» Website: https://www.retorika.id » Email: redaksi@retorika.id, lpmretorikafisipua@gmail.com » Alamat: Gedung FISIP Unair, Jl. Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya 60286 » Telepon: .

Pop Culture
Resensi Buku : Mata Hari
02 November 2018 | Pop Culture | Dibaca 3791 kali
Resensi Buku : Mata Hari: - Foto: BukuKita.Com
“Dosa tidak diciptakan oleh Tuhan; dosa diciptakan oleh kita ketika kita mencoba mengubah apa yang terhindar menjadi suatu yang subjektif. Kita berhenti melihat keseluruhan dan akhirnya melihat hanya satu bagian saja; dan bagian itu dipenuhi rasa bersalah, aturan-aturan, kebaikan lawan kejahatan, dan masing-masing pihak menganggap dirinyalah yang benar” – Mata Hari.

Judul                            : Mata Hari

Nama Pengarang        : Paulo Coelho

Alih Bahasa                 : Lulu Wijaya

Nama Penerbit            : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit               : 2016

Cetakan                       : Pertama, 2016

Tebal Buku                  : 192 halaman

ISBN                             : 978-602-03-3613-8

 

Mata Hari lahir pada tahun 1876 di Belanda sebagai Margaretha Zelle. Ia merupakan perempuan yang sangat fenomenal di awal abad 20. Ia meninggalkan suaminya dan memilih menjadi


seorang seniman di Paris. Tak perlu waktu lama, ia menjadi terkenal sebagai penari di Paris. Selain tubuhnya yang sangat gemulai ketika menari, di setiap pertunjukan tariannya selalu terasa suasana magis yang memikat penonton. Namun, kehidupan Mata Hari tak berakhir dengan baik sebagaimana reputasinya yang terkenal. Ia harus menjalani hukuman mati karena tuduhan sebagai mata-mata.

Sebelum ia meninggal, ia menulis surat terakhirnya yang menceritakan tentang kehidupannya. Mulai dari latar belakang keluarganya yang hidup di Belanda, kebangkrutan yang dialami oleh orang tuanya, dan pelecehan seksual yang dialami selama bersekolah.

Margaretha muda tinggal di sebuah kota kecil bernama Leeuwarden. Ia beruntung karena dapat mendapatkan pendidikan yang layak, meski sekolah memiliki kesan yang buruk pada dirinya. Margaretha terkenal dengan parasnya yang cantik, sehingga kerap diperkosa oleh kepala sekolahnya sendiri.

Pada masa itu, perempuan hanya memiliki satu pilihan yakni menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Margaretha takut kebebasannya terancam karena menikah. Ia mencari solusi agar tidak hanya menjadi ibu rumah tangga yang diam di rumah. Akhirnya ia menemukan solusi ketika melihat iklan di surat kabar tentang Kolonel yang bertugas di Hindia Belanda bernama Rudolf MacLeod sedang mencari istri. Margaretha menghubungi kolonel tersebut dan memutuskan menikah di usia muda. Kemudian Kolonel Rudolf tersebut membawanya hidup di Indonesia.

Kehidupannya di Indonesia jauh dari apa yang ia bayangkan. Ia menghadapi banyak duka. Suaminya merupakan seorang pencandu alkohol yang selalu memukuli dirinya, kesedihan mendalam yang dialaminya ketika putranya meninggal karena dibunuh oleh pembantu yang dendam terhadap suaminya, hingga ia menyaksikan aksi bunuh diri yang dilakukan oleh istri dari penjabat militer lain.

Margaretha meninggalkan suaminya dan memutuskan untuk meninggalkan Indonesia. Ia membuat keputusan untuk mengganti namanya menjadi Mata Hari. Kemudian, ia mencoba peruntungan di Paris sebagai penari dengan bekal tarian tradisional Indonesia yang ia pelajari.

Di Paris, ia menjadi terkenal karena sensualitas pada tariannya yang tidak pernah dilihat masyarakat Paris sebelumnya. Saking terkenalnya, ia memiliki teman-teman yang merupakan tokoh penting di Paris mulai dari seniman hingga pejabat negara.

Ketika perang dunia pertama meletus, Perancis yang saat itu sedang bersiap untuk menghadapi serangan Jerman memperketat keamanan di Perancis dengan menangkap orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata Jerman. Mata Hari adalah salah satu orang yang tertangkap, karena ia menjalin hubungan dengan orang-orang penting di Perancis dan memiliki asal-usul yang tidak jelas.

Pada tahun 1917 di usia yang memasuki 41 tahun, Mata Hari dieksekusi mati dengan ditembak tanpa menggunakan penutup mata sebagaimana keinginan terakhirnya.

Moral Value

Setiap kehidupan memiliki ceritanya masing-masing. Meskipun orang banyak yang berpikir kita menyimpang karena kita tidak sama dengan yang lain bukan berarti hal itu adalah sebuah kesalahan. Novel ini mengajarkan kita untuk menjadi perempuan yang kuat dan pantang menyerah terhadap mimpi yang kita miliki.

 

Kelebihan

Bagi yang menyukai novel mengenai konspirasi dan feminisme, novel ini wajib untuk dibaca. Dalam novel ini kita dapat mengetahui sejarah yang tidak banyak orang ketahui tentang sosok Mata Hari. Selain itu, kita juga disadarkan bahwa orang-orang Belanda selama penjajahan yang hidup di Indonesia tidak selalu memiliki kehidupan yang makmur dan bahagia.

 

Kekurangan

Bahasa yang sulit untuk dipahami membuat pembaca bosan. Selain itu, banyak cerita yang seperti diputus begitu saja tanpa ada penjelasan yang lebih mendetail.

Penulis : Suvia Nisa'


TAG#gender  #humaniora  #karya-sastra  #review