “Industri itu tetap industri, diatur sana sini. Kalau budaya dan kreatif, itu tidak bisa diatur. Jika diatur mereka bisa liar.”

 

 Penulis : Muhammad Alfi Rahman


TAG#humaniora  #pemerintahan  #politik  #seni