» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Pop Culture
REVIEW ‘CANTIK ITU LUKA’ : Sebuah Kisah Tentang Marginalisasi Kaum Perempuan
21 Mei 2023 | Pop Culture | Dibaca 377 kali
REVIEW ‘CANTIK ITU LUKA’ : Sebuah Kisah Tentang Marginalisasi Kaum Perempuan: - Foto: Pinterest
Sebuah cerita di tahun 1997 yang ditandai atas bangkitnya Dewi Ayu dari 21 tahun kematiannya. Novel ini menyajikan setting waktu yang panjang pada masa kependudukan Belanda di Indonesia. Novel ini semakin menarik minat pembaca ketika ia berhasil menggambarkan tentang sebuah kisah horor mengenai perempuan pada zaman itu. Dimana perbudakan hingga patriarki masih sangat tinggi.

Retorika.id- Meski dirilis pertama kali pada tahun 2002, novel ‘cantik itu luka’ berhasil mencatat rekor baru dalam sejarah pernovelan Indonesia, yaitu sebagai novel paling tebal untuk karya perdana. Eka Kurniawan berhasil menyajikan sebuah kisah pelik dari seorang anak manusia dalam gelombang sejarah bangsa. Dia telah menjadi korban kekuasaan dan kutukan karma. Ironisnya, pengarang memberikan makna filosofis tentang absurditas kecantikan yang tak lebih dari keindahan melainkan keburukan. 

 

Dewi Ayu, seorang perempuan cantik keturunan Jawa-Belanda yang menjadi korban atas kolonialis Jepang, dia ditawan dan dijadikan seorang pelacur. Dia lahir dari perkawinan sedarah antara Hendri Stemmler dan Anue Stemmler. Perkawinan sedarah yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, membuat Dewi Ayu berakhir tinggal dengan kakek-neneknya.

 

Secara garis besar, novel ini menceritakan setiap 5 generasi. Ada generasi kakek-nenek Dewi Ayu, kisah orang tua Dewi Ayu, kisah zaman muda Dewi Ayu hingga mempunyai anak, dan ditutup dengan kisah masa remaja cucu Dewi Ayu. Diawali dengan kemenangan Jepang atas Belanda telah mengubah nasib Dewi Ayu menjadi tragis. Atas penolakannya sebagai keturunan Belanda agar kembali ke negeri kincir angin, dia dibawa dan dijebloskan ke dalam penjara bloedenkamp oleh tentara Jepang. 

 

Ketika usianya menginjak delapan belas tahun dan


kemolekan tubuhnya berhasil merangsang libido tentara-tentara Jepang, jadilah dia menjadi sebuah menu untuk ditiduri. Di kamp tentara Jepang, dia telah menjadi saksi atas tindakan biadab oleh tentara terhadap kaum perempuan. 

 

Dia baru bisa bebas ketika Indonesia merdeka, namun meskipun sudah merdeka kehidupan buram sebagai pendosa tak urung dia akhiri. Dia masih melanjutkan pekerjaannya sebagai pelacur di kota kelahirannya, Halimunda. Berkat kecantikannya yang tak tertandingi, Dewi Ayu menjadi pelacur terkemuka yang selalu diburu oleh lelaki bringas dimasa itu dengan tarif bayaran termahal. 

 

Selama bertahun-tahun dia menjalani karir tersebut hingga dikarunia 3 anak bernama Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Semuanya berwajah cantik, disinilah letak poin dari judul buku ‘cantik itu luka’. Semua tokoh perempuan dalam cerita ini cantik, akan tetapi para perempuan cantik ini sama halnya dengan Dewi Ayu, dipuja dan berakhir dalam sebuah ranjang untuk diburu kenikmatannya. 

 

Memiliki putri cantik membuat Dewi Ayu dilanda oleh ketakutan. Dia tak mau jika putrinya akan selalu bersinggungan dengan lelaki dan mengikuti jejaknya sebagai pelacur. Namun akibat dari kutukan dan karma, semua anaknya berakhir menjadi janda. Suami mereka mati mengenaskan. Sejak saat itu Dewi Ayu tak lagi ingin memiliki seorang anak. Takdir berkata lain, Dewi Ayu mendapatkan anak berkat pekerjaannya sebagai pelacur. 

 

Ketika dia mengandung anaknya yang keempat, Dewi Ayu selalu berdoa agar anak itu terlahir dengan buruk rupa. Seakan sebuah keajaiban, putri keempatnya lahir dengan rupa yang berbeda. Kulitnya yang legam dan hidung yang tidak seperti layaknya manusia. Anehnya, Dewi Ayu memberikan nama anak tersebut si Cantik. Nama yang begitu terbalik dengan wajahnya.



Setelah itu lahirlah generasi baru. Muncullah cucu-cucu Dewi ayu (Nurul Aini, Rengganis, dan Krisan) yang saling berebut cinta sepupuan pada tahun 1982-1997. Dalam hal ini, Krisan menjadi seorang laki-laki paling buaya. Krisan mencintai Nurul, akan tetapi dia juga birahi pada Rengganis. Namun masalah terbesarnya adalah Krisan menyetubuhi bibinya sendiri, si Cantik. Krisan menjadikan Cantik sebagai sebuah pelampiasan hati akibat sikap pecundangnya kepada cinta. Krisan merasa cantik tak lebih dari sebuah luka. Maka dari itu dia berpikir jika tak ada bedanya mencintai si buruk atau si cantik.

 

Membaca novel ini membuat pikiran kita terbuka untuk dibawa kemana-mana. Novel ini memberikan gambaran mengenai peristiwa rentang sejarah kota Halimunda yang punya rentetan peristiwa penting bangsa. Pada awalnya novel ini memberikan gambaran humor dengan beberapa kalimat erotis yang terdengar tabu dalam telinga. Namun pembaca kembali diguncang dengan air mata tatkala novel surealisme ini berhasil memaparkan kejadian yang menyedihkan, dimana Dewi Ayu harus hidup atas kutukan dari roh jahat.

 

Salah satu hal yang paling menarik dari kisah ini adalah berada pada pesan moral yang terkandung di dalamnya. Novel ‘cantik itu luka’ berhasil mengajarkan akan hubungan manusia dengan tuhan, hal itu dapat dikaitkan tentang cerita Dewi Ayu yang selalu berusaha menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada anak-anaknya walaupun dirinya sendiri tidak melakukannya. Kedua adalah hubungan antara manusia dan manusia, Dewi Ayu selalu berharap kelak sang anak-anak bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik dari dirinya, terlepas dia adalah seorang pelacur.

 

If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven.”― Eka Kurniawan, Cantik itu luka.

(Kalau boleh saya berpendapat, dunia ini adalah neraka, dan tugas kita adalah menciptakan surga kita sendiri.”-- Eka Kurniawan, Cantik itu Luka)

 

Itulah salah satu kutipan yang berhasil mengoyak hati pembaca. Seakan mengatakan jika segala sesuatu yang terjadi di dunia adalah sebuah ketidakadilan. Tapi sebagai manusia yang berbakti luhur dan mencintai tuhannya, kita harus senantiasa bersyukur dan terus melakukan hal yang terarah.

 

Penulis : Nofiyah Maulidah

Editor : Ariati Putri M


TAG#karya-sastra  #kisah  #review  #seni